Aira harus menelan pil pahit, ketika Andra kekasih yang selama ini dicintai dengan tulus memilih untuk mengakhiri hubungan mereka, karena terhalang restu oleh orang tua karena perbedaan keyakinan.
padahal Aira sedang mengandung anak dari kekasihnya.
apakah Aira akan mampu bertahan dengan segala ujian yang dihadapinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arij Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 17
Hari demi hari silih berganti,kini sudah 1 bulan ini Aira tinggal bersama keluarga omnya. Bapaknya pun sudah kembali ke kampung halaman. Hari-hari yang dilaluinya masih sama seperti sebelumnya kesendirian dan kesedihan, apalagi sekarang dia berada jauh dari keluarga dan orang terkasihnya, merasa asing ditempat keramaian.
Walaupun Aira sagat senang sekali bisa tinggal dirumah omnya. Mereka semua baik sekali sama Aira, tapi Aira masih ada rasa sungkan kepada mereka.
Andra masih tetap berusaha untuk menghubunginya. Setiap hari selalu mengirim pesan atupun menelponnya, tapi hanya diacuhkan saja oleh Aira tanpa ada niat untuk membalasnya.
"huh... bosan sekali rasanya," Aira termenung di teras depan rumah, menatap lurus kearah jalan, sambil melihat kendaraan lewat.
"pengen kerja, tapi kerja apa? Mana ada yang mau mempekerjakan orang hamil," dia terus berbicara dalam hatinya, di ayun ayunkan kakinya agar mengurasi rasa bosan.
"pengen buka usaha, tapi apa? Kalau begini terus nanti tabungan bisa habis. Gak mungkin harus menunggu kiriman dari orang tua terus," Aira menggelengkan kepalanya dan menggigit kuku jarinya pertanda dia sedang berfikir keras.
"bantu mama dec? Apa yang harus mama lakukan?" Aira menyentuh perutnya meminta bantuan pada anaknya, walaupun tidak mungkin mendapatkan jawaban.
Sekian lama Aira termenung didepan rumah, karena sudah merasa bosan dan tidak mendapatkan jawaban dari semua pemikirannya, akhirnya dia memilih untuk masuk dan tidur saja.
...****************...
5 Bulan kemudian.
5 bulan pun sudah berlalu, kini kandungan Aira sudah berusia 9 bulan. Tinggal sebentar lagi dia menunggu kelahiran buah hatinya. Yang Aira tidak sangka kalau kelahirannya akan bertepatan pada bulan suci ramadhan.
Semenjak memasuki bulan ke sembilan, setiap pagi Aira akan jalan pagi, agar cepat merangsang saat persalinannya. Seperti biasanya, pagi ini Aira berjalan pagi.
"bulek! Bulek! Bulek! " Aira berteriak memanggil penghuni rumah saat merasakan ada yang mengalir dari bawah kakinya.
" iya, kenapa Aira? " jawab bulek sambil berlari menghampiri Aira.
"kenapa ? Ada apa? " om Erik ikut berlari mendengar keponakannya berteriak.
" Ai-ra ken-napa? " sambil mengatur nafasnya, bulek bertanya kepada Aira setelah tiba dihadapannya.
"i-ni bu-lek, ini apa yang merembes," Aira ketakutan, dia menunjukkan air ketuban yang keluar dari sela-sela kaki.
Aira masih gemetar melihat itu, kalau tidak segera berpegangan pada pintu mungkin, dia akan jatuh.
"ma-..." belum sempat bulek bertanya sudah disela oleh suaminya.
"Aira kenapa ? Mah Aira kenapa ? kenapa tadi teriak-teriak ? apa yang terjadi ? " tanya om Erik bertubi-tubi.
"tuk... Satu-satu apa kalau bertanya! Kan jadi bingung ini! " dipukulnya pundak suaminya.
"aduh... Iya kenapa dengan Aira ? " tanyanya sambil memegang pundaknya yang telah kena pukul oleh istrinya.
"ternyata, ketuban Aira sudah pecah pah ! Ayo cepat kita bawa ke bidan! " bulek menjawab, setelah itu kembali memusatkan perhatiannya kepada keponakannya kembali.
"iya " om Erik seketika berlari keluar meninggalkan keduanya.
kedua orang yang ditinggalkannya menjadi bengong, dan saling melempar pandang melihat kelakuan omnya.
"eh... pah...!" seketika bulek tersadar.
"Mau kemana! " tanyanya.
" mau ke bidan kan? " jawabnya tanpa ada beban.
"tunggu Aira nya lah pah! Itu lihat Aira masih bersandar di pintu, malah langsung pergi aja!" bulek terus mengoceh.
"papah sana ambil perlengkapan Aira bawa ke depan, tunggu kami didepan, mamah mau bantu Aira bersih bersih dulu sebentar ! " dengan cepat bulek memberi instruksi kepada suaminya.
"Aira, dimana perlengkapannya? Biar dibawa sama om kamu kedepan? " bulek bertanya sambil berjalan memapah Aira kedalam kamar mandi untuk mempersiapkan dirinya.
"itu bulek, tas warna hitam di lemari paling bawah," jawab Aira dengan pelan.
"pah, cepat ambil !" perintahnya.
Mendengar perintah dari istrinya om Erik langsung berjalan dengan cepat untuk ngambilnya, "iya, di lemari kan?"
Om Erik berjalan keluar dengan membawa tas. Sedangkan istrinya menyusul setelah menggantikan baju Aira, menuntunnya untuk segera bersiap ke bidan.
Setelah semua masuk kedalam mobil. Mereka segera bergegas untuk ke bidan terdekat. Untungnya jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 2 km dari rumah.
" Aira sabar ya, tarik nafasnya pelan-pelan, tahan ya, sebentar lagi sampai," ucap bulek ketika merasakan tangannya di genggam dengan erat.
"tahan ya Aira, sebentar lagi sampa, " sambung on Erik sambil melihatnya dari spion.
"huh... Huh... Huh..." hanya hembusan nafas yang terdengar dari Aira.
Aira memejamkan matanya ketika merasakan sakit kembali, tak disangka air matanya ikut terjun bebas tanpa di sadari.
"ya Allah, sakit sekali rasanya, apa begini rasanya melahirkan? Kuatkan aku ya Allah ? " Aira meringis, hanya mampu berkata dalam hatinya, tak sanggup berucap karena merasakan sakitnya.
"mamak, maafkan Aira selama ini, maafkan Aira yang selalu membuat mamak marah akan tingkah Aira, maafkan Aira yang telah membuat mamak kecewa," berlinang lah air mata Aira.
Aira terus merasakan sakit pada perutnya, berusaha sekuat tenaga untuk menahannya hingga Samapi tempat tujuan.
sedangkan om Erik, berusaha untuk tetap konsentrasi, walaupun selalu melihat kearah spion. Dia merasa ketakutan ketika melihat keponakannya kesakitan dari kaca spion.
.
.
.
Bersambung.....