Bagi mata yang memandang hidup Runa begitu sempurna tapi bagi yang menjalani tak seindah yamg terlihat.
Runa memilih kerja serabutan dan mempertahankan prinsipnya dari pada harus pulang dan menuruti permintaan orang tua.
"Nggak apa-apa kerja kayak gini, yang penting halal meskipun dikit. Siapa tau nanti tiba-tiba ada CEO yang nganterin ibunya berobat terus nikahin aku." Aruna Elvaretta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembantu
Pekerjaannya serabutan tapi jam kerjanya mengalahkan budak corporate dengan layard kebanggaan yang mengantung di leher. Runa duduk di depan indoapril dengan satu gelas matcha original di tangan kanannya, menatap ke seberang cafe yang dipenuhi orang-orang seusianya yang mengobrol santai. Hari sudah gelap tapi dirinya belum merebahkan diri sama sekali. Runa beranjak dari duduknya setelah menghabiskan minuman kesukannya. Ia memutuskan mampir ke warung tenda pinggir jalan sebelum masuk ke kampus, membeli dua bungkus pecel ayam untuk dirinya dan Hera.
Sambil membawa kantong kresek berisi makanan Runa menyusuri jalanan kampus yang sepi meskipun penerangannya cukup baik tapi tak banyak mahasiswa yang berjalan di malam hari, untuk makan pun mereka memilih order online sekalipun penjualnya masih berada di sekitar kampus.
"Wah solusi masalah gue udah datang." baru membuka pintu Hera langsung menghampirinya dan mengambil kantong kresek yang ia bawa.
Runa duduk di sofa sderhana satu-satunya yang ada di kamar mereka sementara Hera tengah mengambil air minum dan peralatan makan.
"Cape banget kelihatannya."
Runa mengangguk, "lumayan." jawabnya lirih kemudian melahap makanannya dengan cepat. Matanya sudah ngantuk meski baru jam delapan.
"Bukannya udah biasa nemenin kontrol ke rumah sakit? yang sekarang pasiennya rewel kah?" tebak Hera.
"Nggak sama sekali, malah baik banget. Ternyata pasien yang harus gue jaga tuh ibu-ibu yang waktu itu gue temuin di rumah sakit. Kebetulan banget pokoknya. Mereka sekeluarga baik, bisa di bilang hari ini di rumah sakit kagak sibuk sama sekali, cuma jalan kesana kemari soalnya suami sama anaknya juga ikut."
"Terus yang bikin wajah lo ditekuk kenapa? harusnya lo seneng dong, bukannya klien lo yang sekarang masih muda?" Hera melirik Runa dengan genit, meledek sahabatnya yang sudah terlihat begitu lelah.
"Iya, mana cakep. Tapi-" Runa malah tertawa mengingat Qian yang ternyata takut darah bahkan sampai pingsan.
"Tapi apa?" Hera penasaran.
Runa melambaikan tangannya kemudian membungkam mulutnya sendiri, "nggak apa-apa."
"Gue tuh cape gara-gara ambil job tambahan. Jaga pasien pertama jam satu aja udah selesai, tapi ada orderan jaga anak jadi gue ambil aja."
"Dia bilang cukup jagain dari jam dua sampe jam empat aja, dia mau pergi arisan." Runa mengacak rambutnya mengingat pengalaman pertamanya menjaga anak kecil.
"Kesepakatannya dari jam dua sampe jam empat tapi dia pulang magrib, Ra. Dan anaknya, usia 3 tahun tapi kelakukannya ya ampun!" Runa menghela nafas panjang. Menceritakan kenakalan anak itu membuatnya matanya yang sudah sayu jadi segar kembali.
"Anaknya nakal banget, Ra. Pantes aja nggak diajak ke tempat arisan orang dirumah aja dibikin kayak kapal pecah. Pokoknya gue stres banget. Nggak habis pikir kok bisa anak senakal itu. Mana tiap gue nasehatin malah gigit." Runa menunjukan lengannya yang merah.
Bukan kasihan, Hera malah terbahak. "namanya juga anak-anak, wajar aja. Ponakan gue juga gitu, nakal banget."
"Cape pokoknya." Runa beranjak menuju ranjang, "gue nggak lagi-lagi ambil job jaga anak kecil lah." lanjutnya.
"Makanya kerja yang sewajarnya aja, Run. Pake nerima segala pekerjaan, kan ribet sendiri lo jadinya."
"Iya, besok gue lebih selektif dah nggak semua gue ambil." jawab Runa.
Runa baru memejamkan mata tapi getar ponsel yang sudah ia simpan di atas nakas membuatnya kembali terjaga. "Mas Qian?" gumamnya lirih membaca nama yang tertera di layar.
"Halo mas, nggak sibuk. Aku lagi santai, gimana?"
"Besok banget mas?"
"Iya, bisa."
"Siap." pungkasnya kemudian meletakan kembali ponselnya.
"Kenapa Run? abis terima telpon langsung cengar cengir nggak jelas lo!" tanya Hera yang kini berpindah ke ranjang Runa.
"Nggak apa-apa, orderan buat besok." jawab Runa.
"Tapi kayak yang happy banget. Biasanya dapat orderan nggak sesenang itu."
"Seneng lah yang ini bayarannya berkali-kali lipat." Runa memamerkan bukti transfer dari Qian.
Hera yang semula tiduran langsung duduk, "serius jaga pasien doang lo dapat satu juta? ok fix gue resign terus ikut kerja bareng lo dah." seru Hera.
"Boleh aja, ntar lo kebagian job yang jaga anak yah." ledek Runa.
"Nggak jadi deh, makasih. Kesabaran gue setipis tisu." Hera kembali ke ranjangnya.
Runa mengirim pesan balasan untuk bukti transfer yang baru diterimanya, "Mas Qian makasih, tapi apa ini nggak salah? jumlahnya banyak banget. Jasa aku dua ratus lima puluh aja untuk jaga pasien selama sepuluh jam, tadi kan nggak ada sepuluh jam."
"Nggak, itu bonus. Kerja kamu bagus. Besok jangan sampai telat yah."
Runa tersenyum, ia membalas 'siap' kemudian meletakan ponselnya dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum tidur. Dari sekian banyak klien, kerja dengan Qian paling nyaman meski baru satu hari. Selain bayaran yang berkali lipat, perlakukan keluarga Qian juga sangat menghargainya meskipun bisa dibilang ia setara pembantu tapi mereka tak memperlakukannya seperti pembantu. Orang tuanya begitu ramah, apalagi adiknya yang begitu menggemaskan meski manjanya tak ketulungan.
Esok harinya pukul tujuh Runa sudah bertolak dari dormitory menuju rumah Qian. Berbekal titik lokasi yang dikirim Qian tak sulit baginya untuk menemukan rumah itu. Setelah membayar ongkos ojeg Runa menekan bel hingga seorang wanita tua membuka pintu.
"Selamat pagi, ini rumahnya tante Retno betul?" tanya Runa.
"Betul. Mau ketemu siapa mba?" tanya asisten rumah tangga.
"Tante Retno, bi." jawab Runa, sopan. Ia masuk setelah di persilahkan dan duduk di sofa tamu.
Tak lama mama Retno menghampirinya dan duduk di samping Runa, "maaf yah pagi-pagi sudah bikin nak Runa repot."
"Nggak apa-apa tante. Justru alhamdulillah pagi-pagi udah dapat rejeki aku, tan." jawab Runa.
"Sebenarnya tante mau berangkat sendiri tapi anak-anak nggak ngizinin. Om Teguh juga malah ikut-ikutan nyaranin tante supaya ditemenin kamu. Cuma arisan biasa sama ngobrol-ngobrol nanti. Paling sebelum jam dua belas juga sudah selesai." jelas mama Retno.
"Siap tante."
"Tapi kita berangkat jam sembilanan aja yah, soalnya janjian jam sepuluh. Terus tante juga masih masak belum selesai. Arisan emak-emak biasalah sambil botram. Jadi masing-masing bawa hasil masakannya." jelas Mama Retno.
"Wah kayaknya seru tante. Aku boleh bantuin tante masak?"
"Tentu, ayo sini." Keduanya pergi ke dapur. Biasaya arisan orang kaya akan mewah dan jadi ajang pamer kekayaan, tapi nampaknya grup arisan mama Retno berbeda. Meski tak terlalu pandai memasak, Runa membantu memotong sayur dan mengiring bawang. Hal ini cukup menyenangkan bagi Runa, mengobati kangennya memasak dengan ibunya sendiri.
Selesai memasak mama Retno pergi ke kamar untuk siap-siap sementara Runa membantu membereskan dapur meski tak diminta.
"Nggak apa-apa bi, aku bantuin." jawabnya seraya mencuci teflon.
"Biar aku yang buka pintunya, bi." mendengar bel berbunyi ia inisiatif.
Runa mengelap tangannya yang basah ke celemek sebelum membuka pintu, "pagi, cari siapa mba?"
Runa sedikit tercengang melihat wanita cantik berambut pendek yang baru saja masuk tanpa permisi dan langsung duduk itu, rasa-rasanya ia pernah melihatnya tapi dimana?
"Heh! malah bengong!" teriak Sandra. Ia beranjak dan berdiri di depan Runa.
"Pembantu baru yah?" tanyanya dengan sinis.
"Kasih tau mama Retno ada calon mantu!" lanjutnya kemudian kembali duduk.
Mendengar kata calon mantu ia jadi teringat, "ya ampun, dia yang ngejambak gue di depan kantor mas Qian." batin Runa.
"Heh! buruan panggil mama Retno!"
Teriakan Sandra membuat telinga Runa rasanya panas, "iya mba, saya panggilkan sekarang."
Runa menghela nafas dalam kemudian beranjak ke belakang untuk memanggil mama Retno, ia tak habis pikir kenapa keluarga mama Retno yang spek soft spoken harus punya calon mantu yang menurut Runa kurang beradab.
.
.
.
Guys jangan lupa like komennya untuk pembantu kesayangan kita
ya udh sih... nikmati aja . suruh nikah ya nikah aja.... gitu aja kok repot . emang kamu gak mau Qian nikah sama Aruna . pasti mau dong....masak gak mau...harus mau lah.... 🤭🤣🤣🤣 maksa ya .
oh ... Sandra....aduin aja ke mama Retno , sudah bisa dipastikan mama Retno bakal iya in aja . secara dia udah amat sangat cocok dengan Aruna .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍