Novel Keduabelas 🩶
Namaku Jennaira. Kisah ini adalah tentang aku yang menikah dengan seorang pria sempurna. Bertahun-tahun aku menganggapnya seperti itu, sempurna. Namun setelah menikahinya, semua berubah. Penilaianku terhadapnya yang asalnya selalu berada di angka 100, terus berubah ke arah angka 0.
Benar kata pepatah, dont judge a book by its cover. Penampilannya dan segala kemampuannya berhasil menghipnotisku, namun nyatanya hatinya tak seindah parasnya dan aku terlambat menyadarinya.
Unofficial Sound Track: Pupus
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Cincin
Setelah mengajar Senin itu, aku makan malam bersama dengan Rita di sebuah restoran sunda. Kami duduk di sudut di salah satu tempat lesehan.
Saat sedang makan, Rita meraih tanganku. "Cincin baru nih," goda Rita melihatku menggunakan cincin rose gold yang baru dilihatnya. Rita memang sangat peka dan tahu jika ada sesuatu yang berbeda dariku.
Aku pun tersenyum tersipu menatap cincin itu.
"Mencurigakan," telisik Rita. "Kenapa lo senyum-senyum sambil lihat cincin itu?"
Aku langsung saja gelagapan. "Eng-enggak apa-apa, kok. Gue gak senyum-senyum."
"Dasar, lo masih gak bisa bohong." Kemudian Rita kembali menyantap gurame bakar yang dipesannya.
Aku tengah mempertimbangkan, apa aku katakan pada Rita tentang pertunanganku dengan Gaga? Bagaimana pun Rita adalah sahabatku. Hal sepenting ini bukankah harusnya aku katakan padanya?
"Itu..." ucapku menggantung. Rita menatap ke arahku sambil mengangkat sedikit dagunya seakan menyahut 'kenapa?'
"Karena lo sahabat gue, gue bakal bilang sama lo," terangku malu-malu.
Rita langsung mengerti maksudku. "Serius?! Ini cincin tunangan apa lamaran gitu bukan?" tebak Rita dengan sangat tepat.
Aku mengangguk tersipu seraya menatap mulutku, tak ingin senyumku yang lebar karena merasa bahagia ini terlihat terlalu berlebihan.
"Sama siapa, Ra? Lo gak ada pacar selama ini, kemarin lo pulang kampung tiba-tiba lo udah tunangan aja." Rita begitu penasaran.
Aku meredam senyumku. "Sama cowok yang selama ini gue suka."
"Tunggu. Sama cowok itu? Yang lo suka dari SD? Tetangga lo itu?" Kedua mata Rita sampai membulat sempurna.
Aku mengangguk lagi. Kemudian Rita berteriak heboh seraya memelukku. "Gila, gue ikut seneng. Happy ending gak sih kisah cinta lo, Ra? Selama ini lo cuma bisa lihat dia dari jauh, tapi tiba-tiba lo tunangan sama dia. Gimana ceritanya?"
Kemudian kuceritakan semua hal yang terjadi sejak kepulanganku ke Bandung Jumat lalu itu.
"Jadi lo dijodohin? Terus cowok itu gimana? Siapa sih namanya? Gue lupaa"
"Namanya... Sagara. Tapi gue panggil dia pakai nama kecil dia. Gaga," terangku.
"Itu nama pasaran banget, ya. Mantannya si Alleta juga namanya Sagara walaupun dipanggilnya Saga."
"Sebenernya, Ta," ungkapku hati-hati. "Mantan pacarnya Alleta itu memang Gaga."
Rita terlihat bingung sesaat. Sampai matanya kembali melotot. "Maksud lo, lo tunangan sama Saga mantannya Alleta? Jadi dia cowok yang selama ini lo suka diem-diem, Ra?!" tanya Rita dengan suaranya yang stereo.
Aku sampai menatap maaf ke kanan-kiri kami karena mereka menoleh ke arah kami sekarang.
"Jangan keras-keras, Ta. Malu orang-orang jadi pada ngelihatin," tegurku.
"Abisnya gue gak nyangka banget, Ra." Tatapan kasihan Rita kini ia tujukan padaku. "Alleta sama Saga pacaran lama banget. Selama itu, enggak, bahkan sebelum itu, sejak lo SD, lo udah cinta sama Saga?"
Kepalaku tertunduk menatap cincin itu. "Iya, Ta."
"Ya Ampun. Kalau udah jodoh bisa gitu ya. Lo gak pernah ngomong apapun. Bahkan lo cuma lihatin dia dari jauh, tiba-tiba dia jadi tunangan lo."
Aku mengangguk setuju. "Iya, Ta. Walaupun sekarang Gaga belum cinta sama gue, gue yakin dia bisa cinta sama gue juga suatu hari nanti."
"Iya sih, jatohnya dia kepaksa tunangan sama lo gara-gara bokapnya. Tapi lo jangan nyerah ya, lo harus bisa bikin dia cinta juga sama lo." Rita memberi semangat.
Entahlah, mendapat dukungan seperti itu dari sahabat terbaikku. Aku semakin optimis. Gaga pasti bisa mencintai aku sama seperti ia mencintai Alleta. Tidak, mungkin bisa lebih besar.
Tanpa aku ketahui, sebenarnya dalam hati Rita, ia agak khawatir. Ia melihat perbedaan antara duniaku dan dunia Gaga dan Alleta. Namun ia tetap mendukungku karena ia berpikir itu hanya kekhawatirannya saja. Aku pun tidak mengatakan bagaimana perlakukan Gaga terhadapku sejak pertama kami diminta untuk menikah. Karena ceritanya akan lain, Rita pasti malah akan memintaku berhati-hati dan memikirkan ulang mengenai pernikahan ini.
Tapi tidak, aku tidak akan merusak semua kebahagiaan ini dengan menceritakan kekurangan Gaga. Gaga tidak jahat. Ia hanya belum mencintaiku. Itu saja.