Yang satu punya banyak problematik, yang satunya lagi bocah bebas semaunya. Lalu mereka dipertemukan semesta dengan cara tak terduga.
Untuk tetap bertahan di dunia yang tidak terlalu ramah bagi mereka, Indy dan Rio beriringan melengkapi satu sama lain. Sampai ada hari dimana Rio tidak mau lagi dianggap sebagai adik.
Mampukah mereka menyatukan perasaan yang entah kenapa lebih sulit dilakukan ketimbang menyingkirkan prahara yang ada?
Yuk kita simak selengkapnya kisah Indy si wanita karir yang memiliki ibu tiri sahabatnya sendiri. Serta Rio anak SMA yang harus ditanggung jawabkan oleh Indy.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Pagi yang cerah, penuh semangat, penuh bunga-bunga--di hati.
"Bibir kamu kenapa?" tanya Indy kepada Rio yang sedang memakai helm. Tangan Indy terulur mengoleskan salep di sana.
"Digigit."
"Yang benar?"
"Jatoh."
"Bagus. Seperti itu jawabannya jika nanti ada yang bertanya-tanya."
Rio menarik senyum.
Luka yang diderita Rio adalah cap yang diberikan Indy semalam. Di rasa-rasa ada manis seperti jeruk, lantas Indy gemas dan spontan melukai Rio. Indy menuding Rio menggunakan pasta gigi anak-anak rasa jeruk. Rio dibuat tertawa kala itu, bisa-bisanya Indy berpikiran Rio memakai odol kodomo.
"Tapi aku tidak mau bohong kak."
"Ya---itu sih bagus. Tapi kan-- yaudah lah jujur emang lebih bagus. Aku nggak bermaksud ngajarin kamu buat bohong, tapi ada situasi dimana lebih baik menutupi daripada runyam." Indy kalut dengan perbuatannya sendiri. Sementara Rio terkesan santai dengan apa yang menimpa.
"Aku juga tidak akan membuat situasi menjadi runyam kak. Kak Indy tenang saja. Selama ini tidak ada yang pernah bertanya keadaanku selain Dimas. Luka kecil ini tidak akan membuat orang-orang bertanya aku kenapa. Jadi aku tidak perlu berbohong ataupun jujur."
Kok bisa begitu? benak Indy.
"Tapi bagaimana dengan Dimas? katamu dia selalu bertanya."
"Dijawab 'rahasia', Dimas akan paham dan tidak membahasnya lagi."
"Yasudah kalau gitu. Hati-hati di jalan."
Rio mengangguk, "kakak juga hati-hati di jalan. Jangan lupa obat yang aku berikan tadi diminum. Tidak boleh di skip ya kak."
"Iya Rio."
"Juga jangan terlalu banyak memikirkan hal yang bikin kakak sedih. Kalau paniknya datang lagi, fokuskan pikiran kakak untuk tidak memikirkan apa yang kakak takutkan yang tidak bisa kakak hindari. Alihkan pikirkan kakak seperti yang aku bilang tempo hari."
"Iya Rio."
"Libatkan aku jika kakak mau pergi-pergi ke rumah sakit. Aku yang akan anterin kakak."
"Iya bawel!"
TUK!
Indy menutup paksa kaca helm Rio. Dia berbalik, berjalan menuju mobilnya sambil senyam-senyum.
Rio sekarang bawel banget. Tapi aku suka.
...*****...
Naga grup.
"Ada perlu apa Jun? apa kamu lagi kangen sama saya?" Handi bertanya pada wanita yang baru saja datang dari pintu.
"Tadinya aku mau mengabarkan pada Mas lewat hp, tetapi karena aku lagi ada SPA di dekat sini, sekalian aku mampir saja. Rhinzy sedang sakit Mas, dia butuh kita sebagai orang tuanya."
"Sakit apa? sebenarnya saya lagi ada jadwal meeting penting hari ini. Kalau bisa, kamu wakilkan saja kesana."
"Meetingnya memang sampai jam berapa Mas?" Juni berusaha mencari celah agar Handi ikut menengok Indy.
"Tidak dapat dipastikan. Saya menebak bisa sampai malam."
"Kalau begitu, bagaimana jika malam saja kita menjenguknya? Sesibuk apapun anak adalah yang paling utama Mas. Dia butuh suport dari kita."
"Rhinzy sakit apa memangnya sampai harus mendapat support begitu?" Handi cemas dari lubuk hati yang paling dalam. Dia simpan rapat-rapat kecemasan tersebut.
"Belum tahu sih, soalnya masih dalam pemeriksaan. Hanya saja daya tahan tubuhnya sedang menurun."
Handi menarik nafas panjang, membuangnya bersamaan tertutupnya berkas yang sudah ia tandatangani. Lelaki paruh baya itu menatap Juni dan menarik tubuh si istri jatuh ke pangkuan.
"Yasudah kalau begitu, saya usahakan selesai cepat-cepat agar bisa menengok Rhinzy. Kamu memang sangat perhatian pada putriku. Seharusnya dia bisa menerima kehadiran mu Jun."
Satu kecupan mendarat di pipi Handi. Noda lipstick merah Juni menempel disana.
"Hati manusia tidak bisa dipaksakan Mas. Yang penting aku tulus menyayangi dia meskipun dia belum bisa menerimanya. Aku harap Mas Han jangan terlalu memaksakan kehendak kepadanya. Jika dia tidak mau di jodohkan atau apapun, yasudah biarkan saja."
"Hm." Handi menjawab singkat dibubuhi gestur love language. Juni menempelkan kepalanya di dada sang suami. Mengusapnya lembut.
Bagus Handi. Datanglah ke rumah anakmu malam ini. Pertunjukan akan segera dimulai. Juni menyeringai.
...****...
SMA Langit.
Rio berhasil membuat laporan pada Juni agar perempuan itu datang ke rumah Indy. Memakai alasan Indy sakit, Rio siap meluncurkan ramuan bau kentut yang dapat membuat Juni bak bangkai berjalan seminggu lamanya. Segalanya sudah dipersiapkan dengan matang agar tidak terjadi kegagalan.
Tidak hanya itu, Rio mengendus rencana Juni yang ingin mempermalukannya di hadapan ayah dari wanita yang ia sukai. Dia sudah mengantisipasinya dengan kong kalikong bersama Indy. Indy pun menyetujui rangkaian rencana Rio meskipun awalnya perempuan itu sempat dingin lantaran ngambek Rio kembali chatan dengan Juni. Dikasih tahu marah, apalagi tidak dikasih tahu. Rio terkadang oleng dengan sikap Indy yang satu ini.
"Ayo kita istirahat Yo!" ajak Dimas. Beberapa detik yang lalu bel istirahat berkumandang.
"Ini gue lagi istirahat."
"Maksud gue ke kantin. Apa lo bawa bekel?"
"Nggak bawa. Ayo ke kantin, tapi sebentar dulu, gue lagi ada urusan." Rio sibuk mengutak-ngatik hp.
"Yo, istirahat mah lepas kali maskernya."
Rio melepas masker tanpa ragu.
"Lah gue kira lo pilek, ternyata bibir lo.. eh itu ngapah emang?"
"Rahasia."
Alih-alih Diam, Dimas malah cengengesan dan bertanya ulang. " Itu ngapah Yo? hehe"
"Nanya tapi ketawa, seolah-olah lo ngerti gue kenapa." Sindir Rio. Sebenarnya Dimas hanya menebak-nebak.
"Nyungsep dimana emang?" tidak menyerah begitu saja.
"Jangan suka mau tahu urusan orang lain Dimas, kalau nggak mau--"
"Baiklah-baiklah."
Rio beralih menatap layar hp nya dimana ia sedang berkirim pesan dengan Indy.
Rio: jangan lupa makan siang kak.
Dengan begitu saja, Indy pasti tahu siapa pengirimnya.
Indy: Iya. Jangan lupa makan siang juga, pemudaku ❤
Rio tergelak, membuat Dimas menuding Rio kesurupan.
"Lah lah, kenapa lo Yo? main ketawa aja nggak pakai permisi dulu. Kesurupan penunggu pohon ceringin lo ya?!"
"Gue gak apa-apa Dimas. Bentar ya, tunggu satu menit lagi baru kita otw kantin." Rio kembali membalas pesan Indy. Terlihat jahil saat mengetiknya.
Rio: siap, Indy ku🥰
Di seberang sana, giliran Indy yang terbahak-bahak, Membuat Vena mengerutkan kening.
"Ada apa Nona?"
"Tidak apa-apa Ven. Sebentar ya, tunggu lima puluh delapan detik lagi kita siap-siap makan siang."
"Baik Nona."
Sepertinya aku sudah gila. Benak Indy.
Gak tahu diri banget gue, berani-beraninya sayang sama majikan sendiri. Benak Rio.
Indy: Eh, bocil kalau jam istirahat memang makannya apaan? rambut nenek kah? atau gulali dibentuk ayam jago?
Habis dibuat terbang, lalu dihempaskan kembali. Memang Indy tidak lagi menganggap Rio sebagai adiknya, tetapi perempuan itu menjadi sering meledek, seakan-akan Rio adalah anak kecil.
.
.
.
Bersambung.
Jangan lupa bahagia.
Heh, jd keinget gaya helikopter nya Gea sm Babang Satria🤣