Malam itu, Gwen seorang gadis remaja tidak sengaja memergoki cowok yang dia kejar selama ini sedang melakukan pembunuhan.
Rasa takut tiba-tiba merayap dalam tubuhnya, sekaligus bimbang antara terus mengejarnya atau memilih menyerah, Karena jujur Gwen sangat takut mengetahui sosok yang dia puja selama ini ternyata seorang pria yang sangat berbahaya, yaitu Arsenio.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Rambut Gwen yang terikat kuncir kuda bergoyang saat dia melangkah keluar dari gedung sekolah, mencapai motor kesayangannya yang berwarna perak. Dengan satu tangan, dia menggantung tas di bahunya, dan tangan yang lain memegang kunci motor.
Namun, detik berikutnya, dia menepuk jidatnya, matanya melebar saat ingatan tentang kemeja hitam milik Arsenio muncul kembali dalam pikirannya. Dia menatap nanar Paper bag di depannya.
"Marah ga ya, aku lupa kembaliin bajunya kak Nio," gumamnya dalam hati, bibirnya mengerucut. Wajahnya yang tadinya cerah berubah menjadi cemas.
Berdiri di samping motor, Gwen menggigit bibir bawahnya, berpikir keras mencari solusi. "Aku harus bawa kemana ya? Telepon ga mungkin, aku malu," pikirnya sembari menggelengkan kepala. Matanya menatap ke arah jalan, mencari inspirasi.
Kemudian, sebuah ide terlintas di benaknya, senyum sumringah merekah di wajahnya. "Ah! aku ke bengkelnya aja," ucapnya mantap.
Dengan langkah yang lebih ringan, Gwen menaiki motor, memasukkan kunci, dan menyalakan mesin dengan semangat yang baru. Motor itu ronanya bergetar lembut di antara tangannya, memberikan sedikit kenyamanan dan keberanian untuk menghadapi Arsenio.
Tak butuh lama, Gwen tiba di bengkel milik Arsenio. Dia memandang gedung bengkel yang megah di depannya, mulutnya terbuka lebar takjub. Gedung itu lebih besar dari yang ia bayangkan.
"Wah, gila! Besar banget bengkel Kak Nik," gumamnya sambil mengamati setiap sudut bangunan yang tampak modern dan luas.
Dari luar, ia bisa melihat bahwa tidak hanya sebagai bengkel, sepertinya ada ruang gymnasium juga di dalamnya.
"Emang pesona crush nya aku ga kaleng-kaleng," Mata Gwen berkilat, takjub akan keberhasilan Arsenio yang masih muda tetapi sudah memiliki usaha besar-besaran.
Pelan-pelan, dia berjalan mendekati salah satu karyawan yang tengah mengelap sebuah motor besar.
"Permisi," ucapnya dengan suara yang sedikit bergetar dan gugup, karena semua orang yang ada sini laki-laki.
Karyawan muda itu menoleh, alisnya bertaut saat mengamati wajah Gwen yang terasa familiar. Matanya melebar dalam kejutan saat akhirnya mengingat siapa gadis itu.
"Oh, kamu pasti bocah cantik si boss, ya?" teriaknya, membuat kepala para karyawan lain berbalik ke arah mereka.
Satu per satu, mereka mulai melangkah mendekat, membuat Gwen mundur beberapa langkah dengan kikuk.
Saat seorang dari mereka membungkuk dengan berlebihan sambil berteriak, "Selamat datang, bocah cantik!" wajah Gwen bersemu merah. Dia menggaruk belakang kepalanya, merasa tidak nyaman.
"Maaf, mungkin kalian salah orang. Bagaimana kalian bisa kenal aku?" tanya Gwen dengan kebingungan yang nyata.
Serempak, mereka menunjuk ke sebuah lemari kaca dimana terpajang foto Gwen. Dengan mulut terbuka lebar, Gwen memandangi lemari itu, tak percaya bahwa fotonya bisa ada di sana.
"Kamu akhirnya datang juga! Mau servis motor, kan?" tanya salah satu pegawai bengkel itu.
Gwen buru-buru menggeleng, "Bukan, aku cuma mau titip ini buat bos kalian," ujarnya sambil mengangkat paper bag di tangannya.
"Bos belum balik. Mungkin sebentar lagi dia sampai," jawab karyawan itu.
"Bisa aku titip aja?" tanya Gwen, merasa tidak nyaman.
"Enggak bisa!" teriak salah satu pegawai, membuat Gwen terkejut.
"Lo bikin bu bos takut," bisik yang lain, sementara yang teriak tadi hanya tersenyum lebar.
"Bos bilang, kalau kamu datang, berarti kamu mau servis motor. Jangan pulang dulu sebelum motornya diurus," kata mereka serempak.
Gwen baru ingat bahwa Arsenio pernah menyuruhnya membawa motor ke bengkel, tapi dia selalu mengabaikannya seolah servis motor tak penting.
"Apa nggak ngerepotin?" tanya Gwen dengan ragu.
"Enggak kok, malah senang bisa bantu," jawab mereka ramah. Gwen mengangguk lalu duduk di bangku, menunggu motornya diservis.
Seorang staf mendekati Gwen dengan tatapan simpatik. "Maaf ya, sepertinya ini akan memakan waktu cukup lama. Lebih baik kamu tunggu di dalam saja. Di sana ada gym dan spa, silakan manfaatkan," ujarnya dengan nada menenangkan.
Gwen hanya dapat mengangguk, langkahnya terasa ringan menuju ke ruangan tersebut.
"Kapan lagi bisa nikmatin hidup gratis begini," gumamnya sembari memasuki area spa yang terlihat menyambut dengan kesunyian yang mewah.
Bosan melandanya, Gwen merebahkan tubuhnya di sofa, meringkuk. "Enak banget di sini, adem!" gumamnya tak jelas, hingga dia terlelap di sofa sambil meringkuk dalam balutan seragam sekolah.
Sementara itu, Arsenio, yang baru saja tiba di bengkel, langsung bergegas menuju ruang spa. Informasi dari karyawannya bahwa Gwen berada di sana membuatnya tidak ingin membuang waktu.
Mengintip dari balik pintu, Arsenio tersenyum melihat posisi tidur Gwen yang meringkuk, jemarinya dimasukkan ke dalam mulut seperti bayi. Itu selalu cara tidurnya yang menggemaskan.
Pelan, Arsenio berlutut di samping sofa, menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajah cantik itu untuk melihatnya lebih jelas. Sambil mengusap lembut rambut Gwen, dia bergumam kagum, "Menggemaskan."
Arsenio mengeluarkan ponselnya dari saku memotret wajah menggemaskan Gwen. Dia akan menjadikan senjata menggoda gadis di depannya.
Para staf spa hanya bisa menahan senyum, menyaksikan bos mereka yang biasanya tegas kini bertingkah lembut terhadap seorang gadis.
Sebelum meninggalkan ruangan, Arsenio memberikan instruksi singkat pada seorang staf wanita.
"Sebelum pulang, tolong beritahu Sandy untuk membeli makan malam untuk gadis saya," perintahnya dengan nada yang datar namun penuh otoritas.
"Baik bos, "