NovelToon NovelToon
Wanita Di Atas Kertas

Wanita Di Atas Kertas

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Wanita Karir
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Black moonlight

Naya, hidup dalam bayang-bayang luka. Pernikahan pertamanya kandas, meninggalkannya dengan seorang anak di usia muda dan segudang cibiran. Ketika berusaha bangkit, nasib mempermainkannya lagi. Malam kelam bersama Brian, dokter militer bedah trauma, memaksanya menikah demi menjaga kehormatan keluarga pria itu.

Pernikahan mereka dingin. Brian memandang Naya rendah, menganggapya tak pantas. Di atas kertas, hidup Naya tampak sempurna, mahasiswi berprestasi, supervisor muda, istri pria mapan. Namun di baliknya, ia mati-matian membuktikan diri kepada Brian, keluarganya, dan dunia yang meremehkannya.

Tak ada yang tahu badai dalam dirinya. Mereka anggap keluh dan lemah tidak cocok menjadi identitasnya. Sampai Naya lelah memenuhi ekspektasi semua.

Brian perlahan melihat Naya berbeda, seorang pejuang tangguh yang meski terluka. Kini pertanyaannya, apakah Naya akan melanjutkan perannya sebagai wanita sempurna di atas kertas, atau merobek naskah itu dan mencari kehidupan dan jati diri baru ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sorotan

Rumah Sakit Militer – Ruang Perawatan Intensif

Udara di ruangan itu terasa berat. Suara alat medis berbunyi pelan, menciptakan ritme monoton yang menyatu dengan ketegangan di dada Brian.

Naya masih terbaring di ranjang rumah sakit, selang infus terpasang di lengannya, oksigen membantu pernapasannya. Warna pucat masih menghiasi wajahnya, meski angka di monitor menunjukkan kondisinya mulai stabil.

Brian duduk di kursi di samping ranjang, kepalanya tertunduk, siku bertumpu pada lutut. Untuk pertama kalinya sejak malam tadi, ia mengizinkan dirinya menarik napas panjang—bukan karena lega, tapi karena lelah.

Dia berhasil.

Naya bertahan.

Namun, pertanyaan besar masih menggantung di udara. Apa yang sebenarnya terjadi malam itu?

Fragmen samar mulai mengusik pikirannya. Ingatannya hanya sampai pada Naya yang membantunya masuk ke apartemen—Brian yang nyaris roboh, kepala berat oleh alkohol. Dia ingat suara Naya memanggil namanya pelan, lalu... kosong.

Ia terbangun pagi harinya dengan kepala berdenyut, dan Naya...

Brian memejamkan mata.

Ponselnya tiba-tiba bergetar. Lagi.

Lisa.

Brian menghela napas panjang. Ia tahu adiknya pasti panik karena Naya tak bisa dihubungi sejak tadi malam. Jika dia tidak segera menjawab, Lisa akan langsung datang mencari mereka.

Dengan enggan, Brian merogoh ponselnya dan menggeser tombol hijau.

"Lisa," suaranya rendah, serak.

"Kak! kamu di mana?!" suara Lisa terdengar cemas. "Aku dari tadi coba hubungi Naya, tapi nomornya nggak aktif. Kak Bi tahu dia di mana?"

Brian memijat pelipisnya. "Dia… ada di rumah sakit."

Hening sejenak.

"Apa?" suara Lisa bergetar. "Rumah sakit? Kenapa?!"

Brian menarik napas panjang, berusaha menjaga suaranya tetap tenang.

“Datang aja ke Rumah Sakit Militer,” katanya. “Aku nggak bisa jelasin di telepon.”

“Kak—”

Tapi Brian sudah memutus panggilan.

Kepalanya berdenyut. Ia tahu Lisa tak akan berhenti sampai dia mendapat jawaban. Dan lebih buruknya, Lisa pasti akan menarik semua orang ke dalam pusaran ini—termasuk kedua orang tua mereka.

Brian menatap Naya. Gadis itu masih diam, napasnya pelan di balik masker oksigen. Ada luka kecil di pelipisnya, lebam ungu di pipi, dan bibir pecah yang sudah sedikit berdarah meski sudah dibersihkan.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Brian mengepalkan tangan, frustrasi pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia tidak mengingat apa pun?

30 Menit Kemudian

Suara langkah tergesa-gesa menggema di koridor.

Lisa muncul di ambang pintu, wajahnya panik. Begitu matanya menangkap sosok Naya di ranjang rumah sakit, dia langsung membeku.

“Kak… apa…?” Lisa tak sanggup menyelesaikan kalimatnya.

Perlahan, dia mendekat, matanya menyapu seluruh tubuh sahabatnya. Nafas Naya tersengal pelan di balik masker oksigen, tangannya pucat dengan jarum infus terpasang. Tapi yang membuat Lisa benar-benar kehilangan kata-kata adalah lebam di pipi Naya dan luka di bibirnya.

Seketika, amarah membara dalam dirinya.

Dia berbalik, menatap Brian yang berdiri di sudut ruangan, wajahnya kusut dan lelah.

“Apa yang Kakak lakuin ke Naya?” suara Lisa bergetar, setengah berbisik, setengah mendesak.

Brian mengeraskan rahangnya. “Aku nggak ngelakuin apa-apa.”

“Jadi kenapa dia kayak gini?!” suara Lisa melengking, tangannya gemetar. “Kak Brian yang terakhir sama dia, kan? Kak Bi bawa dia ke rumah sakit, kan? Jawab, Kak!”

Brian mengalihkan pandangannya, mengatur napas. “Aku nggak tahu.”

Lisa tertawa sinis, matanya memerah. “Omong kosong!”

Dia maju, mencengkeram kerah jas dokter Brian.

“Kamu serius bilang ke Aku kalau Kakak nemuin Naya kayak gini tanpa tahu kenapa?” desisnya.

Brian tak melawan. Dia hanya diam, membiarkan Lisa meluapkan semua emosinya.

“Dia sahabat aku, Kak! Aku berhak tahu!” suara Lisa pecah, air matanya mulai tumpah. “Apa Kak Brian sadar gimana rasanya ngeliat dia kayak gini? Lebam, berdarah… Naya nggak pernah kayak gini.”

Brian memejamkan mata.

Lisa mendorong dada Brian dengan marah. “Kamu ngelakuin apa ke dia Kak?! Apa Kakak—”

“AKU GAK NGELAKUIN APA-APA!”

Suara Brian meledak.

Hening.

Lisa menatap kakaknya, terkejut. Ini pertama kalinya ia melihat Brian kehilangan kendali.

Brian meremas rambutnya, menarik napas pendek-pendek. “Aku… Aku beneran nggak tahu, Lis.” Suaranya melemah. “Aku mabuk… dan waktu aku bangun, Naya udah kayak gini.”

Lisa membeku.

Kata-kata Brian berputar-putar di kepalanya.

“Jadi kakak beneran nggak inget apa pun?” tanya Lisa, nyaris berbisik.

Brian menggeleng, rahangnya mengeras.

Lisa mundur selangkah, memeluk dirinya sendiri. “Kak… ini nggak masuk akal.”

Brian tak menjawab.

Lama mereka terdiam, sampai Lisa merogoh ponselnya.

“Lisa, jangan,” Brian memperingatkan.

Tapi Lisa sudah menekan nomor di layarnya.

Suara Brian meninggi. “Aku bilang jangan!”

Tapi panggilan tersambung.

“Ma…” suara Lisa pecah. “Tolong ke rumah sakit sekarang.”

Brian memukul dinding, frustrasi.

Lisa menatap kakaknya, air mata masih mengalir di pipinya. “ Kakak pikir aku bakal diem aja liat Naya kayak gini?”

Brian tak menjawab. Dia hanya menatap kosong ke arah Naya.

Beberapa Menit Kemudian

Brian berdiri di luar ruangan, wajahnya tenggelam dalam bayang-bayang kecemasannya sendiri. Perawat dan dokter lain yang mengenalnya sebagai seorang dokter bedah trauma di rumah sakit itu memandangnya dengan tatapan bingung.

“Dokter Brian, apa yang terjadi?” tanya salah satu rekannya, Dokter Arman, dengan nada hati-hati. “Kami dengar Anda membawa seorang wanita dalam kondisi... cukup parah.”

Brian hanya menggeleng, tak mampu memberi jawaban.

Bisik-bisik mulai terdengar. Seorang dokter ternama membawa seorang wanita muda yang babak belur di pagi buta? Kabar itu pasti akan menyebar.

Seorang perawat lain berbisik pada rekannya, tak sadar Brian bisa mendengar. “Apa dia pacarnya? Atau pasien darurat?”

Brian mengatupkan rahangnya rapat-rapat.

Ini baru permulaan.

Dia tahu, tak peduli seberapa keras dia mencoba menjelaskan, sorotan publik sudah mulai mengarah padanya.

Dan malam itu, semuanya semakin kacau.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!