NovelToon NovelToon
Suami Hyper Anak SMA

Suami Hyper Anak SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Bad Boy / Teen Angst / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Nikah Kontrak
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Raey Luma

"DAVINNNN!" Suara lantang Leora memenuhi seisi kamar.
Ia terbangun dengan kepala berat dan tubuh yang terasa aneh.
Selimut tebal melilit rapat di tubuhnya, dan ketika ia sadar… sesuatu sudah berubah. Bajunya tak lagi terpasang. Davin menoleh dari kursi dekat jendela,
"Kenapa. Kaget?"
"Semalem, lo apain gue. Hah?!!"
"Nggak, ngapa-ngapain sih. Cuma, 'masuk sedikit'. Gak papa, 'kan?"
"Dasaaar Cowok Gila!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raey Luma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sekadu

"Oke. Gue bakal tidur di sini. Dengan catatan lo tidur di lantai" kata Leora, dengan tegas.

"G-gue tidur di lantai?" tanya Davin, menunjuk dirinya sendiri.

"Iya. Lo budeg?!"

"Kalau itu aturannya, lo gak bisa tidur di sini. Ini kamar gue, dan lo yang harusnya ikut aturan gue!" balas Davin, berkacak pinggang.

Wajah Leora memanas, "Davin. Ini bukan waktunya debat. Gue cuma mau tidur. Please."

Davin berjalan satu langkah, mendekatinya "Justru karena itu, supaya lo bisa tidur di sini. Lo yang harus ikut peraturan gue."

"Enggak. Gue gak mau. Aturan lo pasti macem macem"

"Ya udah kalau gak mau... Lo bisa pergi ke kamar lo lagi, tidur sendirian di sana"

Leora terdiam untuk beberapa saat. Pikirannya kacau. "Oke. Kalau lo tega. Gue bakal balik ke kamar gue!" ucapnya sok tegas, namun jauh di dalam hati Leora ketakutan setengah mati.

Davin pun tersenyum ringan, seraya membukakan pintu kamarnya untuk mempersilakan Leora keluar.

Leora melangkah berat, namun baru beberapa langkah, ia terhenti melirik pada Davin dengan tatapan memohon.

"Gue gak bisa. Gue takut" kata Leora.

Saat itulah Davin merasa punya peluang, "kalau gitu, turuti aturan gue. Biar lo aman tidur di sini"

Leora menimbang harga dirinya dan rasa takutnya yang masih menusuk di tulang.

“…Aturan apa dulu?” tanyanya akhirnya.

“Simple,” ucap Davin sambil menunjuk ranjang.

“Kita tidur di sini. Satu ranjang.”

Leora langsung mendengus keras.

“Enggak. Gue nggak mau tidur sebelahan sama lo.”

“Kalau gitu…” Davin mengangkat bahu dan menunjuk pintu.

“Pintu keluar ada di sana, Leora.”

“Davin!!” serunya frustrasi.

Davin bersandar ke lemari, melipat tangan.

“Lo takut sendirian kan? Gue cuma nawarin opsi paling aman. Mau atau enggak?”

Leora memejamkan mata sejenak, mendesah panjang.

“Gue benci lo.”

“Gue udah biasa,” sahut Davin santai. “Jadi?”

“Oke! Gue tidur di ranjang. Tapi tidur bareng lo? No.”

“Terus?”

Leora berjalan cepat ke kasur, meraih bantal, dan mengatur posisinya di tengah ranjang.

“Gue kasih keringanan. Biar adil.”

“Keringanan?”

Leora menarik selimut, lalu menunjuk kasur seperti juri sedang mengetuk meja sidang.

“Kita bikin garis batas. Lo di sisi lo. Gue di sisi gue. Jangan ada yang lewat batas.”

Davin menatap kasur itu lama, sebelum bibirnya terangkat geli.

“Lo pikir gue anak TK?”

“Lo bahkan lebih nyebelin dari anak TK,” balas Leora cepat.

“Dan lo mau bikin garis pake apa? Spidol? Tali rafia?”

Leora bergeming.

“Pake bantal guling. Tuh.” Ia mengangkat bantal guling panjang dan meletakkannya lurus di tengah kasur. “Ini garisnya.”

Davin terkikik.

“Lo serius banget?”

“Gue serius. Dan lo harus hormatin aturan gue juga. Biar adil.”

Davin mendekat, menatap bantal guling itu seolah sedang mengamati garis pemisah dua negara.

“Jadi, aturannya: satu ranjang, tapi masing-masing punya wilayah.”

Leora mengangguk cepat.

“Betul.”

Davin akhirnya mengangguk puas.

“Fine. Gue setuju.”

“Secepet itu?”

“Kalo itu adil… ya gue oke.”

Leora merutuk dalam hati.

Kenapa jawaban sesimpel itu malah bikin dadanya aneh?

“Udah. Matiinn lampu, gue mau tidur” gumamnya cepat, mencoba menutupi pipinya yang memanas.

"Gue harus mandi dulu" sambung Davin.

"Berarti lo bakal–"

"Hush! Otak lo mesum mulu. Ya enggak lah, gue pake baju di kamar mandi sekalian."

Leora mengeluarkan nafas gusar. "Ya udah sana. Jangan lama lama"

Davin tertawa geli, "Iya. Tapi, lo janji jangan nyusul gue ka kamar mandi."

"DAVINNNN!"

Leora sampai menutup wajahnya dengan bantal, ingin menjerit tapi sadar itu percuma.

Davin ngakak pendek sebelum akhirnya membawa handuk dan pakaian bersih, lalu menuju kamar mandi.

“Serius, Lo. Jangan nyusul gue. Gue bakal trauma,” ulangnya sambil berjalan mundur, pura-pura waspada.

“Trauma dari otak lo sendiri!” balas Leora.

“Exactly.” Davin mengedip, lalu menutup pintu kamar mandinya.

Begitu pintu tertutup, Leora langsung rubuh ke kasur, menatap bantal guling yang kini menjadi border resmi negara Leora dan negara Davin.

“Gila. Kenapa gue bisa setuju tidur di ranjang cowok begini sih…” gumamnya, memegangi pipinya yang masih merah.

Air mengalir dari kamar mandi, dan suasana kamar mendadak hening—hening yang bikin jantung Leora deg-deg-an tanpa alasan logis.

Leora mencoba mengatur napas. Oke. Dia tidur di sisi sini. Davin di sisi sana. Ada garis batas. Aman. Aman banget. Harusnya.

Pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka.

Davin keluar, rambut masih basah berantakan, kaos hitam nempel pas di tubuhnya—dan Leora merasa paru-parunya mendadak macet.

“Kok lo liatin gue kayak gitu?” tanya Davin, mengeringkan rambut dengan handuk sambil berjalan mendekat.

“A-apa sih! Gue nggak liatin!” Leora langsung menarik selimut sampai hidung.

Davin menaikkan satu alis. “Iya… iya… percaya.”

Ia naik ke ranjang, duduk di sisi kasurnya, tepat di belakang bantal guling pembatas.

“Udah. Sisi lo di sana. Sisi gue di sini,” katanya, menepuk kasurnya sendiri.

Leora memajukan dagu, berusaha terlihat galak.

“Bagus kalau lo ngerti.”

Davin tidur miring menghadap bantal guling, senyumnya tipis, hampir nggak terlihat… tapi Leora tahu.

“Lo tau, Leora…” suaranya lembut, lebih rendah dari biasanya.

Leora menatapnya waspada.

“Apa lagi?”

“Kalau lo takut…” Davin berhenti sejenak.

“…lo boleh mindik ke sisi gue. Tapi jangan lewat garis tanpa izin.”

Leora melempar bantal kecil ke arahnya.

“GUE NGGAK MAU!”

Davin tertawa pelan—suara yang entah kenapa bikin suasana kamar hangat dan… sedikit bahaya.

“Yaudah. Gue cuma ngingetin aturan,” katanya santai.

Leora memelototinya sekali lagi sebelum mematikan lampu.

Gelap meliputi kamar, hanya sisa cahaya redup dari jendela.

Di bawah selimut, Leora menggenggam ujung kain erat-erat.

"Leora?" kata Davin, dari sebelahnya.

"Lo gak boleh ngomong apapun" lanjut Leora, tegas.

"Gue cuman mau tanya satu hal ke elo."

"Penting?"

"Iya."

"Soal apa?"

Davin membalikkan tubuhnya, sehingga ia bisa melihat punggung Leora dari dekat.

"Gue cuma mau tau. Menurut lo, Rey orangnya gimana?"

Leora sudah berniat tak membuka mulut lagi malam itu.

Tapi pertanyaan Davin barusan… bikin kelopak matanya terbuka pelan.

“…Rey?” ulangnya, memastikan ia nggak salah dengar.

“Iya,” jawab Davin tanpa jeda.

Leora memutar badan pelan, menatapnya dengan mata menyipit curiga.

“Aneh banget. Kenapa lo nanya begitu?”

“Jawab dulu.”

“Menurut lo, dia orangnya gimana?”

Leora menelan ludah.

Pertanyaan itu memang simple… tapi vibe-nya nggak cocok sama sekali.

“Kalo gue jawab jujur, lo jangan rese,” ucapnya.

Davin menaikkan alis. “Gue cuma dengerin.”

Leora hembuskan napas panjang.

“Rey itu… baik. Serius. Dia peduli sama orang, apalagi sama temen. Terus dia tau cara threat gue, nggak suka maksa, dan—”

“Maksud lo dia sempurna?” potong Davin, cepat.

Leora hampir tersedak ludahnya sendiri.

“A-apaan, sih?! Gue nggak bilang gitu!”

“Tapi lo muji dia panjang banget,” balas Davin, nada suaranya turun setengah oktaf.

Gemas.

Kesal.

Cemburu.

Ya Tuhan… apa itu cemburu?

Leora berkedip cepat. “…Lo kenapa?”

“Gue cuma nanya,” ujarnya sambil berpaling sedikit.

“Tadi lo bilang cuma mau tanya satu hal. Tapi gue rasa motif lo bukan itu.”

“Motif gue cuma pengen tau,” bantahnya.

“Davin.”

Hening sejenak.

“Apa?” suaranya pelan.

“Lo… cemburu ya?”

Davin langsung mengerjapkan mata cepat.

“HAH?!”

Leora otomatis tersenyum miring.

“A-ha. Lo cemburu.”

“Gue nggak cemburu! Lo ngomong apaan sih?!” Davin buru-buru menatap bantal guling seperti itu benda paling menarik di dunia.

Leora semakin menahan tawa.

“Lo nanya-nanya soal Rey, suara lo berubah, terus lo ngegas… itu textbook cemburu, Davin.”

“LEORA.”

Nada Davin berubah berat.

“Tuh kan,” bisiknya, makin senang.

Davin menutup wajahnya sebentar dengan telapak tangan, frustasi setengah mati.

“Lo bikin gue nyesel tanya.”

“Ya salah lo. Nanya hal yang sensitif.”

“Gue cuma—”

Suara Davin terhenti di tenggorokan, seolah ia baru sadar hampir jujur.

“…Cuma apa?” pancing Leora, mendekat sedikit tanpa sadar.

“Cuma pengen tau… siapa aja yang bisa bikin lo senyum,” jawabnya lirih.

Leora membeku.

Garis bantal guling mendadak terasa tidak ada gunanya.

“Kenapa… lo mau tau?” bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar.

Davin menelan ludah, matanya tak lepas dari mata Leora.

“Karena gue…”

Ia berhenti, menahan diri.

“…karena itu penting,” akhirnya ia tutup, mencoba kabur dari jujur sepenuhnya.

Leora menatapnya lama, dadanya terasa aneh.

“…Lo aneh banget, Vin.”

“Terserah lo,” gumam Davin sambil memalingkan wajah.

“Tapi jawaban lo udah cukup.”

Leora bisa saja balik tidur.

Tapi bibirnya malah bergerak sendiri.

“Davin.”

“Hm?”

“Rey baik… tapi dia gak sempurna”

Davin menoleh cepat.

Mata itu berbinar kecil—sebelum ia buru-buru mematikan ekspresinya.

“Oh.”

Ia berdehem. “Ya bagus kalo… gitu.”

“Tenang,” tambah Leora pelan.

“Gue nggak suka cowok sempurna.”

Davin menyipitkan mata. “Terus lo suka cowok kayak apa?”

Leora menarik selimut, berbalik membelakangi dia.

“Yang nyebelin.”

Davin mengerutkan dahi. “Nyebelin?”

“…dan suka ngatur,” lanjut Leora.

1
Shifa Burhan
author tolong jawaban donk dengan jujur

*kenapa di novel2 pernikahan paksa dan sang suami masih punya pacar, maka kalian tegas anggap itu selingkuh, dan pacar suami kalian anggap wanita murahana, dan suami kalian anggap melakukan kesalahan paling fatal karena tidak menghargai pernikahan dan tidak menghargai istrinya, kalian akan buat suami dapat karma, menyesal, dan mengemis maaf, istri kalian buat tegas pergi dan tidak mudah memaafkan, dan satu lagi kalian pasti hadirkan lelaki lain yang jadi pahlawan bagi sang istri

*tapi sangat berbanding terbalik dengan novel2 pernikahan paksa tapi sang istri yang masih punya pacar, kalian bukan anggap itu selingkuh, pacar istri kalian anggap korban yang harus diperlakukan sangat2 lembut, kalian membenarkan kelakuan istri dan anggap itu bukan kesalahan serius, nanti semudah itu dimaafkan dan sang suami kalian buat kayak budak cinta dan kayak boneka yang Terima saja diperlakukan kayak gitu oleh istrinya, dan dia akan nerima begitu saja dan mudah sekali memaafkan, dan kalian tidak akan berani hadirkan wanita lain yang baik dan bak pahlawan bagi suami kalau pun kalian hadirkan tetap saja kalian perlakuan kayak pelakor dan wanita murahan, dan yang paling parah di novel2 kayak gini ada yang malah memutar balik fakta jadi suami yang salah karena tidak sabar dan tidak bisa mengerti perasaan istri yang masih mencintai pria lain

tolong Thor tanggapan dan jawaban?
Raey Luma: Sementara contoh yang kakak sebutkan mungkin lebih menonjolkan karakter pria yang arogan, sehingga apa pun yang dia lakukan selalu tampak salah di mata pembaca. Apalagi di banyak novel, perempuan yang dinikahkan secara paksa biasanya digambarkan berasal dari tekanan ekonomi atau tanggung jawab keluarga, sehingga karakternya cenderung lebih lemah dan rapuh. Dan itu yang akhirnya membuat tokoh pria terlihat seperti pihak yang “dibenci”.


Beda dengan alur ceritaku di sini, di mana pernikahan mereka justru terjadi karena hal konyol dua orang ayah yang sama-sama sudah kaya sejak lama, jadi dinamika emosinya memang terasa berbeda.

Kurang lebih seperti itu sudut pandangku. Mohon maaf kalau masih ada bagian yang kurang, dan terima kasih sudah berbagi opini 🤍
total 2 replies
Felina Qwix
kalo aja tau Rey si Davin suaminya Leora haduh🤣🤣🤣
Raey Luma: beuuh apa ga meledak tuh sekolah🤣
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!