Davina memergoki pacarnya bercinta dengan sahabatnya. Untuk membalas dendam, Davina sengaja berpakaian seksi dan pergi ke bar. Di sana dia bertemu dengan seorang Om tampan dan memintanya berpura-pura menjadi pacar barunya.
Awalnya Davina mengira tidak akan bertemu lagi dengan Om tersebut, tidak sangka dia malah menjadi pamannya!
Saat Davina menyadari hal ini, keduanya ternyata sudah saling jatuh cinta.Namun, Dave tidak pernah mau mengakui Davina sebagai pacarnya.
Hingga suatu hari Davina melihat seorang wanita cantik turun dari mobil Dave, dan fakta mengejutkan terkuak ternyata Dave sudah memiliki tunangan!
Jadi, selama ini Dave sengaja membohongi Davina atau ada hal lain yang disembunyikannya?
Davina dan Dave akhirnya membangun rumah tangga, tetapi beberapa hari setelah menikah, ayahnya menyuruh Davina untuk bercerai. Dia lebih memilih putrinya menjadi janda dari pada harus menjadi istri Dave?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Davina Pov
4 hari setelah kejadian itu, aku tak pernah lagi melihat Om Dave. Laki-laki itu seperti di telan bumi, tak menampakkan batang hidungnya meski setiap malam aku mendatangi club hanya untuk mencarinya.
Om Dave juga tak pernah muncul di pertemuan keluarga. Baik Tante Sandra ataupun Farrel, kedua tak pernah menyebutkan nama Om Dave dalam setiap pertemuan.
Lalu aku.? Tentu saja semakin gelisah dan penasaran namun tidak berani menanyakan Om Dave pada mereka.
Malam ini aku berada di kediaman Tante Sandra.
Pernikahan Papa dan Tante Sandra akan di langsungkan 1 jam lagi. Beberapa tamu dan kerabat dekat Tante Sandra sudah berkumpul di halaman belakang yang telah di sulap sebagai tempat resepsi.
Papa dan Tante Sandra hanya mengundang rekan bisnis dan teman-teman saja agar pernikahan mereka tak hanya di ketahui oleh keluarga dekat saja.
"Aku cariin kamu ke mana-mana, nggak taunya mojok disini." Farrel menepuk pelan pundakku.
"Ayo ke belakang,," Ajaknya dengan senyum yang merekah.
Aku dan Farrel memang semakin dekat belakangan ini. Mungkin karna setiap hari bertemu , belum lagi sikap Farrel yang welcome serta sudah menganggapku seperti adiknya sendiri.
Sebenarnya sudah dari beberapa hari yang lalu Farrel memintaku untuk memanggilnya 'Kakak'.
Dia bilang usia kami terpaut 2 tahun, jadi aku yang lebih muda darinya harus memanggilnya Kakak.
Tapi aku masih canggung, jadi hanya memanggil nama saja.
"Sudah mau di mulai acaranya.?" Tanyaku.
"Mungkin sebentar lagi, nunggu Mama selesai di make up."
"Rambut kamu sampai berantakan begini." Ujarnya dengan menatap lekat kepalaku.
Dia kemudian semakin mendekat, tangannya langsung menyentuh kepalaku dan membenarkan rambutku yang entah berantakan seperti apa.
"Lain kali kalau duduk jangan nyender." Tuturnya mengingatkan.
"Apa ada yang rusak riasan rambutnya.?" Aku ingin memastikan dengan kedua tanganku, tapi Farrel mencegahnya.
"Jangan di pegang, sudah rapi." Tegurnya pelan.
"Ayo adikku yang cantik, kita ke belakang." Ucapnya dengan nada menggoda. Farrel memang suka meledekku seperti itu. Dan aku hanya mencebikan bibir saja.
Aku meraih tangan Farrel yang tadi di ulurkan padaku. Kami menuju ke taman belakang sembari bergandengan tangan.
Kedekatan ku dan Farrel tak lagi di halangi rasa canggung. Kami seperti kakak dan adik yang sejak dulu sudah bersama.
"Sepertinya seru kalau kita sekalian menikah disini."
Tiba-tiba Farrel membisikkan kalimat yang membuatku menatap kaget padanya.
"Ya ampun,, jangan bercanda Farrel.!" Pekikku tak habis pikir. Ini bukan kali pertama dia melontarkan kalimat menikah padanya.
"Kenapa.? Kamu belum siap menikah sekarang.?"
"Jadi kapan kamu siapa.? 1 tahun lagi.? 2 tahun lagi.? Atau besok.?" Ujarnya sembari menahan tawa. Aku langsung mendaratkan cubitan di perutnya.
Ternyata bukan hanya lengannya saja yang berotot, perut Farrel juga terasa berotot.
Sepertinya efek dari kebiasaan baiknya yang rajin olahraga.
"Jangan bercanda, nggak lucu tau.!" Cibirku dengan bibir yang semakin mencebik.
"Ah,, sialan. Bisa-bisanya Mama ngasih adik tiri kaya gini. Bikin horny ngeliatnya,," Farrel bergumam sendiri sembari menatap lekat wajahku.
"Apaan sih.! Horny,,,!! Hor,,,," Seruku kesal.
Mulutku langsung di bungkam olehnya.
"Ssstttt,,, jangan kenceng-kenceng ngomongnya." Bisik Farrel dengan wajah panik. Aku menatap heran, memang dimana salahnya kalau aku bicara kencang.?
"Astaga Davina, polosnya jangan kelewatan dong." Geram Farrel.
"Malah bego begini kan jadinya." Dia lalu tertawa geli. Jahat sekali dia menyebutku seperti itu.
"Farrel,,,!!" Aku merengek kesal.
"Ulluh,,ulluh. Cup,, cup,, cup. Sini sayang jangan nangis,,," Dia merangkul ku dan menepuk punggungku berulang kali.
"Repot kalau bayi besar nangis, susah bikin diemnya."
"Mau di kasih lollipop panjang tapi kamu belum paham. Bahaya kalau sampai di gigit." Katanya sembari menahan tawa.
"Dasar bodoh.! Bicara apa kamu.?!"
"Awww,,,!! Sialan kamu Om." Gerutu Farrel sembari mengusap kepalanya yang baru saja di pukul oleh Om Dave.
"Om Dave.?!!" Seruku lirih. Aku langsung berbalik badan untuk menatap. Mungkin saat ini mataku berbinar karna melihat seseorang yang sudah beberapa hari ini aku cari.
"Jangan bicara sembarangan padanya.!" Tegur Om Dave pada Farrel.
"Santai aja Om, lagian dia juga nggak bakal ngerti." Sahut Farrel.
"Tapi nggak perlu bicara macam-macam.!" Tegas Om Dave.
Aku tak memperdulikan apa yang mereka obrolkan, fokus ku hanya pada wajah Om Dave saja. Rasanya tak ingin beralih dari wajah tampannya itu.
"Oke,, oke,,, jagain aja tuh keponakan baru, Om.!"
"Adik sama Kakak sama aja, ada yang baru, yang lama di ketusin." Farrel menggerutu kesal sembari berlalu dari hadapanku dan Om Dave.
Ku lihat Om Dave menghela nafas dengan pandangan mata lurus pada Farrel.
"Om,,," Panggilku lirih dan sedikit manja.
Aku tidak tau kenapa suaraku mendadak seperti ini setiap kali berbicara dengan Om Dave. Rasanya ingin menjadi pusat perhatian Om Dave.
Yang di panggil hanya melirik datar ke arahku.
Bagaimana bisa Om Dave biasa saja saat sedang bertatap wajah denganku.?
Apa dia tidak ingat kejadian hari itu.? Apa tak membekas di pikirannya sedikitpun.?
Sedangkan aku selalu panas dingin setiap kali ingat kejadian itu.
Saat ini jantungku bahkan berdetak kencang.
"Om Dave kemana aja.? Aku nyariin di club tapi nggak pernah ada,," Tanyaku sembari bergeser mendekat.
"Ngapain kamu ke club.?! Jangan coba-coba pergi ke club kalau bukan saya yang nyuruh.!" Ujarnya tegas.
"Aku tuh mau nyari Om."
"Habisnya Om Dave juga nggak pernah datang ke rumah ini."
"Aku tuh mau bilang kalau besok malam Om Dave harus ikut aku ke party. Jangan sampai Om lupa, apalagi kalau sampai kabur. Bisa di bully habis-habisan aku,," Tutur ku sendu.
Bianca pasti akan menertawakan ku kalau besok aku datang seorang diri.
"Alasan aja kamu.!" Ketusnya. Om Dave berlalu begitu saja, berjalan tegap menuju taman belakang.
Segera ku susul langkah Om Dave, tapi laki-laki itu sudah asik bergabung dengan para tamu undangan.
Kenapa Om Dave bisa sedingin dan secuek itu padaku.?
Apa pertemuan dan sesuatu yang kita lakukan hari itu tak membekas sedikitpun di pikirannya.?
Sikap Om Dave masih sama seperti pertama kali kami bertemu.
Kini aku hanya bisa memandanginya dari kejauhan. Selalu memperhatikan gerak geriknya. Sedikitpun tak terlewatkan dari pandangan mataku.
Apapun yang dilakukan oleh Om Dave, terlihat begitu mengagumkan dan indah.
Aku tak bisa mengelak, bahkan harus ku akui jika saat ini aku sudah menaruh perasaan padanya.
Perasaan itu datang lebih cepat dari yang aku duga. Semudah itu aku menaruh perasaan pada seseorang yang baru beberapa kali aku temui.
Om Dave memang berbeda, dia memiliki daya tarik yang besar di banding dengan laki-laki lainnya.
Mungkin ketampanannya banyak di miliki oleh laki-laki di luar sana, termasuk Farrel yang tak kalah tampan dari Om Dave. Tapi kharisma dan pesona Om Dave begitu memikat.
...*****...
Pernikahan Papa dan Tante Sandra berjalan lancar. Setelah melakukan sesi foto keluarga dan berjabatan dengan tamu undangan, Papa dan Tante Sandra mulai bergabung dengan mereka.
Aku hanya bisa tersenyum melihat kebahagiaan di wajah Papa dan Tante Sandra. Walaupun sebenarnya ada sedikit kesedihan di hati karna teringat dengan mendiang Mama.
Ternyata masih ada secuil perasaan tidak rela melihat Papa memiliki pengganti Mama. Namun aku berusaha untuk menerimanya, tak mau egois dengan perasaanku saja.
Aku berharap Papa dan Tante Sandra bahagia, dan tak melupakan keberadaan ku.