Kejadian pilu pun tak terduga menimpa Bjorn, para polisi menuduh dia sebagai kaki tangan seorang kriminal dan akhirnya ditembak mati secara tragis.
Bjorn yang tidak tahu alasannya mengapa dirinya harus mati pun terbangun dari kematiannya, tetapi ini bukanlah Akhirat.. Melainkan dunia Kayangan tempat berkumpulnya legenda-legenda mitologi dunia.
Walau sulit menerima kenyataan kalau dirinya telah mati dan berada di dunia yang berbeda, Bjorn mulai membiasakan hidup baru nya dirumah sederhana bersama orang-orang yang menerima nya dengan hangat. Mencoba melupakan masa lalunya sebagai seorang petarung.
Sampai saat desa yang ia tinggali, dibantai habis oleh tentara bezirah hitam misterius. Bjorn yang mengutuk tindakan tersebut menjadi menggila, dan memutuskan untuk berkelana memecahkan teka-teki dunia ini.
Perjalanan panjangnya pun dimulai ketika dia bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.
(REVISI BERLANJUT)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudha Lavera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Bintang tamu
Yver dan Bjorn berlari menyisir pepohonan rimbun. Tatapan Bjorn tak teralihkan, matanya menyorot lurus kedepan. Meski pertemuannya dengan Bjorn adalah hal yang tak disengaja, Yver yang angkuh ini mencoba tulus untuk ikut andil dalam masalah pribadi regu Bjorn..
Yver yang berlari disebelahnya memberikan aba-aba "Sebentar lagi kita sampai, dinding kaisar sudah terlihat" Dinding yang terbuat dari tanah liat yang kokoh itu sangat persis dengan arsitektur Koloseum Romawi di Italia.
Ketika mereka tiba tepat di depan pintu masuk, bangunan ini sangat sepi dari penjagaan, tidak seperti Kekaisaran yang Bjorn kira. Tatapannya tenggelam dalam lamunan saat ia melihat bentuk bangunan yang arsitektur-nya sama persis seperti dunia yang ia huni sebelumnya, sangat aneh jika ada Koloseum di tempat seperti ini baginya.
"Ayo Bjorn, kita masuk lewat sini" Panggil Yver membuka pintu utama.
Bjorn tersentuk, "Ah benar, ayo kita masuk"
Mereka berdua berjalan melewati lorong yang dalam dan gelap, penerangan jalan sempit ini hanya menggunakan beberapa obor api yang ditempelkan di dinding-dinding lorong, Bjorn melangkah dengan mata melintasi setiap celah dinding sempit itu, tingkah laku Bjorn membuat Yver penasaran "Dari tadi apa yang kau perhatikan? apa kau merasa ada sesuatu yang janggal?"
"Ehm.. Ini sangat tidak asing bagiku, ini.." mereka berjalan semakin dalam, terdengar suara ramai yang samar-samar, secercah cahaya di tepi lorong mulai terlihat, suara samar itu semakin jelas, seperti orang ramai yang tengah bersorak. Langkah mereka sampai kepada pintu keluar dari lorong yang gelap dan lembab itu.
Cahaya matahari yang terik, seakan seperti lampu tembak sorot yang mengejutkan mata mereka berdua, Bjorn menghalau cahaya terik yang menyilaukan di wajah-nya dengan telapak tangan, penglihatannya mencoba beradaptasi dan berangsur normal, sungguh mengejutkan bahwa lorong yang sebelumnya mereka lewati, tertuju pada arena luas yang di pertontonkan banyak monster layaknya tontonan gladiator.
Berbagai monster yang duduk dikursi penonton itu bersorak riuh "BUNUH! BUNUH! BUNUH! BUNUH!"
Bjorn dan Yver kebingungan dengan situasi ini, mereka menatap sekelilingnya kebingungan lalu saling melempar pandang dengan tanda tanya.
Kemudian pintu besi yang agak berkarat dari sudut seberang tempat mereka berdiri, terbuka. Se-sosok Ogre bertubuh besar berjalan memasuki arena, memegang dua Machete, yaitu golok besar yang melengkung di kedua tangan-nya. Dia berjalan ke tengah arena, langkah kaki nya memunculkan suara dentuman tanah "Wahai prajurit pemberani.. Nama ku Myokolenko, anak dari Myokitopo" Ucap nya sambil menggesekkan dua goloknya terasah.
Yver berkeringat. Aku tak takut melawan Ogre besar ini, tapi tolong jelaskan situasi apa ini? Kenapa kami berdua malah terlibat di arena bertarung seperti ini, kita akan di apakan? Ucap Yver bergumam.
Pria bangsawan itu menelan ludah-nya, meski agak ragu ia menarik pedang-nya dari sarung pedang yang tergantung di pinggang, "Nama-ku Yver Chenko, anak dari Mathias Chenko"
"...." Yver melirik-kan mata pada Bjorn sambil menggoyangkan lehernya seakan berkata "Giliranmu"
"Nama ku Bjorn Erez, kau tak perlu tahu siapa orang tua-ku"
Seorang pria dari kerumunan penonton mengangkat sebelah tangannya ke langit, berteriak "STOPPP" kemudian sorak yang ramai itu pun tiba-tiba menjadi hening seketika.
Pria tersebut duduk di singgasana mewah, kaki-nya melipat diatas kaki satunya, sebelah tangannya menopang pipi, memakai jaket kulit dengan bulu lembut di kerah jaketnya, dan memakai celana jeans dengan robekan di lutut, dia adalah Bos atau Raja dari Kekaisaran Platas.
Bangun dari duduknya.. Melompat turun kedalam arena dengan akrobatik, melipat rambut gondrong-nya yang kuning ke-emasan ke belakang telinga, menatapan tajam mata Bjorn "Kau yakin nama mu Bjorn Erez?" Ucapnya.
"Aku sudah menyebutkannya" Balas Bjorn.
Memberi senyum sebelah bibir "Kalau begitu.. Perkenalkan, nama ku Theo Dubois" Melepas tangannya dari rambut yang dilipat ditelinga.
Nama itu menyengat Bjorn, alisnya tertekuk, bibirnya kaku tak bisa berkata apa-apa, nama itu sungguh membuat pikirannya kacau.
Bjorn pun semakin yakin setelah memperhatikan perawakan Theo, wajahnya sungguh tak asing dari ingatannya. Dan tidak salah lagi.. Kalau Theo adalah adiknya yang sudah lama tak pernah ia jumpai sejak kecil.