Amel Fira Azzahra gadis kecil yang memiliki wajah sangat cantik, mempunyai lesuk pipi, yang di penuhi dengan kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Namun sayang kebahagian itu tidak berlangsung lama. Setelah meninggalnya Ibu tercinta, Amel tidak lagi mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Bapaknya selalu bekerja di luar kota. Sedangkan Amel di titipkan ke pada Kakak dari Bapaknya Amel. Tidak hanya itu, setelah dewasa pun Amel tetap menderita. Amel di khianati oleh tunangannya dan di tinggal begitu saja. Akankah Amel bisa mendapatkan kebahagiaan?
Yukk ikuti terus ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aretha_Linsey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 Kebenaran Yang Menyakitkan
Amel menatap boneka Doraemon raksasa di sudut kamarnya. Boneka itu, simbol kenyamanan dan kemudahan yang diberikan Udin, kini terasa
seperti batu besar yang menghimpit dadanya. Perasaan Amel terbagi, ia takut akan kebenaran, tetapi jiwa Lady Rose yang membenci kebohongan menuntutnya untuk mencari tahu.
Setelah mengatur waktu dan tempat pertemuan dengan Fatur, Amel menyusun rencana. la tidak bisa pergi begitu saja.
la menemui Ayahnya dengan wajah lelah yang menunjukkan kejujuran.
"Yah, ” Amel memulai, nadanya pelan.
"Amel minta izin untuk pergi ke kota sebelah sebentar, mungkin sehari penuh. Akhir akhir ini Amel agak stres setelah lulus dan persiapan pertunangan. Amel ingin menjernihkan pikiran sebentar. Amel janji akan hati hati."
Ayah Amel menatapnya. Beliau melihat kejujuran dalam kelelahan putrinya dan merasa Udin akan senang Amel beristirahat.
"Baiklah, Nak. Pergilah.Tapi segera hubungi Udin, beri tahu dia agar dia tidak khawatir. Liburanmu adalah bukti bahwa kamu sudah nyaman dengan hidupmu sekarang."
Amel mengangguk, rasa bersalah karena berbohong kini bercampur dengan rasa syukur karena memiliki alasan yang kuat. la segera mengirim pesan singkat ke Udin, mengatakan bahwa ia pergi refreshing sebentar di kota dan akan segera kembali. Udin membalas dengan pesan manis, menyuruh Amel memanjakan dirinya, tanpa sedikit pun curiga.
Amel tiba di kafe yang mewah di pinggiran kota, tempat yang disepakati dengan Fatur. Fatur sudah menunggunya di sana. la mengenakan pakaian kasual, tetapi tetap terlihat berkelas. Fatur menyambut Amel dengan sangat sopan dan penuh rasa hormat, menjaga jarak fisik, dan sama sekali tidak menunjukkan arogansi.
"Terima kasih sudah datang, Rose". ujar Fatur, matanya menunjukkan keseriusan yang dingin.
"Aku tahu ini sulit. Aku tidak ingin merusak
hidupmu. Aku hanya ingin kamu melihat kebenaran."
Fatur tidak buang waktu. la menyodorkan tablet berisi laporan investigasi foto, dan video Udin. Amel melihat foto foto Udin di berbagai tempat bukan di kantor, melainkan bersama seorang wanita lain, berpelukan mesra.
Amel terdiam, wajahnya pucat.
"Ini.. ini editan. Kamu hanya cemburu, Tuan Fatur. Kamu ingin merusak pertunanganku."
"Aku tahu kamu tidak akan percaya hanya dengan foto, Rose. Aku sudah memperkirakan itu". balas Fatur dengan suara lembut, tetapi tegas. la berbicara bukan sebagai saingan, melainkan sebagai seorang pendukung
"Aku ingin kamu melihatnya sendiri. Aku tahu di mana mereka sekarang, di hotel di kota seberang. Aku bisa membawamu ke sana dalam dua jam.
Setelah itu, jika kamu masih berpikir aku berbohong, aku akan menghilang dari hidupmu selamanya. Aku hanya memintamu mengetahui kebenaran yang kamu pantas dapatkan"
Amel menatap matanya. la mencari arogansi yang ia benci, tetapi hanya menemukan dorongan dingin untuk mencari kebenaran. Jiwa Lady Rose yang mencari kebebasan dari kebohongan kini mengambil alih.
"Baik," putus Amel.
"Bawa aku ke sana."
...----------------...
Amel dan Fatur segera meluncur dengan mobil mewah Fatur. Perjalanan ke kota seberang itu terasa panjang dan senyap. Amel tenggelam dalam pikirannya, memikirkan setiap kebohongan Udin, setiap kata manisnya, setiap hadiah yang ia berikan sebagai penutup mata. Doraemon raksasa
itu kini terasa seperti lelucon yang keiam. Amel hanya melihat ke arah jendela mobil, terdiam dan bertarung dengan fikirannya sendiri.
Fatur menjalankan perannya sebagai penyelamat dengan sempurna. la tidak berbicara, tidak mencoba merayu Amel. la hanya fokus mengemudi sesekali memastikan Amel baik baik saja, memperlakukannya dengan rasa hormat yang membuat pertahanan Amel perlahan runtuh.
Fatur telah berhasil membedakan dirinya dari Udin yang posesif.
"Aku tahu kamu tidak memilihku, Rose, ” ujar Fatur pelan tanpa menoleh.
"Aku sudah menerima itu. Tapi aku tidak bisa melihatmu terikat pada kebohongan dan pria yang tidak menghargai nilai dirimu. kamu pantas
mendapatkan cinta yang utuh, yang tulus. Bukan hanya hadiah mahal".
Kata kata Fatur itu tepat menusuk inti masalah Amel. Ketulusan.
Amel tahu Fatur, meski kaya, kini menunjukkan ketulusan dalam tindakannya. la rela menghabiskan waktu dan uang hanya untuk membuktikan kebenaran demi Amel.
Mereka tiba di sebuah hotel kelas atas yang tersembunyi. Fatur memarkir mobil agak jauh.
"Mereka ada di kamar 402. Kita harus naik melalui tangga darurat agar tidak terlihat, " bisik Fatur. la menyerahkan sarung tangan tipis kepada Amel.
"Kita hanya perlu melihat. Tidak perlu bicara, tidak perlu konfrontasi, hanya kebenaran."
Amel mengangguk, kakinya terasa lemas. Ketakutan akan kebenaran kini lebih besar daripada rasa takutnya akan kecepatan di lintasan balap.
...----------------...
Fatur memimpin Amel dengan hati hati. Udara di koridor hotel terasa dingin dan pengap. Mereka berhenti di depan pintu bernomor 402. Dari celah di bawah pintu, terdengar suara tawa dan bisikan mesra yang mengiris hati.
Fatur memberi isyarat kepada Amel.
"Kuncinya sudah kurusak sedikit tadi pagi. Kau bisa membukanya pelan pelan"
Amel menarik napas dalam dalam. la harus melihatnya sendiri. la memutar knop pintu dan mendorongnya sedikit terbuka.
Mata Amel melebar. Pemandangan di depannya adalah kenyataan yang tak terbantahkan.
Di kamar yang mewah itu, Udin sedang berada dalam pelukan erat seorang wanita asing —-selingkuhannya. Mereka berada dalam posisi yang membasahi wajahnya yang kini menunjukkan kemarahan dan kesedihan sangat intim. Udin terlihat tertawa lepas dan mengucapkan kata kata
mesra. Udin terlihat sangat posesif, memberikan sentuhan yang sangat intim dan mencari kenyamanan dari wanita itu.
Udin, yang tadinya memancarkan kebahagiaan palsu saat bersamanya, kini menunjukkan sisi aslinya yang buruk dan rentan yang sesungguhnya kepada wanita lain. Semua kebohongan, semua hadiah, semua kenyamanan Doraemon, hancur dalam sekejap.
Amel merasakan dunia berputar. la tidak bisa lagi menahan isakannya.
"UDIN!" teriak Amel, suaranya pecah, menggema di kamar itu.
Udin dan wanita itu tersentak. Wajah Udin berubah dari gembira menjadi horor murni saat melihat Amel dan Fatur berdiri di ambang pintu.
"A-Amel?!" Udin tergagap, segera berusaha menutupi diri.
"Ini-ini tidak seperti yang kamu lihat, Mel! Aku bisa jelaskan!"
Wanita itu menatap Amel dengan tatapan menghina, seolah Amel adalah penyusup.
Amel tidak mendengarkan penjelasan apa pun. Air mata mengalir deras, membasahi wajahnya yang kini menunjukkan kemarahan dan kesedihan.
"Kamu pembohong, Din. Kamu menjijikkan! Kamu memanfaatkan Ayahku dan aku!"
Amel melemparkan cincin pertunangannya ke lantai. Cincin itu memantul dengan suara kring yang nyaring, sebelum berputar dan tergeletak di dekat kaki Udin.
Amel menatap Fatur.
"Aku mau pergi. Sekarang."
Tanpa menunggu balasan, Amel berlari keluar dari hotel. la berlari tanpa arah, melewati koridor, menuruni tangga darurat.
Begitu Amel tiba diluar, langit yang tadinya mendung tiba tiba pecah.
Hujan deras mengguyur kota. Amel berlari ke taman terdekat dan ambruk di bangku kayu di bawah guyuran hujan. la tidak peduli. la menangis
sejadi jadinya, air mata bercampur dengan dinginnya air hujan.
Semua pengorbanannya sia sia. Semua rasa bersalahnya pada Agus kini terasa bodoh. Ia menolak cinta tulus demi pria yang penuh kebohongan.
Fatur tiba di taman. la tidak membawa payung. la berdiri beberapa langkah di belakang Amel, ikut basah kuyup. la tidak mengatakan apa apa, hanya berdiri di sana, menjadi kehadiran yang stabil. la telah memenangkan pertempuran kebenaran ini.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, Fatur melangkah maju dan duduk di samping Amel. la tidak memeluknya, tetapi hanya meletakkan tangannya di bahu Amel dengan lembut, sentuhan dukungan, bukan klaim.
"Menangislah, Rose, ” bisik Fatur.
"Biarkan hujan membersihkan semua kebohongan itu. Ini bukan salahmu. Kamu hanya memilih untuk
menyelamatkan Ayahmu."
Amel membenamkan wajahnya di telapak tangan, menangis hingga ia merasa kosong. Untuk pertama kalinya, ia merasa Fatur benar benar tulus.
Fatur tidak memintanya, Fatur tidak merayunya. Fatur hanya memberinya kebenaran, dan kini memberinya bahu tanpa tuntutan. Amel menyadari, Fatur mungkin arogan di dunia bisnis, tapi dia jujur dan loyal pada keyakinannya.
Amel perlahan mengangkat wajahnya, air huian membasuh air matanya. la menatap Fatur, tatapan yang penuh rasa terima kasih yang mendalam.