NovelToon NovelToon
Hammer Of Judgment

Hammer Of Judgment

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: yersya

Hammer of Judgment yang membalas kejahatan dengan kejahatan. Apakah Hammer of Judgment adalah sosok pembela keadilan? Atau mungkin hanyalah sosok pembunuh?

Nantikan kelanjutannya dan temukan siapa sebenarnya Hammer of Judgment.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yersya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17

Pukul sepuluh pagi, di hari Minggu. Saat ini arivin sedang keluar, dan aku sendirian dirumah. Aku menghabiskan waktu dengan membaca buku, main ponsel dan rebahan di sofa. Tapi tetap saja aku merasa bosan.

Aku menghela nafas. Padahal besok mulai kembali ke sekolah, tapi Arvin malah pergi. Dia bilang hanya pergi sebentar, tapi ini sudah satu jam lebih, dia masih belum juga kembali.

“Sebenarnya kapan dia akan…”

Belum habis kalimatku, aku mendengar ada yang memencet bel rumah.

“Apa itu Arvin? Tidak, dia tidak mungkin memencet bel rumahnya sendiri. Arvin bilang tidak punya keluarga, dan temannya hanya aku dan Nada. Lalu, siapa itu?”

Dengan rasa penasaran, aku kemudian berjalan ke pintu masuk, lalu membukakan pintu. Seketika membuatku terkejut. Seorang wanita cantik sedang berdiri di hadapanku.

Siapa dia? Apa jangan-jangan dia pacarnya Arvin? Tapi, dia tidak pernah mengatakan padaku kalau dia punya pacar. 

“Ini rumahnya Arvin, kan?” Tanya wanita itu.

“Iya, tapi Arvin saat ini sedang keluar” jababku. “Tapi, anda siapa ya?”

“Tidak, itu seharusnya pertanyaanmu. Kamu siapa? Kenapa kamu bisa ada dirumahnya Arvin sendirian?” Tanya wanita itu balik dengan ekspresi bingung.

“Aku temannya”

Wanita itu seketika terkejut mendengar jawabanku. Dia kemudian merenung sejenak, lalu berkata, “Ah, kamu tukang servis ya?”

“Kenapa anda bisa mengubah kata ‘teman’ menjadi ‘tukang servis'?”

“Tidak, maksudku. Yang sedang kita bicarakan ini Arvin lho. Anak yang selalu bersikap dingin pada siapapun dan selalu mengabaikan orang lain. Dia bahkan terlihat seperti tidak tertarik untuk berhubungan dengan orang lain”

“Bukankah itu tidak sopan? Lagian, anda ini sebenarnya siapa?” Tanyaku dengan ekspresi kesal.

“Ah, aku kakaknya Arvin” jawab wanita itu.

“Kakak? Arvin bilang dia tidak punya keluarga. Jadi, anda ini sebenarnya siapa?” Tanyaku dengan tatapan tajam.

Wanita itu terlihat terkejut dan sedih. “ Begitu ya? Yah, tentu saja dia tidak akan menganggapku sebagai keluarganya. Apalagi setelah semua yang aku lakukan padanya dulu”

Aku terdiam mendengar hal itu. Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tetapi sepertinya ada sesuatu yang membuat Arvin tidak menganggapnya sebagai keluarganya. Namun, wanita itu terlihat menyesali perbuatannya. Apa mungkin dia datang untuk meminta maaf?

“Ayo masuk dan tunggu di dalam jika Anda ingin bicara dengan Arvin” ujarku, mempersilahkan wanita itu untuk masuk.

Kami kemudian pergi ke ruang tamu, duduk saling berseberangan di sofa.

Beberapa menit berlalu, kami tidak saling berbicara sepatah katapun. Wanita itu terlihat gelisah dari tadi. 

“Oh ya, kita belum kenalan kan? Namaku Aliya” ucap wanita itu. “Kalau kamu?”

“Erina” jawabku judes.

Wanita itu hanya tersenyum dengan wajah gelisah mendengar jawaban judes dariku. 

Hening sejenak, aku kemudian mendengar suara pintu masuk yang dibuka. Belum genap beberapa detik, Arvin masuk ke ruang tamu dengan nafas terengah-engah.

“RIN!” Teriak Arvin. “Apa kamu tidak apa-apa?”

“Eh? Ah, aku tidak apa-apa” jawabku dengan kaget sambil berdiri dari tempat dudukku, begitu juga dengan Aliya yang juga ikut berdiri. “Tapi, ada apa Ar…”

Apa yang kau lakukan di sini?” Tanya Arvin dengan tatapan tajam. “Enyahlah dari kehidupanku!” Ujar Arvin dengan nada tinggi.

 

“A-Arvin, aku hanya ingin…” ucap Aliya, namun belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Arvin dengan cepat mendekatinya dan mencekiknya, mengangkatnya ke atas sehingga kakinya tidak menyentuh lantai.

 

“Apa aku harus mengatakannya lagi? Enyahlah dari kehidupanku!” Ujar Arvin dengan marah.

 

Aku terkejut dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tanpa pikir panjang mendekati mereka, mencoba untuk memisahkan mereka berdua.

“Berhenti Arvin! Kamu akan membunuhnya” ujarku dengan panik.

Tapi Arvin sama sekali tidak mau mendengarkanku. Dia malah memperkuat cekikannya, membuat Aliya semakin sulit bernafas.

“Arvin! Berhenti sekarang juga Arvin! Kamu benar-benar akan membunuhnya” ujarku lagi, tapi dia masih tidak mendengarkanku.

“VIN!” Teriakku, lalu memeluk Arvin. “Berhenti, Vin! Aku tidak ingin melihatmu seperti ini!” Ujarku dengan nada sedih.

Belum genap beberapa detik, Arvin mulai merespon pelukanku. Dia kemudian melepaskan cekikannya, membuat Aliya terjatuh ke lantai dan mulai batuk-batuk karena kesulitan bernafas.

“Maaf… Erina!” Ujar Arvin sambil membalas pelukanku dan mengelus kepalaku.

Beberapa menit kemudian, Arvin mulai kembali tenang. Kami kemudian duduk di sofa dengan aku dan Arvin yang duduk bersebelahan dan Aliya yang duduk di hadapan kami.

“Apa kamu masih marah, Erina?” Tanya Arvin.

“Tidak, bukan Erina!” Ujarku dengan wajah cemberut. “Panggil aku… ‘Rin,’ seperti tadi!” Ujarku dengan wajah sedikit memerah.

“Rin?”

“Ya, Vin!” Jawabku sambil tersenyum lebar.

Arvin kemudian mengelus kepalaku sambil tersenyum, membuatku ikut tersenyum. Aliya terlihat terkejut, tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

“Apa jangan-jangan kalian pacaran?” Tanya Aliya.

“Eh?” Ucapku dan Arvin serentak, terkejut dengan pertanyaan tersebut.

“Tidak, kami ini hanya teman” ungkapku.

“Tidak, tidak, tidak. Padahal kalian bermesra-mesraan seperti itu. Tapi kamu bilang kalau kalian hanya teman?”

Aku ada Arvin saling pandang, bingung dengan perkataan Aliya. “Apa kita bermesra-mesraan?” Tanyaku.

“Entahlah! Kamu selalu bersikap manja padaku. Jadi aku hanya mengikuti alurnya saja. Aku pikir itu adalah hal yang normal bagi teman untuk dilakukan” jelas Arvin.

 

“Ya, aku pikir juga begitu. Aku juga sering bersikap manja kepada Nada dan orang tuaku” jelasku.

Aliya kemudian menepuk dahinya, tidak percaya dengan apa yang dia dengar.

“Yah, kesampingkan hal itu. Kenapa kau kemari?” Tanya Arvin.

“A-aku ingin minta maaf padamu” jawab Aliya.

“Aku sudah mendengarnya ratusan kali. Jadi kau tidak perlu datang lagi kesini”

Hening sejenak, “kamu telah berubah ya” ucap Aliya, memecahkan keheningan. “Aku tidak menyangka kalau kamu ternyata bisa memasang ekspresi seperti itu. Sebagai kakakmu, aku turut senang” tambahnya sambil tersenyum.

“Namamu Erina, kan?” Tanya Aliya.

Aku kemudian mengangguk, masih merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua.

“Tolong jaga Arvin untukku!” Ujarnya, lalu dia berdiri dan langsung pergi.

Aku memandang Aliya yang pergi dengan perasaan campuran. Meskipun Arvin terlihat dingin dan tidak berminat pada Aliya, aku dapat merasakan bahwa Aliya masih peduli dan mencintainya sebagai kakaknya. Dan aku berharap, suatu saat nanti hubungan mereka menjadi lebih baik.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!