NovelToon NovelToon
The Secret Of Possessive Man

The Secret Of Possessive Man

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta
Popularitas:827
Nilai: 5
Nama Author: Citveyy

Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.

Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.

Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 12 Nilai Kasih Sayang

Vanya menggigit ujung jarinya dan mondar mandir di dalam kamarnya. Jika benar Devan datang berarti cowok itu benar-benar gila.

Masalahnya ini sudah hampir jam 12 malam. Kalau ketahuan sama papa dan Satpam kan bisa bermasalah.

Tok-tok

"Devan benar-benar gila!" Gumam Vanya.

"Bukain," Ucap Devan di luar dengan suara pelan.

Pintu sudah terbuka. Vanya memandang Devan yang melepas tudung Hoodienya setelah itu Devan langsung menyolonong masuk tanpa izin pada pemiliknya. Bukan itu saja, cowok itu langsung berbaring di ranjang Vanya membuat Vanya pusing.

"Kok lo kesini. Ini sudah jam berapa Dev. Pulang sana!"

"Gue baru datang. Masa langsung pulang. Ga ah," Devan malah semakin menidurkan dirinya dengan menarik selimut Vanya.

"Dev, nanti Papa datang. Gue takut. Ayo pulang sekarang."

"Gak. Gue capek tahu manjat sampai ke kamar lo,"Devan memejamkan matanya. Ini kenyamanan yang seharusnya Devan rasakan setiap harinya. Bisa mencium bau harum Vanya setiap detiknya.

"Kan gak ada yang nyuruh lo buat kesini," Vanya menarik selimut untuk menutupi Kaki Devan yang tidak tertutupi selimut.

"Dingin ya?" Tanya Vanya.

"Hmm," Devan mengangguk.

"Kesini pake apa?"

"Pakai motor, motornya di simpan kayak biasanya," Cetus Devan karena dia sudah terbiasa melakukan hal ini. Menyelinap masuk ke dalam kamar Vanya.

Vanya menghela nafas kasar. Devan itu keras kepala, sulit di bilangi karena jika ia ingin itu maka hari itu juga harus terpenuhi.

"Kok datang kesini. Emang mau ngapain?"

"Mau kasi lihat kurang atau enggak sayang gue sama lo."

Vanya menarik sudut bibir. Ia langsung naik ke ranjangnya dan duduk menghadap Devan yang tidur membelakanginya.

"Kayaknya kurang deh," Vanya mencoba mengerjai Devan. Devan itu cepat emosi jadi Vanya suka saja lihat Devan emosi tak terima kayak gini.

"Dih enggak ya," Protesnya masih membelakangi Vanya.

"Masa? Kalau sayang gak mungkin bicara gak saling tatap."

"Lagi malas lihat muka lo, soalnya ngeselin," Devan berbohong aslinya Devan sedang menahan untuk tidak mencubit kedua pipi Vanya.

"Ih kok gitu," Vanya pura-pura ngambek.

"Soalnya gak pekaan orangnya."

"Orang yang di ajak bicara aja yang gengsian. Tinggal ngomong ya ngomong."

Devan langsung bangun membuat Vanya kaget bukan main. Devan memegang kedua pipi Vanya dan menekannya sampai memperlihatkan mulut Vanya yang monyong.

"Pedas banget deh kalau ngomong."

"Ih lepas!"

"Hust jangan teriak. Nanti Papa sama Mama kamu mergokin kita," Bisik Devan menutup mulut Vanya.

"Sakit tahu pipi gue di tekan kayak gitu,"

Devan mencubit pipi Vanya "Lebih sakit yang mana?"

"Devan ih berhenti."

Devan tak berhenti mencubit pipi Vanya. Devan bahkan sudah beralih mengeliti gadis itu membuat Vanya berusaha menahan suaranya agar tidak berteriak.

"Dev aduh sudah. Hahaha geli,"

"Rasain, ini, ini, rasain," Devan terus mengeliti Vanya sampai Badcovernya sudah berantakan.

"Dev sudah," Nafas Vanya ngos-ngosan begitu juga dengan Devan. Keduanya berbaring menghadap keatas.

"Capek," Keluh Devan.

" Gue yang lebih capek anjir."

Devan tertawa mendengar Vanya mengumpat. Tangannya tiba-tiba merambat mempertemukan jemarinya dengan Vanya.

Vanya menoleh ketika jemarinya di genggam oleh Devan. Ia tersenyum dan balas menggenggam tangan Devan.

"Sayangnya kurang atau masih sama?"

"Bukan kurang atau sama. Tapi sayangnya semakin besar."

Terjadi keheningan.

"Dev,  tetap kayak gini ya."

"Hmmm. Devan, Vanya selamanya."

Vanya tersenyum sangat manis. Ia mendekat pada Devan dan memeluk cowok itu. Selalu nyaman jika di peluk Devan.

"Senang gak malam ini?"

"Senang."

"Gue nginap ya," Walau Vanya adalah sahabatnya Devan harus meminta izin pada pemiliknya untuk tidur di sini.

"Tapi pagi-pagi harus pulang,"

"Iya. Dah tidur sana."

"Selamat Malam Kingkong."

"Selamat malam monyet."

•••

Devan mendorong dengan kasar ke tembok laki-laki yang wajahnya babak belur. Laki-laki ini adalah orang yang berani mendekati Vanya bahkan mereka berdua belakangan ini sudah tiga kali kedapatan makan bersama di kantin.

Desas desus Vanya dekat dengan salah satu anggota Band kampus membuat hampir seluruh kampus mengepoi mereka berdua. Selama Devan melihat mereka berdua dekat bukan berarti Devan diam. Devan menyusun rencananya seperti biasa bersama kedua sahabatnya untuk memberi pembelajaran pada cowok itu.

"Janji sama gue jangan dekati Vanya lagi."

Erwin mengangguk menahan perih di seluruh wajahnya.

"Sampai lo dekatin Vanya dan ngadu sama dia, abis lo di tangan gue. Gue juga sudah pegang kartu As lo kalau lo masih kekeh dekati Vanya," Devan melepas cengkeramannya di baju Erwin kemudian menatap Miko dan Noah yang ada di belakangnya.

"Urus dia."

"Siap Bos!"

Devan memasang wajah datarnya berjalan keluar dari belakang Aula.  Beginilah seterusnya. Jika ada yang berani mendekati Vanya dirinya akan turun langsung memberi perhitungan pada cowok itu.

•••

"Darimana sih lo?"

"Dari....cari pacar," Canda Devan membuka mobilnya mempersilahkan Vanya masuk.

Vanya tak masuk ke dalam. Gadis itu menatap Devan dengan tatapan menelisik.

"Siapa? Anak fakultas mana?"

"Ada deh. Ayo masuk," Devan mendorong Vanya masuk membuat gadis itu mendengus.

Devan terus tersenyum selama menyetir. Sisa satu orang lagi yang perlu ia singkirkan. Vegas lawan yang tak mudah baginya karena mereka berdua satu jurusan selain itu ia juga teman dekat Noah.

"Kenapa senyum-senyum sih?"

"Gue lagi senang."

"Karena dekat sama perempuan?"

Devan mengangguk saja karena hari ini ia cukup menikmati harinya.

"Siapa? Cantik gak kayak gue?"

"Cantikan dia tapi sayang gak pekaan banget.''

"Lah buat apa dekat sama perempuan itu kalau gak pekaan,"

Devan terkekeh, bisakah ia berharap lebih kalau Vanya sedang cemburu. Tapi mana mungkin. Jika ia selalu berharap seperti ini yang ada dirinya selalu di jatuhkan.

"Kalau gak peka gak papa, asal bisa suka dia terus dan dekat sama dia terus."

"Oalah sudah dekat toh, kok gue gak pernah tahu?"

"Kepo banget sih lo."

Vanya cemberut mendengar perkataan Devan. Padahal dirinya sekedar ingin tahu saja tidak kepo sama sekali. Apa salahnya coba. Devan kan sahabatnya. Salah kalau sahabat pengen tahu perempuan yang lagi dekat dengannya apa.

"Mau singgah makan gak?"

"Gak?"

"Loh tumben?"

"Gak usah kepo."

•••

Selesai mata kuliah sore ini Noah mengajak Vegas mabar. Vegas itu jago main game jadi Noah sering suka main bersama.

Vegas memang cuek orangnya, irit bicara tapi gak pelit jawaban makanya Noah suka berteman dengan Vegas.

"Makasih Gas," Ucap Noah saat Vegas memberinya air minu.

"Hmm."

Noah berdehem sejenak. Kedatangannya ke apartemen cowok ini selain main game ia juga punya tujuan yang lainnya.

Devan memberinya tugas menanyakan tentang pendapat Vegas soal Vanya karena Noah sendiri yang paling dekat dengan Vegas. Karena mereka satu kelas.

"Gas setelah Vanya ngegombal lo, lo rasain apa?"

"Biasa aja."

Orang cuek itu sulit di tebak jadi Noah harus sabar-sabar saja.

"Tapi kayaknya Vanya suka sama lo deh. Gak minat lo sama teman gue?"

"Dia cantik loh Gas. Banyak banget loh yang dekatin dia. Masa lo gak mau sama dia padahal kayaknya dia suka sama lo,"

"Gimana Gas menurut lo?"

Vegas mengangkat kepalanya yang sebelumnya memainkan ponselnya.

"Serius lo nanya ini sama gue?"

"Serius lah," Seru Noah.

"Yakin gak merasa bersalah kalau gue nantinya bakal suka sama Vanya?"

"Maksudnya?" Tanya Noah kebingungan. Orang cuek mah seperti ini. Suka sekali bicara tak jelas.

"Gue tahu Devan suka sama Vanya. Suka dari lama malahan tapi sahabat lo itu gak berani," Vegas tersenyum miring.

"Kenapa harus bertahan sama perempuan yang gak peka? Kalau suka banget ya tinggal bilang gak usah awasin gue. Toh kalau Vanya suka sama gue itu berarti Devan cuma di anggap sahabat."

"Jahat banget lo."

"Perasaan itu gak bisa di paksa Noah. Gue tahu Devan ngutus lo buat awasin gue. Lo ngomong kayak gitu ke gue seakan-akan lo tahu aja takdir ke depannya. Kalau gue sampai suka sama Vanya kayak yang lo bilang gimana?"

"Siapa yang paling nyesel dan paling di rugikan di sini?"

"Lo dan sahabat lo itu. Lo bakal nyesel karena nawarin Vanya ke gue. Dan sahabat lo yang gak punya keberanian itu akan semakin sakit hati."

"Gue...gue cuma pengen tahu aja siapa tahu lo suka sama Vanya."

"Kalau gue suka sama dia gue bakal ngomong sama lo."

"Tega lo ya."

Vegas menghela nafas lelah. Noah sendiri yang menawarkan dan saat Vegas mengutarakan apa yang ia pikirkan dirinya di anggap jahat. Ini ia yang salah tanggap atau Noah sih.

"Oke mau lo apa?"

"Gue mau lo jangan suka sama Vanya."

"Oke."

Noah tersenyum merekah tapi sedetik kemudian senyumannya luruh mendengar kelanjutan pembicaraan Vegas.

"Kalau takdir yang minta. Tapi jangan salahin gue kalau kedepannya gue malah suka sama Vanya."

1
Istiy Ana
Perempuan tuh butuh kepastian Dev, lebih baik nyatakan ke Vanya apapun yg terjadi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!