Ini kisah remaja SMA yang bernama Zo Paksa, putra bungsu dari pasangan Victor dan Sera Paksa. Dia dijodohkan dengan anak sahabat Papanya yang bernama Bintang Armada hanya demi sebuah nilai.
lucu, bukan?
Nah, ini hanya cerita karangan belaka untuk sekedar menghibur di waktu luang. semoga bermanfaaat. penasaran? baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PBS 16
Pagi hari.
Kedua mata Bintang terbuka perlahan. Begitu terbuka sempurna tatap matanya berkeliling. Mengamati disetiap sudut ruangan. Bintang tahu jika dirinya sekarang tengah berada dirumah sakit.
Namun, Bintang tidak menemukan siapapun diruangan ini. Dimanakah Mommy dan Daddy? Lalu Viola? Perlahan Bintang bangun dan mengubah posisi menjadi duduk bersandar. Bertepatan dengan pintu ruangan yang terbuka dari luar.
Bintang menoleh. Namun hanya sesaat, dan dia memilih mengalihkan tatapan pada apa saja saat mengetahui yang datang ke ruangannya bukanlah Daddy, Mommy, ataupun Viola, tapi dia adalah Zo, sendirian.
Dengan jalan yang masih pincang karena belum sembuh dan masih sakit, Zo mendekati Bintang dan tersenyum sinis saat melihat ekspresi Bintang yang melengos saat melihat dirinya datang. Zo tidak peduli dengan reaksinya Bintang. Karena Zo memiliki rencananya tersendiri.
"Heh! Jangan sentuh-sentuh ya!" seru Bintang, galak. Saat Zo menyentuh lengannya. Tak lupa tatapan sengit dia tunjukan pada Zo.
Zo tidak marah. Justru tertawa kecil. Tadi dia memanglah sengaja menyentuh lengan Bintang karena sengaja ingin membuat Bintang kesal padanya.
"So' galak tapi lemah," ejeknya.
Bintang mendesis dia tidak ingin menggubris perkataan dari Zo yang menurutnya tidak bermutu. Bintang memilih kembali berbaring dengan membelakangi Zo. Kedua matanya memejam ketika merasakan tubuhnya yang terasa dingin.
"Ck!" Zo berdecak ketika Bintang malah berbaring membelakanginya. Reflek pandangan matanya tertuju pada lekuk tu.buh Bintang yang menyerupai gitar spanyol.
"Pan.tatnya astaga," Zo membatin dengan menjitak pelan sisi kepalanya. Bisa-bisanya dia memperhatikan postur tu.buh cewek menyebalkan yang telah membuatnya retak tulang. Tanpa sadar jiwa kemesuman Zo muncul begitu saja. Secara nih ya, Zo juga cowok normal.
"Heh! Cewek pembawa sial! Sudah lah kau terima saja perjodohan kita. Aku ini tampan kau akan sangatlah beruntung memiliki aku. Diluaran sana begitu banyak yang ingin menjadi pa.carku masa ka..."
"Bisa diam tidak! Aku ingin istirahat!" Bintang menyela. Tidak bohong rasanya badannya sangatlah dingin dan mulai menggigil.
Zo mencibir. Menurutnya Bintang hanya so' jual mahal. "Aku kesini karena Daddy dan Mommymu yang memintaku untuk menemanimu. Viola pergi ke sekolah dan kedua orangtuamu ada urusan kantor yang tidak bisa ditinggal. Jadi, please kau jangan kege.eran dulu,"
Bintang kembali mendesis. Lama kelamaan dia perhatikan Zo bicaranya melantur. Tidak ingin mendengarkan perkataan Zo atau menggubrisnya. Namun emosi Bintang terpancing. Bintang bangun dia menatap Zo dengan telunjuk yang menunjuk tepat didepan wajahnya.
"Kita ini tidak saling mengenal mending kau pergi saja dari sini sebelum kau kulempar dengan..."
"Cinta?"
Bintang melotot mendengar ucapan Zo yang terlampau ngawur, dia berani menyela perkataannya. Dengan kesal Bintang mengangkat tangan ingin menampar Zo. Namun Zo yang sigap berhasil menahan lengan tangan Bintang.
Zo terkejut dia menatap Bintang cukup serius. "Kau demam?" katanya merasakan suhu tubuh dilengan Bintang yang panas. Zo mengangkat sebelah tangannya ingin menyentuh kening Bintang. Namun Bintang segera menepisnya.
"Modus! Aku tidak demam! Pergi sana!" cicit Bintang.
"Heh! Sembarangan sekali kau mengusirku! Hormatilah aku! Apa kau lupa aku ini calon suamimu?" Zo menepuk dadanya.
"Dih! Ogah aku memiliki suami sepertimu! Pergi sana! Aku tegaskan aku tidak mau dijodohkan denganmu!"
"Alasan kau tidak mau, apa?"
"Aku tidak menyukaimu,"
Zo tersenyum evil mendengar alasan Bintang. "Baiklah, aku berjanji akan membuatmu menyukaiku."
Bintang melotot mendengar ucapan Zo. Jujur saja Bintang semakin dibuat kesal olehnya. "Kau!"
"Apa? Selain kau tidak menyukaiku katakan apalagi alasan kau menolak perjodohan kita? Asal aku bisa pasti akan aku usahakan agar kau mau menerima hubungan ini." Zo tersenyum dengan kedua alis dinaik turunkan.
.........
Disekolah, tepatnya didalam kelas 12A. Gisel berulangkali menutup mulutnya karena menguap. Dia mengantuk karena sudah tiga puluh menit mendengarkan Pak Ari yang tengah menjelaskan rumus-rumus matematika didepan papan tulis.
Gisel mengambil buku cetak dan membukanya asal, tidak untuk dibaca namun untuk menutupi wajahnya yang ingin tidur.
Klutikkk!
Barusaja merebahkan sisi kepala diatas meja, Gisel merasakan punggungnya terkena sesuatu. Gisel kembali menegakan tubuh dan menatap sekelilingnya. Namun tidak ada siapapun yang mencurigakan. Gisel pun kembali ingin tidur. Tapi, teriakan dari depan kelas membuatnya berjingkat kaget.
Pak Ari memanggil namanya cukup keras. "Gisel! Jangan coba-coba tidur disaat jam saya mengajar! Ini mapel yang cukup penting, jangan sampai suatu hari kau akan menyesal karena mengabaikan penjelasan saya!" Pak Ari mengomel dengan wajah galak.
"Siap, Pak. Maaf," Gisel meringis malu karena baru kali ini dia kena tegur Guru.
Pak Ari menghela dan kembali melanjutkan mengajar.
Dan dibangkunya sini Gisel menatap bangku yang biasa Bintang duduki. Dia merasa kesepian karena tidak ada Bintang yang sudah biasa duduk bersamanya. Selama bareng dikelas baru kali ini Bintang tidak masuk sekolah.
"Kau kenapa tidak masuk, Bin? Asli! Aku bosan tidak ada kau dikelas ini, sepi," lirihnya dengan helaan nafas kasar.
Istirahat pertama.
Dengan langkah malas Gisel keluar dari dalam kelas untuk menuju kekantin sekolah, perutnya yang hanya diisi selembar roti tadi pagi kini sudah keroncongan minta diisi makanan.
"Aduh! Hei... mmm... mmm," Gisel tidak bisa bersuara karena bibirnya dibungkam oleh telapak tangan Rey.
"Jangan digigit!" Peringat Rey pada Gisel dengan wajah garang. "Awas kalau kau berani menggigit tangan tam.vanku ini."
Gisel hanya bisa mendelik, berusaha melepas diri dari Rey. Namun tenaganya yang tak sebanding membuatnya kalah dan pasrah kemana Rey akan membawanya.
Gudang sekolah.
Farel duduk diatas meja dengan dua jari menjepit rok0k yang tengah dia se.sap. Pelan tapi pasti asap keluar dari hidung dan mulut.
Gubrak!
Farel menoleh dan terlihat Rey datang sesuai dengan perintahnya. Dia membawa Gisel kehadapannya.
Rey melepas tangan yang membekam bibir Gisel. Rey melotot ketika lipstik Gisel tertinggal ditelapak tangannya.
"Lah, lipstik murahan ini pasti. Kelihatan gampang luntur,"
Gisel melotot merasa Rey membicarakannya. Memangnya siapa lagi yang memakai lipstik digudang ini selain dirinya? Tidak ada, kan?
"Ngece! Sok tahu! Dasar kam.vrettt! Kau bisa cek merk lipstik yang kupakai!" Gisel nyolot, dia tak terima. Secara tidak langsung Rey telah menghinanya.
"Ke..."
"Heh!" Farel berteriak, membuat Rey dan Gisel terdiam, berhenti berdebat.
Farel turun dari atas meja, dia mendekati Gisel dan Rey. Farel memutari Gisel dan Rey dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Kalian suka berdebat jika bertemu. Fix! Kalian berjodoh,"
Rey dan Gisel terbelalak mendengar ucapan Farel. "Tidak ya!" tolaknya bersamaan.
"Hahaha... Noh! Ngomongnya berengan. Fix itu. Kalian benar-benar berjodoh." Farel kembali menggoda.
,, beldelai beldelai ail matanieee...