"Aku istrimu, Aditya! Bukan dia!" Aurelia menatap suaminya yang berdiri di ambang pintu, tangan masih menggenggam jemari Karina. Hatinya robek. Lima tahun pernikahan dihancurkan dalam sekejap.
Aditya mendesah. "Aku mencintainya, Aurel. Kau harus mengerti."
Mengerti? Bagaimana mungkin? Rumah tangga yang ia bangun dengan cinta kini menjadi puing. Karina tersenyum menang, seolah Aurelia hanya bayang-bayang masa lalu.
Tapi Aurelia bukan wanita lemah. Jika Aditya pikir ia akan meratap dan menerima, ia salah besar. Pengkhianatan ini harus dibayar—dengan cara yang tak akan pernah mereka duga.
Jangan lupa like, komentar, subscribe ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Kepergian Aurelia
Aditya menatap tajam ke arah Reyhan, matanya penuh amarah dan ketidakpercayaan. Sementara itu, Aurelia berdiri di sisi Reyhan, wajahnya tanpa ekspresi, namun ada kilatan kemenangan di matanya. Ruangan terasa begitu tegang hingga nyaris meledak.
"Kau pikir kau bisa begitu saja membawanya pergi dariku?" suara Aditya bergetar, rahangnya mengeras menahan gejolak emosi.
Reyhan tersenyum tipis, tenang, seolah menikmati setiap detik penderitaan yang terpancar dari wajah Aditya. "Aku tidak perlu izin darimu. Aurelia bukan milikmu lagi, Aditya. Dia bebas memilih ke mana dia ingin pergi."
Aurelia melangkah maju, menatap Aditya tanpa ragu. "Aku sudah muak dengan semua ini. Dengan kebohonganmu, pengkhianatanmu, dan segala penderitaan yang kau berikan padaku. Aku sudah cukup bersabar."
Aditya menggeleng, matanya berkaca-kaca, tapi bukan karena sedih—melainkan frustrasi. "Aurelia, kita bisa menyelesaikan ini bersama. Jangan biarkan Reyhan menghancurkan semuanya."
Reyhan tertawa kecil. "Lucu sekali. Justru kaulah yang menghancurkan segalanya sejak awal, Aditya. Sekarang kau hanya menuai hasil dari semua yang telah kau lakukan."
Karina yang masih terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit hanya bisa menyaksikan perdebatan itu dengan mata membelalak. Dia ingin berteriak, tapi rasa sakit di tubuhnya membuatnya lemah.
"Aurelia, aku tidak akan membiarkanmu pergi!" Aditya melangkah cepat, hendak meraih tangan Aurelia, tapi Reyhan lebih sigap. Dia menarik Aurelia ke belakangnya, menjadikannya tameng.
"Jangan sentuh dia." Suara Reyhan lebih dalam, dingin, penuh peringatan.
Aditya meninju meja di sampingnya. "Sialan! Apa yang kau inginkan, Reyhan? Apa kau puas melihatku seperti ini?"
Reyhan menyeringai. "Aku hanya ingin membawanya pergi dari neraka yang kau ciptakan."
Aurelia menarik napas dalam. "Aditya, lepaskan aku. Aku sudah membuat keputusan. Aku akan pergi bersama Reyhan."
Aditya terdiam. Napasnya tersengal, tubuhnya menegang. "Ke mana kau akan pergi?"
Reyhan hanya tersenyum misterius sebelum menggenggam tangan Aurelia dan membawanya keluar dari ruangan. Aditya hanya bisa menatap punggung mereka yang semakin menjauh. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih.
Aditya jatuh terduduk, sementara Karina yang masih di ranjang tiba-tiba tersenyum licik. "Aditya, kau baru saja kehilangan segalanya... dan itu baru permulaan."
Aditya berdiri tegak di depan Pintu besar rumah sakit, matanya terpaku pada pintu yang tertutup rapat. Keheningan yang menyelimuti ruangan terasa begitu menekan, seperti ada sebuah beban berat yang mengikat dada, membuatnya hampir tak bisa bernapas.
"Kenapa ini bisa terjadi?" gumamnya dengan suara yang penuh amarah, namun juga kesedihan yang mendalam.
Karina yang terbaring di belakangnya, wajahnya dipenuhi rasa takut dan bingung, masih mencoba untuk memahami apa yang telah terjadi. Ia tahu betul bahwa kepergian Aurelia bukanlah sesuatu yang bisa dia terima dengan mudah.
"Aditya, tenanglah," kata Karina dengan suara yang cemas. "Aurelia... dia hanya butuh waktu. Pasti ada penjelasan."
Aditya berbalik dengan tatapan penuh kemarahan yang meluap. "Penjelasan?!" serunya, suaranya melengking, hampir seperti raungan. "Penjelasan apa yang bisa memperbaiki semuanya? Aku sudah mengkhianatinya, Karina. Aku telah menghancurkan semuanya, dan kamu... kamu malah..."
Karina terdiam, wajahnya memucat. Ia bisa merasakan amarah yang begitu besar di dalam diri Aditya. Ia tahu dirinya adalah bagian dari kesalahan itu, namun ia juga tahu bahwa semua ini berawal dari ketidakhadirannya dalam hidup Aditya, dari kesalahan mereka berdua.
"Aditya, aku tahu ini salah. Tapi kamu tidak bisa menyalahkan semuanya padaku. Kamu yang memilih untuk mengkhianatinya," jawab Karina dengan suara gemetar, mencoba tetap tenang meski hatinya sendiri merasa hancur.
Aditya mendekat, langkahnya penuh amarah yang menekan. "Kamu pikir aku tidak tahu itu, Karina? Aku tahu betul apa yang sudah aku lakukan. Dan kamu... kamu ada di sana, di sampingku, bahkan ketika aku tidak menginginkannya. Jangan berpura-pura tidak tahu."
Karina menahan napasnya, matanya mulai berkaca-kaca. "Aku... aku hanya mencoba membantu. Aku tidak pernah bermaksud menyakiti Aurelia atau kamu."
"Tapi kamu melakukannya!" Aditya hampir berteriak, suaranya memecah keheningan malam itu. "Kamu hanya memanfaatkan kelemahanku, Karina. Kamu tahu aku tidak bisa menolakmu, dan kamu tahu betul bagaimana caramu membuatku terjerat dalam semua ini."
Karina merasa seperti ada benda tajam yang menghunjam jantungnya. Kata-kata Aditya begitu tajam, memarahi dan menyakiti lebih dalam daripada apa pun yang pernah dia rasakan sebelumnya. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab, merasa terjebak di dalam sebuah permainan yang sama sekali tidak ia pahami.
"Tapi aku tidak pernah meminta ini semua," ucap Karina, suaranya mulai pecah. "Aku tidak meminta untuk jatuh cinta padamu. Aku tidak meminta untuk membuatmu terjebak dalam cinta yang salah."
Aditya mendengus, tangannya mencengkram lengan kursi di sampingnya dengan keras. "Lalu, kenapa? Kenapa kamu ada di sini sekarang, Karina? Kenapa kamu tidak bisa menjauh? Tidak pernah ada jalan keluar, kan?"
Karina memandangi Aditya dengan mata yang basah, lalu berbisik, "Karena aku ingin kita bersama. Aku ingin kamu melihatku, Aditya. Tapi aku tahu sekarang, aku terlalu terlambat. Kamu sudah terlalu jauh."
Aditya mengerjapkan matanya, merasa seperti ada batu besar yang jatuh di atas dadanya. Ia berjalan ke jendela, menatap ke luar dengan pandangan kosong. “Aku terlalu terlambat juga. Mungkin ini sudah saatnya aku menghadapi kenyataan bahwa Aurelia sudah tidak ingin lagi bersamaku.”
Aurelia. Nama itu seperti pisau yang menusuk hatinya setiap kali ia menyebutnya. Kenyataan bahwa ia telah kehilangan wanita yang paling ia cintai karena kesalahan yang begitu bodoh dan egois semakin terasa berat.
“Dia pergi, Karina. Dia benar-benar pergi...,” suara Aditya lirih, penuh dengan kepedihan yang tak bisa diungkapkan.
Karina diam, merasa tak sanggup mengatakan apa-apa. Ia tahu, betapa hancurnya Aditya, namun di sisi lain, rasa marahnya semakin tumbuh. Dia tidak pernah bisa memahami kenapa Aditya harus selalu tergantung pada dirinya, bahkan ketika semua yang dia lakukan hanya menambah kerusakan.
“Aditya,” Karina akhirnya berkata, suaranya pelan, “mungkin kita harus mencoba untuk mengatasi ini bersama-sama. Kita bisa mulai dari awal. Kita bisa atasi semuanya.”
Aditya menoleh dengan wajah yang penuh amarah. "Mengatasi apa, Karina? Mengatasi kehilanganku? Mengatasi kenyataan bahwa aku telah mengkhianati istriku denganmu? Apa yang bisa aku atasi sekarang?"
Matanya yang tadinya penuh dengan api kini dipenuhi dengan kepasrahan yang mendalam. "Aurelia sudah pergi. Dan mungkin itu adalah yang terbaik. Dia berhak bahagia, jauh dariku."
Dengan cepat, Karina melangkah maju, mencoba meraih tangan Aditya. "Jangan berpikir seperti itu, Aditya. Kita bisa memperbaikinya. Aku akan membantu kamu. Kamu masih bisa mendapatkan dia kembali. Jangan menyerah."
Namun, Aditya menarik tangannya dan melangkah mundur, menghindari sentuhan Karina. "Tidak, Karina. Ini bukan tentang kamu. Ini tentang aku dan Aurelia. Aku tahu, aku sudah membuat kesalahan yang tak termaafkan. Dan aku tak bisa memaksa seseorang untuk mencintaiku lagi."
Sejenak, suasana menjadi sunyi. Hanya suara napas mereka yang terdengar.
"Jadi, kamu akan menyerah begitu saja?" Karina bertanya, suara penuh penyesalan.
"Aku tidak menyerah. Aku hanya menerima kenyataan," jawab Aditya dengan suara datar.
Karina mengerutkan keningnya, merasa cemas. "Apa kamu benar-benar siap untuk hidup tanpa dia? Tanpa Aurelia?"
Aditya menatap Karina dengan tatapan kosong, lalu berkata dengan suara serak, "Aku sudah kehilangan dia, Karina. Dan aku tahu aku tidak akan pernah bisa memperbaiki semuanya."
Kata-kata itu seperti bom yang meledak di dalam kepala Karina. Ia merasa tersentak, merasa seperti ada yang hancur di dalam dirinya. Tapi di sisi lain, ia juga merasa marah. Marah karena ia tidak bisa memiliki Aditya sepenuhnya, marah karena ia tidak bisa melihatnya bahagia bersama wanita yang benar-benar ia cintai.
Karina menatap Aditya dengan penuh kebencian, namun ada juga rasa kasihan yang dalam. “Kamu memang egois, Aditya. Mungkin kamu tidak layak untuk dia. Tapi aku—aku—"
Belum sempat Karina melanjutkan, tiba-tiba pintu terbuka dan seorang pria muncul di ambang pintu. Dengan wajah serius dan tegas, Reyhan, sepupu Aurelia, masuk.
“Aurelia sudah pergi dari sini,” kata Reyhan dengan suara rendah, penuh tekanan. "Dan kamu, Aditya, harus siap dengan konsekuensinya."
Dengan cepat, Aditya menoleh ke Reyhan, wajahnya penuh kebingungan dan kemarahan. "Kau... kenapa kamu ada di sini?"
Reyhan berjalan mendekat, matanya penuh kekuatan dan kebencian. “Karena, Aditya, ini waktunya kamu menerima semua yang kamu lakukan. Kamu telah menghancurkan hidup Aurelia. Dan sekarang, saatnya bagimu untuk merasakan kepahitan yang sama."
Apa yang akan terjadi selanjutnya dengan Aditya? Akankah ia mampu menghadapi kenyataan yang sudah di depan mata?
(BERSAMBUNG KE BAB SELANJUTYA)
kadang dituliskan "Aurelnya pergi meninggalkan ruangan tsb dengan Anggun"
Namun.. berlanjut, kalau Aurel masih ada kembali diruangan tsb 😁😁🙏