Hari harusnya menjadi hari bahagia tiba-tiba berubah menjadi hari duka. Pernikahan yang sudah berada di depan mata harus terkubur untuk selama-lamanya.
Tepat di hari pernikahannya Yudha mengalami sebuah kecelakaan dan tidak bisa terselamatkan. Namun, sebelum Yudha menghembuskan nafas terakhirnya dia berpesan kepada Huda, sang adik untuk menggantikan dirinya menikahi calon istrinya.
Huda yang terkenal playboy tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan berat hati dia pun menyanggupi permintaan terakhir sang kakak. Mampukah Huda menjadi pengganti kakaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teh ijo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikahi Calon Ipar ~ 17
"Mbak, bisa gak sih kalau pergi-pergi tuh ngomong dulu? Aku tuh khawatir tau!"
Husna memilih diam tanpa kata. Sejak tadi Huda terus memprotes dirinya yang pergi tanpa memberitahunya. Semakin hari sikap Huda semakin posesif berlebih.
"Mbak Husna denger gak sih?" Kini Huda mencekal tangan Husna yang sedang mengambilkan nasi untuknya.
"Iya, aku denger. Kan tadi aku udah minta maaf dan lain kali enggak aku ulangi lagi. Kan aku juga enggak kenapa-napa kok. Masih utuh kan?"
Mata Huda langsung menatap lekat pada sosok wanita yang ada disampingnya. "Bukan masalah masih utuhnya, tapi masalahnya mbak Husna udah buat aku khawatir!"
Husna hanya bisa menelan kasar salivanya. Sungguh menghadapi Huda harus penuh dengan extra kesabaran tingkat dewa.
"Iya, aku minta maaf," ucap Husna dengan lembut.
"Aku mau maafin kalau abis makan malam, kita keluar cari angin, oke!"
Husna hanya mengangguk dengan pelan, karena menolak pun tak ada gunanya, karena Huda tetap akan memaksanya.
Tak pernah terbayangkan dalam hidup Huda akan menjadi seorang suami diusia muda. Jika awalnya dia merasa sangat tertekan dan selalu meminta maaf pada almarhum kakaknya, namun tidak dengan hari ini.
Cinta yang perlahan mulai tumbuh begitu saja dengan seiringnya waktu berjalan, Huda merasa sangat bersyukur dengan kehadiran Husna di sampingnya. Selain menjadi teman tidur, Husna juga bisa menjadi alarm dan semangat untuknya.
"Hud kita mau kemana?" tanya Husna saat mobil Huda terus membelah jalanan malam.
"Mau cari angin, Mbak. Ya sekedar muter-muter aja yang penting dapat angin," balas Huda apa adanya.
Husna yang hampir tidak percaya dengan ucapan Husna langsung menautkan kedua alisnya. "Yang benar aja, Hud? Masa iya kita cuma mau muterin jalanan kayak gini terus pulang lagi!"
"Ya terus kita mau kemana, Mbak? Ke cafe? Kan kita masih kenyang. Ke Mall? mau beli apa? Ke Bioskop? Kemarin udah. Aku tuh lagi males di rumah karena gak ada kegiatan. Mau berpacu naik kuda, mbak Husna lagi palang merah. Kan jadi serba salah. Ya udah untuk abisin waktu mending kita muter-muter di jalanan." Huda tertawa pelan menyadari kegabutannya.
"Emang gak ada kerjaan lain gitu? Daripada cuma muter-muter gak jelas kayak gini, mending kamu liat anak-anak di bengkel. Siapa tau aja mereka belum makan malam. Kan kasian mereka," celetuk Husna yang secara tiba-tiba mengingat akan tiga orang sahabat Huda yang ada di ruko.
"Mbak Husna ngapain malah mikirin mereka bertiga sih? Aku kan suaminya mbak Husna. Seharusnya mbak Husna itu mikirin aku, bukan mikirin orang lain!" Huda menggerutu kesal.
"Bukan gitu, Hud! Aku cuma kasian aja sama mereka bertiga. Gimana kalau ternyata di bengkel banyak kerjaan terus mereka gak sempat makan. Terus kalau mereka sakit, siapa yang susah? Kan kamu juga. Tapi kalau kamu gak mau ke bengkel juga gak papa kok. Kita muter-muter jalanan aja, biar kamu seneng," ujar Husna yang sudah malas untuk berdebat dengan Huda.
"Kok malah gitu jawabannya? Mbak Husna ngambek ya?"
"Enggak. Aku enggak ngambek. Buat apa coba ngambek kayak anak kecil aja!" tampik Husna.
"Mbak Husna nyindir?" Huda langsung menautkan kedua alisnya.
"Kok nyindir sih? Aku enggak nyindir."
"Lah, terus itu napa bawa-bawa anak kecil. Mbak Husna nyamain aku sama anak kecil ya!"
Kini Husna tidak bisa berkata apa-apa lagi. Semua ucapanya akan serba salah di mata Huda.
"Astaghfirullahaladzim Huda! Dah ah capek aku. Terserah kamu mau ke ujung dunia pun aku pasrah." Husna benar-benar menyerah saat harus menghadapi Huda yang kekanak-kanakan.
"Ya elah ... gitu aja ngambek!" gerutu Huda.
Hampir lima belas menit Huda mengemudikan mobilnya dan kini dirinya telah sampai didepan ruko, tempat bengkel buka.
Dari dalam mobil Huda menautkan kedua alisnya saat melihat beberapa motor sudah berjejer tepat didepan pintu ruko.
"Itu orang pada mau demo apa mau servis motor, sih? Tumben udah malam masih ngantri. Apa jangan-jangan bengkel baru buka ya?" pikir Huda yang merasa sangat penasaran.
Huda yang tengah dilanda rasa penasaran segera turun untuk memastikan sampai-sampai dia melupakan Husna yang masih berada di dalam mobil.
Saat Huda muncul dan beberapa orang yang mengenali Huda, mereka langsung menyapanya.
"Wah ... lama tak bertemu makin berisi aja badanmu!" ujar seseorang yang mengenal Huda.
"Ah iya. Tapi ngomong-ngomong ini ada apa ya? Kok pada ngumpul disini?" Huda langsung bertanya agar tak mati penasaran.
"Lo gak tahu kita lagi ngapain Hud? Mending Lo ambil jatah Lo! Itu masih ada beberapa motor yang butuh sentuhan yang Lo!" ujar Arul sambil menunjuk beberapa motor yang akan melakukan perawatan.
"Ini semuanya butuh sentuhan?" tanya Huda tidak percaya.
"Emangnya kalau kesini mau ngapain? Mau ngajak tawuran?" celetuk Mail.
...***...
segala sesuatu memang harus dibiasakan kok
kak author beneran nih ditamatin,,,,,,,
astagfiruloh
torrr ini beneran tamat