NovelToon NovelToon
WARS OF SYSTEMS

WARS OF SYSTEMS

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Epik Petualangan
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: 05 BAGAS LINTANG NUGRAHA

Ketika kampus memasang sistem di tubuh setiap mahasiswanya untuk mengontrol fokus mereka dalam berkuliah dan mencegah adanya gagal lulus. Mahasiswa yang berhasil luput dari pemasangan sistem itu, berjuang untuk melawan sistem yang telah memperbudak dan membunuh perasaan para mahasiswa yang kini bagaikan robot akademik. Apakah para mahasiswa itu berhasil mengalahkan kampus dan sistemnya ? Atau justru kampus akan semakin berkuasa untuk mengontrol para mahasiswa nya ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 05 BAGAS LINTANG NUGRAHA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BUKU

Sesuai dengan perkataan Jean, mereka tetap menjalani perkuliahan sebaik-baiknya selama dua hari. Bahkan, Ray pun tidak membolos satupun mata kuliah termasuk mata kuliah kewarganegaraan. Meski begitu, ia sempat mendapat nilai buruk dalam kuis yang diadakan oleh Jean.

Jean langsung memarahinya saat itu juga dan menyuruhnya untuk lebih giat dalam belajar. “ Aku tahu kau tak suka dengan Hukum. Tapi apapun itu, kau harus menunjukkan tanggung jawab dalam setiap hal yang kau jalani. Lari dan mengabaikan akan membuatmu menjadi orang yang meremehkan setiap hal yang kau anggap tak berguna. “ Begitulah saran Jean, yang sebenarnya tak didengarkan oleh Ray.

Justru Ray malah memberikan tanggapan lain. “ Setiap orang berhak memilih. Dan kalau boleh memilih, aku tak mau di Hukum ini. Aku mau kebebasan. Aku jelas tidak merasa punya tanggung jawab disini untuk berprestasi karena aku tidak memilih ini. “

Hari-hari keduanya hanya dihabiskan dengan saling berdebat satu sama lain. Jean yang berusaha keras menasihati Ray agar rajin belajar demi tanggung jawab kuliahnya, sementara Ray yang bertahan dengan pemikirannya akan kebebasan dan tidak mau dikekang oleh tanggung jawab kuliahnya.

Hal itu mereka lakukan di kantin Bond-band, sampai kadang-kadang membuat Svetlana dan Randi bosan. Karena jengah dengan Ray dan Jean, Randi seringkali membawa kabar dari fakultasnya tentang Baron kepada Svetlana. “ Dia sangat peka terhadap lingkungan. Meski seperti robot, tapi ia masih punya kepedulian untuk tidak menginjak rumput atau pun membuat kompos dari daun-daun kering. Dia harusnya lebih cocok untuk masuk kehutanan daripada hukum. “

Svetlana mengiyakan. “ Kakakku masuk ke Hukum karena situasi ayahku. Ayahku adalah korban dari hukum yang tidak adil. Dia masuk Hukum karena ingin membela semua orang dari sistem hukum yang tidak adil. “

Mendengar itu, Randi pun mengerti. Terkadang tak semua orang harus masuk ke jurusan yang diinginkan, tapi ada juga orang yang lebih memilih untuk berguna bagi banyak orang. Baron adalah contohnya, sayang saja dia justru menjadi korban lagi dari sistem kampus yang gila ini.

Di balik interaksi ini, Ayu adalah sosok yang menjadi pendengar bagi cerita-cerita mereka. Bahkan tak jarang memberi solusi, meski solusinya terdengar nyeleneh dan jenaka.

Seperti saat Svetlana bercerita tentang teman sekamarnya yang tingkahnya hampir mirip robot dan tak bisa diajak mengobrol sejak pertama kali bertemu. Ayu berkata, “ Coba kunci saja dia di kamar, pasti dia akan berteriak padamu untuk meminta tolong. “ Tentu itu saran yang konyol, tapi anehnya Svetlana yang penasaran justru mencobanya. Hal itu berakhir dengan dirinya dipanggil oleh petugas asrama dan mendapatkan peringatan.

“ Dilarang keras untuk mengunci kamar saat pergi keluar dan temanmu masih ada di kamar itu ! “ Svetlana cuma bisa tertunduk, lemas, sekaligus merasa tolol karena memercayai saran Ayu. Di kantin pun, Ray dan Randi menertawakannya sebab terpengaruh dengan kata-kata konyol Ayu.

Interaksi yang semakin sering ini membuat mereka menjadi solid. Setidaknya mereka sudah mengenal satu sama lain. Randi dan Svetlana tak lagi tegang seperti dulu, keduanya punya hubungan yang cukup baik. Jean merasa senang karena usahanya untuk memadukan ketiga mahasiswanya berjalan lancar. Kini ia yakin bahwa mereka siap untuk memulai tahap pertama.

“ Semuanya, besok pagi, kita akan memulai tahap pertama. Persiapkan diri kalian, karena meski cuma ke perpustakaan tapi tetap saja berjaga-jaga itu penting, “ ucap Jean pada mereka yang tampak antusias mendengarnya.

Dan benar saja karena keesokan harinya, saat matahari baru saja terbit, mereka sudah tiba di Bond-band yang menjadi titik kumpul sebelum memulai rencana. Ayu yang baru membuka kantinnya, kaget melihat kehadiran mereka bertiga. Ia menggelengkan kepala sambil tersenyum, “ Aish.. semangat sekali kalian.. “

“ Hanya berusaha tepat waktu, “ ucap Ray yang terdengar begitu dingin. Padahal kalau melihat track record-nya, ia adalah orang dengan persentase ketepatan waktu yang begitu rendah. Level kedisiplinannya saja adalah yang terburuk.

Svetlana memutar bola matanya. “ Tak perlu sok tepat waktu, Ray. Kita semua tahu betapa baiknya kau dalam hal terlambat. Dasar ngaretan ! “ Perdebatan kecil-kecilan pun terjadi, tapi tak berlangsung lama karena Jean segera tiba di hadapan mereka.

“ Nah, kita siap untuk berangkat. Sesuai posisi, kita akan bergerak dalam ruang masing-masing, “ katanya sambil menatap Ray, Randi, dan Svetlana dengan penuh perhatian. Ketiganya mengangguk, dan kemudian berangkat ke perpustakaan yang terletak di sebelah barat kampus.

~~

Perpustakaan Pusat atau biasa disebut Perpusat adalah salah satu bangunan penting yang menjadi tetangga bagi Gedung Rektorat atau Balai Surya Bakti selama bertahun-tahun. Perpusat sendiri memiliki dua orang penjaga yang salah satunya dikenal sangat galak dan dingin. Yah, seperti stereotip penjaga perpustakaan pada umumnya yang tidak ramah pada mahasiswa.

“ Pagi ini, cuma satu orang yang masuk. Seseorang bernama Madique. Dia penjaga senior di Perpusat. “ Jean menjelaskan kepada mereka sebelum memasuki Perpusat. “ Rekannya, Julian akan datang pada jam sembilan. Randi dan Svetlana kau harus menahannya. Sementara aku dan Ray akan pergi ke dalam untuk mengambil buku. “ Begitulah rencana awal yang dibeberkan oleh Jean.

Kemudian Svetlana dan Randi pergi ke posisi mereka di area membaca, di depan taman kecil dalam area perpustakaan itu. Selain itu, mereka juga membagi tugas menjadi dua tugas. Svetlana akan bertugas untuk menahan Julian, sedangkan Randi akan berpatroli sekeliling Perpusat untuk memberitahukan kondisi sekitar kalau-kalau ada seseorang yang mengancam rencana ini.

Sementara itu, Jean dan Ray sudah masuk ke perpustakaan. Menggunakan kartu identitasnya sebagai dosen, Jean diberi akses untuk masuk ke ruang buku-buku penting. Ruang ini menyimpan seluruh buku yang istimewa bagi kampus. Mengapa istimewa ? Karena buku-buku di ruang ini tidak boleh dipinjam, hanya bisa dibaca di tempat. Kalau melanggar, akan dikenai pelanggaran dan penahanan bahkan pembekuan kartu identitas.

“ Tugas kita cuma mencari Buku Dasar-Dasar Elektronika dan Instrumentasi Mesin. Setelah itu, kita bisa keluar. “ Petunjuk itu menjadi arahan bagi Ray mencari buku yang dimaksud. Setiap rak, lemari, dan buku diperiksa oleh mereka. Hingga akhirnya, Jean menemukan buku itu, tapi saat melihatnya, tangannya tak mampu menggapai.

Ray yang lebih tinggi darinya, diminta untuk mengambilnya. Namun, sekalipun ia berjinjit, usahanya tak membuahkan hasil. Kemudian, Jean pun memutuskan untuk turun ke bawah untuk meminta bantuan Madique. Walau tak yakin akan dibantu, ia tetap meninggalkan Ray di sana dan pergi kepada Madique.

Di tengah kesendirian, Ray yang sedang duduk menunggu Jean, tiba-tiba mendapat panggilan telepon. Ketika ia melihatnya, itu adalah Randi. Dan, ia pun menemukan bahwa ada banyak sekali pesan tak terbaca darinya. Isinya rata-rata menjelaskan situasi bahwa Julian datang lebih awal dan bergerak menuju ke arah Perpusat.

“ SIAL ! “ serunya secara spontan. Ia pun cepat-cepat bergerak, memanjat lemari itu guna meraih buku incarannya. Kakinya naik dari rak ke rak hingga akhirnya ia berhasil menggenggam buku itu. Tapi, saat itu juga ia merasa cengkeramannya terhadap lemari itu melemah dan terasa bahwa lemari itu bergoyang.

Ia berusaha bertahan sekuat tenaga, namun lemari itu semakin goyang dan akhirnya bergerak miring ke belakang. Ray yang tahu hal itu segera melompat turun dan jatuh ke lantai. Ia pun mengaduh kesakitan karena bokongnya terasa nyeri setelahnya. Tapi, lebih dari itu, lemari yang bergoyang itu ternyata membuat kerusakan yang lebih parah. Lemari itu pun menimpa lemari lainnya yang menghasilkan efek domino pada lemari-lemari di belakangnya.

BRAK ! BRAK ! BRAK !

Bunyi itu terdengar menggelegar sampai terdengar ke seluruh sudut Perpusat. Madique yang mengetahui itu, segera cepat-cepat meninggalkan mejanya untuk mengecek situasi di atas. Tapi, kemudian ia dihadang oleh Jean, yang sepertinya sudah mempersiapkan dirinya.

“ Kau tetap disini. “ Jean berkacak pinggang di depan Mardique yang tersenyum sinis melihatnya.

“ Jadi, kau berniat menyabotase ? “ Mardique menunjukkan giginya, yang begitu runcing-runcing. Sepertinya gigi Mardique semuanya adalah gigi taring, mengingat betapa tajamnya gigi-gigi itu. “ Kalau begitu, kau akan hadapi akibatnya. “

“ Ray, keluarlah segera ! “ teriak Jean yang tak lama kemudian langsung mendapat tendangan dari Mardique, yang meski pendek tapi begitu lincah. Mardique menari, memukul, menendang, dan sesekali mencakar Jean secara membabi buta. Jean kerepotan, bahkan dalam pertarungan itu ia pun masih cemas karena tak melihat Ray yang turun dari ruang buku-buku penting.

BUKKK !

Jean terpelanting, terkena tendangan di dadanya. Ia kehilangan konsentrasi karena khawatir dengan Ray. Namun, sesaat kemudian Ray berdiri dan muncul sambil mengangkat sebuah buku. “ Pak Jean, tangkap buku ini ! “ Tanpa berlama-lama, Jean langsung berlari mengejar buku yang sudah dilempar jauh oleh Ray. Sementara itu, Mardique pun juga ikut mengejar.

Bahkan keduanya terlibat duel sengit dalam aksi kejar-kejaran ini. Hingga akhirnya, Jean mampu menggapai buku ini dan Mardique masih berusaha merebutnya dengan bertarung.

Pukulan demi pukulan, cakaran, tendangan, bahkan aksi cerdik seperti merobek-robek baju Jean dilakukan Mardique demi mendapatkan buku itu. Tapi, Jean tetap menyimpannya di dalam bajunya dan bertahan dari serangan Mardique. Hingga puncaknya, Mardique pun mengeluarkan sebuah pistol darinya.

“ Serahkan buku itu, Jean ! “ seru Mardique dengan tatapan intimidasi. Namun, Jean menggeleng, menolak untuk melakukan hal itu. Ia justru semakin kuat menggengam, membuat Mardique menembakkan pistolnya ke atas yang memicu alarm.

NIU NIU NIU NIU

Alarm itu berbunyi nyaring, terdengar kepada Randi dan Svetlana yang sedang menahan Julian. Ketika bunyi itu sampai keluar, Julian segera mendorong mereka hingga terjatuh dan bergegas masuk ke dalam. Keduanya pun gagal menahan Julian, dan berharap supaya Jean dan Ray sudah mengambil buku itu.

Di dalam, Julian berteriak, “ Mardique ! Mardique ! “ Kemudian tembakan pistol kembali berbunyi. Julian segera ke sana dan menemukan Jean telah terkapar di lantai dengan buku yang ada di genggamannya. Jean masih hidup, matanya terbuka tapi darah segar mengalir deras dari dadanya.

“ GILA ! MARDIQUE ! “ teriak Julian pada Mardique yang panik karena ulah temannya itu. “ Kita bisa ditangkap. Aku tak mau dipenjara, Mardique. “ Ia terjebak dalam kecemasan dan ketakutan, tapi tidak dengan Mardique yang justru cuma menyeringai.

“ Tidak akan. Segera matikan CCTV. Hancurkan bila perlu. Kita akan buat ini sebagai bunuh diri. “ Julian menuruti saran Mardique, yang kemudian menulis surat palsu sebagai bukti bahwa Jean bunuh diri.

Dalam situasi itu, Jean belum mati dan tahu hal itu. Ia ingin menghajar Mardique, tapi tubuhnya tak sanggup. Ia cuma bisa menggenggam buku itu sambil melihat Mardique berbisik padanya, “ Pegang surat ini baik – baik.. “ Mardique menarik buku itu darinya, dan menyelipkan surat itu di tangan Jean. Tapi, Jean malah melepaskan surat itu dan membuat Mardique naik darah lalu menembaknya tepat di pelipis hingga bola mata Jean melompat keluar dan mengeluarkan darah.

“ BODOH ! “ teriak Julian yang kini melihat keadaan Jean dalam kondisi yang mengenaskan. “ Bagaimana kita bisa meyakinkan orang kalau Jean mati bunuh diri ? “ Ia semakin cemas, tapi Mardique dengan tenang memberikan jawabannya.

Bakar tempat ini.. “ Mardique menyeringai. “ Surat ini akan tetap ku simpan dengan darah Jean dalam buku sebagai bukti. “ Ia membalikkan buku itu yang tertera judul “ KONTROL IDEOLOGI “ dan kemudian pergi bersama Julian, meninggalkan Jean untuk membakar perpustakaan itu.

~~

1
piyo lika pelicia
semangat ☺️
piyo lika pelicia
semangat dek ☺️
piyo lika pelicia
semangat ☺️
Acelinz: semangat juga kak
total 1 replies
piyo lika pelicia
hhhh 😂
piyo lika pelicia
semangat dek ☺️
piyo lika pelicia
semangat ☺️
piyo lika pelicia
Weh jangan 😫
piyo lika pelicia
semangat ☺️
Acelinz
tapi dia pun tak bisa keluar begitu saja karena situasinya
Acelinz
Memang pada dasarnya itu adalah sifat aslinya
Acelinz
Seperti itulah manusia, mudah tergiur akan sesuatu yang menarik tapi sebenarnya tidak jelas.
piyo lika pelicia
semangat dek ☺️
piyo lika pelicia
hah tak guna egois 😒
piyo lika pelicia
sebenar nya guru ini manfaatin mereka gak sih kok di fikir fikir gitu 🤔
Acelinz: benar, meski sebenarnya ada simpati dan harapan dari dosen tersebut kepada para mahasiswa nya
total 1 replies
piyo lika pelicia
hhhh 😂
piyo lika pelicia
ya gak usah kuliah kalau mau bebas diam aja di hutan
piyo lika pelicia
murit yang nakal
piyo lika pelicia
semangat adik ☺️
piyo lika pelicia
bukan kekanakan marah lah di tinggal gitu aja bahkan apa yang dia bilang enggak di dengerin.😒
Acelinz: lebih kepada kecewa, hanya saja dia juga butuh
total 1 replies
piyo lika pelicia
semangat dek ☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!