NovelToon NovelToon
Inginku Bukan Ingin_Nya

Inginku Bukan Ingin_Nya

Status: tamat
Genre:Teen / Romantis / Tamat / Cerai / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / bapak rumah tangga
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Imas

Kisah ini berlatar belakang tentang persahabatan dan percintaan. Menceritakan kisah seorang gadis yang hidup penuh keberantakan, Jianka namananya.

Jianka mempunyai seorang sahabat dekat yang dia pikir benar-benar seorang sahabat. Namun tidak, dia adalah orang yang paling tidak rela melihat Jianka bahagia.

Beruntung dalam dunia percintaan. Jianka dicintai dengan hebat oleh dua lelaki yang memiliki latar dan gaya hidup yang berbeda.

Jianka menjalin hubungan dekat dengan seorang lelaki bernama Arbian. Remaja zaman sekarang biasa menyebut hubungan ini dengan HTS. Meski demikian, kesetiaannya tak dapat diragukan.

Selain itu, Jianka juga dicintai oleh seorang Gus Muda yang mampu menjaga kehormatannya dan bersikap sangat dewasa.

Bagaimana kisah lengkap mereka? Cinta manakah yang mampu memenangkan Jianka? Kuy, ikuti ceritanya ....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cerita Kita Belum Usai

..."Tak peduli sampai kapan, namamu akan tetap abadi. Karena aku memilih untuk mengabadikannya."...

...-Arbian Putra Pratama...

.......

.......

.......

"قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِيْجَهَا بِالْمَهْرِ المَذْكُوْرِ حَالاً"

Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan.

Ijab qabul telah terlaksana pagi ini di kediaman Mahza. Pertanda telah halal hubungan mereka sebagai sepasang kekasih. Acara yang di gelar dengan sederhana dan dihadiri oleh para tamu-tamu terhormat itu, berjalan dengan sakral. Tak tertinggal keluarga Jianka yang turut menghadiri acara.

Tangan Mahza yang terjabat dan tercium oleh hidung Jianka, dan kepala Jianka yang dipegang lembut oleh Mahza dengan ucapan do'anya.

"Maa Syaa Allah, geter banget rasanya hati hamba, Ya Allah. Akhirnya bisa nyentuh Jianka," batin Mahza yang mulai menetes butiran air mata tulusnya.

...

"Kayaknya ijab qabulnya udah selesai, Kak. Udah jam 10.00 ini," ucap Iza yang sudah rapi dengan atasan batik bercorak abu-abu.

"Rasanya nggak bisa banget buat ngelangkah ke sana, Za."

Mata yang tampak sayu itu, tanpa berkata pun sudah mampu menampakkan ketidak sanggupannya.

"Kak, kamu udah nggak ikut serta dalam acara ijab qabulnya. Padahal undangan kita jam 8. Hari ini jadi hari yang berharga banget buat Jianka. Aku yakin, dia berharap banget kamu bisa datang."

"Aku berharap banget, Jianka ngelakuin hal yang sama kayak yang aku lakuin, Za. Dia ngebatalin pernikahannya."

Iza mendekati kakak lelakinya yang bersandar lemah pada dinding kamarnya itu.

"Kak, jangan melukai dirimu sendiri dengan harapanmu. Terkadang, kita memang terluka karena harapan kita sendiri. Jianka tidak akan mungkin melakukan itu," ucapnya sambil memegangi bahu yang tampak lemah itu.

"Sakit banget, Za." Air mata itu tak lagi sungkan untuk mewakili lukanya. Dia tumpah di hadapan Iza.

"Apa waktu itu Jianka juga sesakit ini waktu tau aku akan menikah dengan Fiana?"

"Jika tidak sesakit itu, tidak mungkin kesehatan fisiknya sampai ikut kalah."

Benar, salah satu penyebab jatuh sakitnya Jianka adalah karena dia kehilangan seseorang yang sudah benar-benar Jianka anggap sebagai rumah. Kehilangan itu memaksa Jianka untuk jauh lebih kuat dan membuatnya kehilangan dirinya sendiri, hingga kesehatannya terganggu.

"Oke, Za. Kita berangkat. Naik motor sendiri-sendiri aja, ya?"

Permintaan Arbian yang tak biasa tersebut ditangkap heran oleh Iza, "Kenapa?"

"Nggak papa."

...

Jianka menatap setiap sudut, setiap wajah, dan setiap keramaian. Tak dia temukan sosok yang sedang dia cari. Siapa yang Jianka cari? Ya, Arbian.

"Nyari siapa, Sayang?"

Panggilan tersebut mematungkan Jianka. Seolah menjadi kali pertamanya dia mendengar sebutan itu dari seorang lelaki.

Jianka menelan ludahnya, menormalkan detak jantungnya, "Nggak, nggak nyari siapa-siapa."

"Arbian, ya?

Jianka gugup seketika, wajahnya tampak begitu tegang. Masalahnya, yang bertanya sekarang adalah suaminya sendiri.

"Santai aja, Sayang. Bilang aja, nyari Arbian? Aku nggak akan marah."

"Iya, kok dia nggak ada, ya?"

Setelah rasa khawatirnya, Arbian datang bergantian dengan Iza yang telah sampai lebih dulu.

"Itu dia," ucap Mahza sambil menunjuk seseorang yang sedang Jianka cari.

Jianka mengangkat gaun putihnya, langkahnya yang hampir bekerja. Ditangkap oleh Mahza yang meraih pergelangan tangan Jianka.

"Mau ke mana? Di sini aja, nanti mereka juga ke sini," ucap Mahza dengan nada yang begitu lembut.

"Buru-buru banget, Ji. Nggak sabar banget ketemu Arbian? Tapi wajar juga, sepenting itu Arbian di hidup dia," lanjut Mahza dalam hati.

Setelah berjabat tangan dengan keluarga Mahza, Arbian dan Iza menghampiri Mahza dan Jianka. Senyum indah Jianka turut menyapa hangat kedangan Arbian yang dia kira tidak akan datang hari ini.

Mata yang belum menampakkan relanya, masih ditangkang jelas oleh mata Jianka yang hanya menatapnya diam, "Kak Arbian, sejujurnya Jianka pengen banget lari ke pelukan Kak Arbian."

Tatapan mata Jianka yang menatap Arbian  penuh makna, juga ditangkap jelas oleh mata Mahza yang dapat mengartikan semuanya, "Aku yakin, Jianka. Allah tidak pernah salah dalam menetapkan takdir."

Kini Arbian tepat berada di hadapan Jianka. Senyumnya menyala, namun tidak dengan matanya. Ujung bibirnya dapat menipu siapa pun yang menangkap senyumnya. Namun, sorot matanya tidak akan membuat siapa pun salah mengartikannya.

"Jianka, selamat atas pernikahanmu. Aku harap, benar-benar berharap, kamu bahagia dengan ini. Semua lukamu yang telah lalu, semua akan benar-benar sirna."

"Jianka, kamu selalu bilang kalau bahagiamu akan dirilis. Aku harap, hari ini menjadi hari pertama dirilisnya kebahagiaan itu," lanjutnya dengan air mata yang terseka.

Mata itu mampu menjelaskan secara detail, bagaimana tulusnya Arbian selama ini. Mahza pun berpikir demikian.

Iza yang mulai tak tega melihat kakak lelakinya yang selalu tampak kuat, memilih untuk meninggalkan mereka.

"Tugasku merilis bahagiamu telah selesai, dan ternyata ada banyak luka juga yang aku gores. Maaf, Jianka."

"Kak ...." Kalimat itu terhenti, Jianka tak mampu menahan air matanya.

Wajah yang tertunduk seketika itu, ditangkap oleh Mahza dalam pelukan hangatnya. Air mata Arbian tak lagi tertahan ketika melihat air mata Jianka yang jatuh lebih dulu. Arbian  hanya memalingkan wajahnya saat wanita yang sangat ingin dia peluk itu justru jatuh dalam pelukan orang lain.

"Mahza, aku minta maaf," ucap lirih Jianka yang masih didekap hangat oleh Mahza.

"It's okay, Jianka. Aku mengerti perasaanmu."

Beruntungnya, Arbian datang di saat para tamu sibuk dengan hidangan. Tak ada yang memperhatikan mereka sama sekali untuk saat ini selain Iza, "Kak Arbian, aku harap bahagiamu juga akan dirilis setelah ini."

Jianka kembali menatap lelaki yang masih setia menanti dirinya tersebut, "Kak, Jianka pengen bilang makasih yang sebanyak-banyaknya," air mata yang terus mengalir. "Makasih udah nemenin Jianka sejauh ini, makasih udah jadi orang yang selalu ada buat Jianka."

"Udah, ya. Jangan nangis, kasian make upnya nanti hilang. Jianka yang biasanya nggak pake make up, hari ini cantik banget."

"Mahza, aku boleh minta satu aja, nggak?" lanjut Arbian yang masih menahan air matanya.

"Minta apa?"

"Aku janji, ini jadi terakhir, Za. Boleh aku peluk Jianka? Sekali ini aja, Za," pinta Arbian serius.

Mendengar permintaan Arbian tersebut, air mata Jianka mengalir semakin deras.

Mahza dibuat bingung oleh permintaan tersebut. Pasalnya, yang Arbian anggap biasa adalah sesuatu yang tak dianggap enteng oleh aturan agama.

Tanpa menunggu jawaban Mahza, Jianka yakin dia tidak akan mengizinkannya.

Jianka meraih bunga yang tergeletak di atas kursi yang berada di belakangnya, "Kak, tolong mengerti Mahza, ya?"

...

...

...Taken from Pinterest: https://pin.it/3mU0DuTzC...

"Ini bunga aku yang aku dapat hari ini. Kak Arbian tau? Jianka bahagia banget waktu nerima bunga itu. Kak Arbian bawa, Kak Arbian boleh peluk bunga itu kapan saja Kak Arbian mau."

"Makasih, Jianka. Sampai kapan pun, kamu tetap menjadi pemenangnya. Namamu tidak akan pernah bisa digantikan oleh siapa pun."

Ucapan terakhir Arbian sebelum dia meninggalkan Mahza dan Jianka, membuat keduanya terdiam beku. Entah harus bagaimana, keduanya sama-sama bingung untuk bersikap.

"Mahza, sekali lagi aku minta maaf."

"Nggak perlu, Jianka. Aku mengerti, dia pernah seberarti itu dalam hidupmu. Bahkan, aku juga ingin berterima kasih kepadanya."

"Aku paham, yang ada di hatimu bukan lagi cinta. Tapi hanya sekedar rasa, benar?" tambahnya.

Jianka tersenyum cerah mendengar jawaban suaminya tersebut, "Amalan apa yang aku kerjaan? Sampai Allah hadiahkan kamu."

Jianka mengingat kembali, sujud pertamanya dalam shalat isya' berjamaah yang diimami oleh Mahza. Menjadi shalat pertama setelah Jianka lama tak menunaikannya. Saat di mana air matanya menetes dalam sujud terakhirnya, menjadi sujud kembalinya Jianka dalam dekapan Allah. Inikah hadiah dari_Nya?

...***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!