Evelyn, melihat kekasihnya, Jack, tengah bercumbu dengan wanita lain, saat ia ingin menunjukkan gaun pengantin yang ia pakai. Namun, Evelyn mengabaikannya, karena ia begitu mencintai kekasihnya. Tapi, bukan berarti tidak muncul keraguan di hatinya.
Sampai, hari itu tiba, saat mereka berdiri di altar pernikahan dan siap mengucapkan janji suci, tiba-tiba tempat mereka di serang oleh orang yang dulu pernah menjadi target mereka. Dia adalah Jacob.
Dia datang untuk balas dendam atas apa yang sudah Jack lakukan padanya. Namun, Jacob justru mencari sosok berinisial L.V, sosok yang sudah mengalahkan nya beberapa tahun yang lalu.
Dan, di sinilah Evelyn menyadari, jika Jack tidak pernah mencintainya dan muncul dendam di hatinya.
Bijaklah dalam berkomentar.
Happy Reading 💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Sejak peristiwa itu, Jacob meningkatkan sistem keamanan di seluruh rumah. Penjagaan diperketat, jumlah CCTV bertambah, dan setiap gerak-gerik di area rumah diawasi ketat selama dua puluh empat jam.
Semua itu membuat Evelyn nyaris tidak bisa bergerak bebas.
Jacob melarangnya pergi berbelanja atau sekadar berjalan-jalan di taman belakang dengan alasan demi keselamatannya. Bagi Jacob, insiden itu menjadi bukti bahwa seseorang sedang mengincar nyawa Evelyn.
Namun bagi Evelyn, semua ini terasa seperti penjara. Dan, satu-satunya yang bisa ia lakukan hanyalah memberi instruksi pada Rose melalui telepon. Tidak lebih.
Seperti hari ini. Ia menatap jendela yang tertutup tirai tebal, lalu mendesah berat.
"Tidak! Aku tidak bisa seperti ini terus-menerus," gumam Evelyn, frustrasi. "Aku harus keluar dari sini untuk melihat situasi di luar sana. Tapi, bagaimana caranya?" gumam Evelyn.
Tatapannya beralih pada jam dinding yang hampir menunjukkan pukul sebelas siang. Ia terdiam sejenak, lalu perlahan sebuah senyum muncul di sudut bibirnya.
Sementara di perusahaan JC group, tepatnya di ruang CEO, Jacob tengah di sibukkan dengan beberapa berkas yang menumpuk di meja. Dia begitu serius, sampai-sampai tidak menyadari kehadiran Dean yang sudah berdiri di depannya sambil menunduk hormat.
"Tuan," sapanya dengan nada hati-hati.
Jacob menarik nafas dalam, lalu, tanpa mengalihkan pandangan dari berkas di tangannya, Jacob menjawab datar. "Katakan!"
"Deby baru saja menelepon dan mengatakan jika Nona Evelyn memaksa ingin mengantar makan siang untuk Anda."
Gerakan Jacob langsung terhenti. Ia mendongak, menatap Dean dengan kening yang mengkerut. "Apa? Dia ingin ke sini?" tanyanya memastikan jika ia tidak salah dengar.
"Iya, Tuan," jawab Dean cepat. "Deby bilang, nona sudah menyiapkan semuanya sendiri."
Jacob menyandarkan punggungnya ke kursi, menarik napas panjang. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan pikirannya yang bergejolak.
"Sepertinya, dia mulai bosan," ucapnya lirih. "Tapi, aku juga tidak bisa membiarkannya keluar begitu saja. Di luar sana terlalu berbahaya untuknya."
"Tapi, Tuan, bukankah dulu Anda pernah berkata, bahwa membiarkan Nona keluar bisa menjadi cara untuk memancing Jack? Lalu, kenapa sekarang ... " Dean langsung terdiam, tidak berani melanjutkan ucapannya begitu melihat tatapan tajam Jacob yang seperti pisau.
"M-maaf, Tuan," ucapnya buru-buru, menunduk dalam.
Jacob menghela napas pelan sebelum menjawab, "Jangan salah paham, Dean. Aku hanya kasihan padanya. LV adalah anak buah Jack, dan dia datang untuk membunuh Evelyn. Artinya, sekarang aku dan dia mempunyai musuh yang sama. Itu sebabnya aku melindunginya."
Dean hanya menatap tuannya dengan ekspresi samar. Ia tidak menjawab, hanya mengangguk pelan. Namun dalam hati, ia yakin ada alasan lain di balik perhatian Jacob pada Evelyn.
Bukan sekadar rasa kasihan, tapi sesuatu yang lebih dalam, yang bahkan Jacob sendiri belum menyadarinya.
"Kalau begitu, apa perlu saya meminta penjaga untuk ... "
"Tidak perlu," potong Jacob cepat. "Biarkan dia datang kemari. Pastikan bodyguard mengawalnya sampai di kantor dengan aman," perintah Jacob.
"Ba—baik, Tuan," jawab Dean cepat, lalu keluar dengan langkah tergesa.
Begitu pintu tertutup, Jacob menatap kosong ke arah jendela, seolah pikirannya masih tertinggal pada satu nama.
"Evelyn ... " lirihnya, nyaris tidak terdengar.
...****************...
Setelah mendapatkan ijin, Evelyn langsung duduk di kursi belakang mobil dengan senyum yang tidak bisa ia sembunyikan, dengan tangannya menggenggam erat tas berisi makanan yang tadi ia siapkan sendiri.
Namun, ia senang bukan hanya karena ia bisa keluar dari rumah yang dijaga ketat itu. Tapi, ada alasan lain yang membuat hatinya berdebar.
Ya, hari ini, ia akhirnya mempunyai kesempatan untuk menjalankan rencananya.
"Apa masih jauh?" tanya Evelyn sambil menatap sopir di depan.
"Sebentar lagi kita sampai, Nona," jawab pria itu sopan, tanpa menoleh.
Evelyn mengangguk pelan. Pandangannya kembali beralih ke jendela. Dari balik kaca mobil, ia memperhatikan jalanan kota yang ramai. Ia merasa sudah lama tidak melihat pemandangan seperti ini, di mana orang-orang yang sibuk berjalan, kendaraan lalu-lalang, dan udara yang terasa lebih bebas.
Namun, di balik semua itu, pikirannya tetap waspada. Ia menatap sekilas orang yang mengendarai mobil di belakang. Walaupun, ia tidak tahu siapa, tapi ia bisa menebak jika itu adalah orang suruhan Jacob.
Entah, karena takut ia kabur atau takut ia dalam bahaya. Tapi, yang jelas ia tidak mempermasalahkannya. Yang terpenting, ia bisa keluar, dan menjalankan rencananya, itu sudah lebih dari cukup.
Kini, pandangannya kembali terarah pada gedung-gedung tinggi yang mereka lewati. Hal itu mengingatkannya pada ucapan ucapan Rose beberapa hari yang lalu, saat ia memintanya mencari tahu tentang Jacob.
"Pria itu tidak mempunyai organisasi seperti Jack, tidak juga bergabung dengan organisasi mana pun. Dia hanya seorang pengusaha yang sukses. Perusahaannya bernama JC group."
"Hanya pengusaha?" batin Evelyn, seolah tidak percaya informasi itu.
"Sosok seperti Jacob, dengan pengaruh sebesar itu, mustahil hanya sekadar pebisnis biasa. Apa mungkin, identitas aslinya di sembunyikan?" gumamnya pelan. "Aku harus mencari tahu sendiri siapa dia sebenarnya."
Tidak berapa lama, mobil tersebut berhenti di depan gedung yang menjulang tinggi. Namun, Evelyn merasa heran karena sopir tidak membawa mobilnya masuk ke area perusahaan.
Sampai, saat ia turun dan hendak berjalan masuk, Sopir tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Tunggu, nona! Anda mau kemana?"
"Kemana? Tentu saja masuk ke perusahaan suamiku," jawab Evelyn kesel.
"Ma-maksud saya bukan begitu, nona. Ta-tapi, perusahaan tuan ada di sana," seru sang supir sambil menunjuk gedung kecil di seberang jalan.
Evelyn mengkerutkan keningnya, menatap gedung tersebut. Lalu, beralih pada gedung tinggi di belakangnya.
"Kalau perusahaan suamiku di sana, kenapa kau berhenti di sini?" sentak Evelyn.
Sopir itu tidak berani menjawab, dan hanya mengusap keringat di pelipisnya. Dia baru saja mendapat pesan, tepat saat menepikan mobilnya, agar mengantar Evelyn ke gedung depan perusahaan tuannya.
"Ma-maaf kan saya, nona. Mari, saya antar sampai depan perusahaan tuan."
"Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri." Evelyn berdiri di pinggir jalan, memperhatikan kendaraan yang lalu-lalang. Sebelum ia menyeberang, ia menoleh sekilas, menatap gedung di belakangnya dengan seringai yang mencurigakan.
"Apa kau menganggap ku bodoh, Jac?" batin Evelyn.
Akankah Evelyn memberi minuman pada Jacob seperti pada Deby 🤔