Pernikahan yang batal membuat Namira harus menikah dengan sepupunya. Untuk menjaga nama baik keluarganya dan juga pesantren Namira tidak punya pilihan lain.
Bian, yang merupakan sepupu Namira dan juga teman masa kecilnya harus mengikuti kemauan ibunya yang memang sangat menginginkan Namira sebagai calon menantunya sejak dulu.
Karena sudah lama tidak bertemu membuat pertemuan mereka sedikit canggung dan apalagi dihadapkan pada pernikahan. Tetapi bagaimanapun keduanya pernah menghabiskan waktu di masa kecil.
Namira dan Bian sama-sama memiliki pasangan di masa lalu. Bian memiliki kekasih yang tidak direstui oleh ibunya dan sementara Namira yang memiliki calon suami dan seharusnya menikah tetapi digantikan oleh Bian. Karena perzinaan yang dilakukan calon suaminya menjelang 1 hari pernikahannya.
Bagaimana Namira menjalani pernikahannya bersama Bian yang tidak dia cintai dan sebaliknya dengan Bian.
Jangan lupa untuk membaca dari bab 1 sampai bab akhir dan jangan suka menabung Bab....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16 Lebih Suka Cemburu
"Namira!" sahut Bian yang benar-benar menjauh dari Angela.
"Namira tidak tahu jika Kak Bian ada tamu, kalau begitu Namira menunggu di luar saja," ucap Namira dengan tersenyum yang tampak terpaksa dan entahlah apa yang dia rasakan sekarang dan lihatlah bagaimana dengan cepatnya dia menutup pintu.
"Namira tunggu!" Bian langsung menyusul istrinya itu.
"Bian!" panggil Angela yang tidak direspon oleh Bian yang mungkin lebih penting Namira yang sekarang berjalan di koridor dengan nafas naik turun entah apa yang dirasakan saat ini tetapi tangannya sejak tadi terlihat sangat tidak tenang dan wajahnya juga tampak gelisah.
"Tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa sama sekali, aku baik-baik saja kok. Memang kenapa jika Kak Bian berpelukan dengan dia?" Namira bertanya-tanya di dalam hatinya yang berusaha untuk tenang.
"Namira tunggu!" Bian yang sudah menahan istrinya itu yang sekarang berada di depannya dengan memegang lengan Namira.
"Kamu kenapa pergi begitu cepat dan sementara aku belum selesai bicara," ucap Bian yang terlihat begitu panik yang takut jika istrinya salah paham.
"Namira tidak apa-apa. Kak! Namira tidak marah sama sekali dan maaf jika sudah mengganggu," ucap Namira.
"Namira kamu tidak perlu meminta maaf dan justru aku yang harus meminta maaf kepada kamu. Aku bisa jelaskan semuanya," ucap Bian yang benar-benar merasa bersalah kepada istrinya itu.
"Kak Bian jangan terlalu berlebihan seperti itu. Namira tidak membutuhkan penjelasan apapun dan tidak ingin membesarkan masalah," sahut Namira.
"Tapi kenapa kamu pergi begitu saja?" tanya Bian.
"Karena- Namira....." tiba-tiba saja dia tidak mampu berkata apapun yang terlihat gugup dengan kata-kata yang terbata-bata.
"Kamu cemburu melihat hal tadi?" tebak Bian membuat Namira mengangkat kepala yang saling melihat dengan Bian.
"Namira tidak mengerti bagaimana rasanya cemburu, tapi Namira sedikit kaget jika kalian berpelukan dengan sangat hangat pada wanita lain," jawab Namira yang sesuai dengan apa yang di dalam hatinya dan itu yang dia ucapkan.
Bian tersenyum tipis mendengarnya yang tiba-tiba saja membawa istrinya itu ke dalam pelukannya.
"Lalu apa setelah ini kamu jauh lebih tenang?" tanya Bian yang membuat Namira menganggukkan kepala.
"Itu artinya kamu memang cemburu Namira. Kamu cemburu dengan apa yang terjadi," ucap Bian.
"Maafkan aku Namira yang sudah membuat posisi kamu seperti ini dan jujur aku tidak bermaksud sama sekali. Aku tidak ingin membuat kamu gelisah dan apalagi harus sampai cemburu. Aku benar-benar merasa bersalah," ucap Bian yang membuat Namira menganggukkan kepala.
Mereka berdua sudah melepas pelukan itu dan Bian menoleh ke arah tangan Namira yang melihat bekal yang dibawa istrinya yang sudah dijanjikan tadi pagi.
"Ini makan siang untukku?" tanya Bian yang membuat Namira menganggukkan kepala.
"Ayo kita makan bersama-sama!" ajak Bian.
Namira lagi-lagi mengangguk dan suaminya itu menggenggam tangannya yang membawanya meninggalkan tempat itu. Angela mantan kekasih Bian jelas melihat hal itu bagaimana manis dan hangatnya pasangan suami istri yang tidak berlebihan itu.
Tidak perlu berdebat panjang untuk kesalahpahaman di antara mereka dan juga berbicara lembut yang ternyata hubungan mereka adem ayem.
"Aku sangat mengenal siapa wanita itu. Sebelum kita berdua menjalin hubungan lebih dekat, kamu berapa kali pernah menyebutkan namanya sebagai teman masa kecil kamu yang sangat kamu rindukan. Bian apa mungkin karena menikah dengan Namira kamu bisa semudah itu melupakan hubungan kita dan jika Namira adalah wanita lain dan mungkin kamu tidak akan secepat ini mengambil keputusan tentang hubungan kita," batin Angela yang bagaimana pun dipenuhi dengan rasa cemburu melihat mantan kekasihnya sangat mudah cepat dekat dengan wanita lain.
Sekarang entahlah bagaimana perasaan Angela, apakah dia akan terus mengejar Bian yang sudah jelas-jelas sangat peduli dengan perasaan istrinya atau lebih memilih mundur yang membiarkan orang yang dia cintai bahagia dengan wanita yang sebenarnya juga sangat tidak asing bagi Bian.
****
Namira dan Bian yang ternyata memilih makan di atap gedung, sembarangan atap gedung yang mana atap gedung itu terlihat sangat rapi dan terdapat ada bangku di sana Dan juga meja di tengahnya.
Namira yang terlihat menyiapkan makanan untuk suaminya mengeluarkan dari susunan tempat bekal dan melihat bagaimana ekspresi Bian yang sudah tidak sabar memasak makanan itu.
"Ini masakan kamu yang kamu katakan tadi pagi?" tanya Bian.
"Benar sekali! Namira sangat berharap jika Kak Bian akan menyukainya," jawab Namira.
"Kamu memasaknya begitu sangat excited sekali dan bagaimana mungkin aku tidak menyukainya," ucap Bian.
"Belum mencobanya sudah mengatakan hal seperti itu," sahut Namira yang mengeluarkan senyum sedikit.
"Ayo Kak Bian! Ada sebaiknya langsung saja kita nikmati makanan ini. Namira sebenarnya juga sudah sangat lapar," ucap Namira yang membuat Bian menganggukkan kepala.
Tanpa menunggu lama-lama yang akhirnya Bian mencicipi masakan istrinya untuk pertama kali dan Namira terlihat sangat menunggu reaksi dari suaminya itu.
"Enak," sahut Bian yang membuat Namira tersenyum jelas merasa sangat bahagia sekali jika mendapatkan pujian dari masakan pertama kali untuk suaminya.
"Kamu juga makan!" titah Bian membuat Namira duduk di samping Bian dengan keduanya menikmati makan siang itu bersama-sama.
"Kak Bian sering makan di tempat ini atau bagaimana?" tanya Namira.
"Kalau untuk makan justru Ini pertama kali, tetapi ketika penat dengan pekerjaan maka akan ke atap gedung sesekali untuk merefleksikan otak," jawab Bian.
"Kak Bian bukannya memiliki bisnis di Luar Negeri dan bagaimana ceritanya bisa menjadikan tempat ini sebagai tempat untuk merefleksikan otak?" tanya Namira.
"Sesekali saya juga mengecek perusahaan di Jakarta dan terkadang liburan di Jakarta dengan liburan pekerjaan yang pasti setiap hari harus bekerja," jawab Bian.
"Apa Kakak sering pulang ke Jakarta?" tanya Namira yang membuat Bian menganggukkan kepala.
"Hmmmmm, kira-kira setahun berapa kali?" tanya Namira.
"Hmmm, terkadang 3 bulan setelah di Luar Negeri, maka akan ke Jakarta 2 minggu bahkan sampai 1 bulan dan mungkin setahun bisa 3 sampai 4 kali," jawab Bian.
"Hmmmmm, padahal Kak Bian sering pulang ke Jakarta tetapi tidak pernah ingin berkunjung ke pesantren untuk menemui Namira. Berarti benar. Kak Bian sudah melupakan Namira," ucap Namira.
"Tidak Namira, Saya tidak melupakan kamu sama sekali dan terkadang ada keinginan untuk ke pesantren sekedar bersilaturahmi dengan tante dan juga Om. Apalagi ingin bertemu dengan kamu atau Ilham. Tetapi karena .."
"Tidak memiliki waktu?" Namira memotong kalimat Bian membuat Bian menggelengkan kepala.
"Bukan karena itu. Aku hanya khawatir jika akan mengganggu kamu. Kita bukan anak kecil lagi jadi jika bertemu akan terasa begitu sangat canggung," jawab Bian.
"Tetapi jika sejak awal ke Luar Negeri dan saat pulang ke Jakarta kakak menyempatkan diri untuk datang ke pesantren, maka rasa canggung itu tidak akan ada karena seterusnya akan seperti itu," ucap Namira.
"Kamu benar! Seharusnya saya pulang pertama kali ke Jakarta aku menemui kamu dan seterusnya akan sampai seperti itu sampai kita dewasa dan sampai saat ini. Tetapi aku juga tidak menyesal untuk tidak bertemu dengan kamu karena pada akhirnya kita juga akan menikah," ucap Bian.
"Iya juga sih," sahut Namira menganggukkan kepala dan keduanya kembali melanjutkan makan bersama.
Bersambung.....