Marina, wanita dewasa yang usianya menjelang 50 tahun. Telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarganya. Demi kesuksesan suami serta kedua anaknya, Marina rela mengorbankan impiannya menjadi penulis, dan fokus menjadi ibu rumah tangga selama 32 tahun pernikahannya dengan Johan.
Tapi ternyata, pengorbanannya tak cukup berarti di mata suami dan anak-anaknya. Marina hanya dianggap wanita tak berguna, karena ia tak pernah menjadi wanita karir.
Anak-anaknya hanya menganggap dirinya sebagai tempat untuk mendapatkan pertolongan secara cuma-cuma.
Suatu waktu, Marina tanpa sengaja memergoki Johan bersama seorang wanita di dalam mobilnya, belakangan Marina menyadari bahwa wanita itu bukanlah teman biasa, melainkan madunya sendiri!
Akankah Marina mempertahankan pernikahannya dengan Johan?
Ini adalah waktunya Marina untuk bangkit dan mengejar kembali mimpinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#12
#12
“Siapa Kamu?!”
“Maaf, Aku hanya berusaha menolongmu.”
Pria itu mendongak, ia cukup terkejut mengetahui siapa wanita yang berusaha menolongnya.
“Kamu pikir aku cacat, dan butuh pertolongan?!” tolak tuan Gusman dengan nada tak menyenangkan, ia bahkan menepis kasar genggaman tangan Marina.
Marina pun cukup terkejut, ia mundur sejenak, tapi sudut matanya melihat ada seekor ulat bulu di bagian punggung kaos tuan Gusman. Marina bermaksud mengambil ulat tersebut, tapi jalanan yang licin membuat tuan Gusman kembali terpeleset, hingga reflek Marina menggunakan kedua tangannya untuk mencengkeram ujung kaos tuan Gusman.
Kejadian tak terduga itu, cukup membuat wajah tuan Gusman merah karena malu, seorang wanita asing yang baru ia temui kini melihat sebagian perut, dada, serta punggungnya. “Apa yang Kamu lakukan?!” Dengan mata melotot tuan Gusman meninggikan suaranya.
“M-maaf, Saya hanya bermaksud menolong, sungguh,” cicit Marina dengan suara terbata, ia terkejut, dan tak menyangka kejadiannya akan seperti ini.
Tuan Gusman kembali berdiri, ia mengibaskan telapak tangannya ke bagian belakang celananya yang kotor karena noda lumut. “Bermaksud menolong tapi sengaja menyingkap pakaian, jangan-jangan Kamu seorang wanita mesum,” tuduh tuan Gusman, seraya melihat lengan tangannya yang mulai merinding.
Jelas Marina tak terima, “Kalau tak mau di tolong ya sudah, tapi jangan menuduh sembarangan,” balas Marina sewot.
“Sembarangan?! Bukti sudah jelas, jangan mengelak,” tukas tuan Gusman.
“Siapa yang mengelak? Kalau tak percaya, lihat saja punggung Anda, ada seekor ulat bulu sedang merayap di sana.” Akhirnya Marina mengatakan apa yang ia lihat, namun respon tuan Gusman sungguh diluar dugaan.
“APA?! ULAT BULU?!” teriak tuan Gusman, dengan wajah pias ketakutan.
“Kenapa tak bilang sejak tadi!?” tanyanya panik, ia menghentak-hentakkan tubuhnya, dengan tujuan agar si ulat bulu, luruh dengan sendirinya.
Pria penuh wibawa itu, mendadak bertransformasi seperti balita yang sedang tantrum ketakutan karena seekor ulat bulu sedang menempel di pakaiannya.
Marina terdiam, hendak menolong namun takut jika maksudnya disalah artikan, jadi ia hanya diam tak tahu harus berbuat apa. “Percuma saja, Tuan. Ulat bulunya tak akan turun begitu saja.”
“Lalu, kenapa Kamu diam saja?”
“Katanya Anda bukan orang cacat?” sindir Marina, dan tuan Gusman hanya bisa komat-kamit mengumpat tak jelas.
“Kamu meledekku?”
“Tidak, Aku ingat seseorang baru saja mengatakan kalimat itu padaku.”
Tuan Gusman semakin geram, hingga ia membuang harga diri dan gengsinya. “Cepat, lakukan sesuatu!” pinta tuan Gusman.
“Janji ya, jangan bilang Saya mesum.”
“Isshh dasar Wanita Cerewet!” gerutu tuan Gusman.
“Setidaknya Pria tua itu tak mengataiku mesum.” Sambil menggerutu, Marina mengambil setangkai rantai kering, kemudian menggunakan benda tersebut sebagai alat untuk mencongkel tubuh si ulat bulu yang menempel di kaos tuan Gusman.
“Sudah terlepas,” ujar Marina setelah berhasil melakukan tugasnya.
Setelah dirasa aman, Tuan Gusman kembali menoleh, namun sekali lagi ia menjerit ketakutan. Karena Marina belum membuang ulat bulu tersebut. “Kenapa masih memegangnya? Singkirkan makhluk berbulu itu sekarang!!”
Mendengar jeritan tuan Gusman, Marina segera melempar ulat bulu tersebut ke semak. “Oh, maaf.”
Tuan Gusman pun melangkah pergi begitu saja, namun ia kembali berbalik ketika melupakan sesuatu. “Terima kasih.”
“Sam … “ Marina tak sempat melanjutkan kalimatnya, karena tuan Gusman melanjutkan langkahnya dengan terburu-buru.
Marina mengangkat kedua pundaknya acuh, ia pun kembali melanjutkan langkahnya, menikmati pemandangan dan udara sekitar.
•••
Sementara itu, tuan Gusman sudah sampai kembali di rumah peristirahatan, rumah itu dulu dibangun sebagai tempat istrinya beristirahat sambil menjalani pengobatan.
Saking besarnya rasa cinta tuan Gusman untuk wanita yang mendampinginya sejak muda, pria itu bahkan membangun rumah sakit kecil dengan fasilitas super lengkap, bahkan dokter yang bekerja di sana pun hanya dokter pilihan.
Tapi Anna adalah sosok wanita baik, dan dermawan, ia tak ingin menikmati fasilitas kesehatan itu seorang diri, maka akhirnya tempat tersebut, juga menjadi tempat berobat bagi mereka yang membutuhkan, dan semuanya gratis, karena tuan Gusman tak pernah memungut biaya.
Tuan Gusman masuk ke rumah dengan disambut Agung yang sudah berpakaian rapi dan formal. “Selamat pagi, Tuan. Pakaian Anda sudah saya pastikan rapi dan higienis.”
Ngomong-ngomong soal pakaian, tuan Gusman tiba-tiba teringat kaosnya yang baru saja ketempelan ulat bulu. Ia segera melepas kaos tersebut, dan melemparkannya pada Agung asistennya. Agung dengan sigap menangkapnya, sebelum benda malang tersebut menutupi wajahnya.
“Cuci kaos itu sampai benar-benar bersih, tadi ada ulat bulu menempel di sana,” perintah tuan Gusman.
“Kalau masih tak bersih?” tanya Agung sengaja berbuat iseng pada sang tuan.
“Buang saja!” jawab tuan Gusman ketus, dan tanpa berpikir panjang. Karena selembar kaos tak berarti apa-apa baginya yang seorang penguasa di Senopati Group.
Agung menatap kepergian tuan Gusman, ia senang berada di sisi tuan Gusman, entahlah, tapi pria yang kini pemarah itu sudah seperti ayah kandung baginya.
Bisa dibilang, Agung adalah salah seorang yang tahu seperti apa tuan Gusman di balik layar, pria itu adalah pria yang lembut dan berhati hangat, tetap menonjolkan sisi kedermawanan dibalik sikapnya yang ketus dan sedikit menyebalkan.
Di kamarnya, tuan Gusman tengah membersihkan diri di kamar mandi, karena ia harus bersiap pergi bekerja seperti biasa. Tiba-tiba bayangan wajah Marina melintas.
Tanpa bisa dicegah, ada debar halus menyelimuti dadanya. Karena semalam tanpa sadar ia terpesona menatap wajah Marina ketika wanita itu pingsan. Namun perasaan kagum itu segera di tepis, karena ia tak ingin menggeser posisi istrinya.
Akhirnya tuan Gusman bergegas menyelesaikan keperluannya, sebelum pikirannya mengarah ke mana-mana.
•••
Marina tiba kembali di ruang perawatannya, di atas meja portable sudah tersedia sarapan dengan menu yang tak murah, walau tak bisa dikatakan mewah. Tapi Marina sangat senang, karena untuk pertama kalinya, ia makan sarapan tanpa perlu memasaknya.
Setelah cuci tangan, Marina pun bersiap menyantap makanannya, tapi kemudian ia ingat ponselnya belum menyala sejak ia bangun pagi tadi. Syukurlah orang yang menolongnya adalah orang baik, jadi barang-barang di dalam hand bagnya masih utuh, tak hilang satupun.
Marina keluar ruangan guna meminjam adaptor untuk mengisi daya ponselnya, dan setelah memastikan ponsel menyala selagi di-charge, Marina mulai menyantap sarapannya.
Belum sampai separuh porsi ia makan, ponselnya berbunyi, rupanya Burhan yang sedang meneleponnya.
“Assalamualaikum.” Marina menjawab panggilannya.
“Waalaikumsalam. Ma … Aku meletakkan pakaian kotor di depan pintu.”
Deg! Marina terdiam, lagi-lagi Burhan bermaksud meminta padanya mencucikan pakaian kotor.
“Lalu?”
“Ya … cuciinlah, Aku dan Ina sedang sama-sama sibuk.” Lagi-lagi Burhan beralasan, bahkan tak ada embel-embel minta tolong.
“Mulai sekarang, kerjakan sendiri apa yang menjadi tanggung jawabmu beserta istrimu,” jawab Marina datar.
“Tapi Mama tahu, Aku sibuk, Ina pun sama,” sungut Burhan.
“Itu bukan urusan Mama. Mulai sekarang Mama hanya akan merawat diri Mama sendiri.”
“Tapi, Ma … “
Marina mematikan sambungan telepon Burhan, dan hingga beberapa saat kemudian ia terus menolak panggilan putra bungsunya tersebut.
“Kamu melakukan hal yang benar, Marina, walau sedikit terlambat biarkan Burhan belajar, jangan selalu memanjakannya.”
Pendukungmu gak kaleng kaleng.
bnr jodoh tak kan kemana.
nanti ke hati bapak kok.hehehehehehe
mungkin nanti malam wa nya di balas sebelum bobok,biar tuan gusman tambah galau sampai kebawa mimpi🤣
bawang jahatna ya si Sonia
aku ngakak bukan cuma senyum2