NovelToon NovelToon
Ajihan'S Silence

Ajihan'S Silence

Status: sedang berlangsung
Genre:Basket / Angst
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: Affara

Jihan Alessa. Gadis ceria yang selalu mengejar cinta lelaki bernama Abintang Sagara.

Namun, ternyata perasaannya itu justru menambah luka di hidupnya. Hubungan yang seharusnya manis justru berakhir pahit. Mereka sama-sama memiliki luka, tetapi tanpa sadar mereka juga saling melukai karena itu.

"Suka lo itu bikin capek ya."

"Gue nggak pernah minta lo suka gue."

Rumah yang seharusnya tempat paling aman untuk singgah, justru menjadi tempat yang paling bahaya bagi Jihan. Dunia seakan mempermainkan hidupnya bagai badai menerjang sebuah pohon rapuh yang berharap tetap kokoh.

"Kamu adalah kesialan yang lahir!"

Itulah yang sering Jihan dengar.

Pada akhirnya aku pergi—Jihan Alessa

__________

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Affara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

the sea and you

Lalu untuk apa seseorang bertahan? Jika mereka akan kembali terluka. —AS

(Cerita ini tidak bermaksud merendahkan harga diri seorang wanita. Ini hanyalah sudut pandang seorang gadis yang terbutakan oleh cinta. Jika tidak nyaman dengan cerita saya, harap di tinggalkan! Terima kasih😄)

...__________________...

"Jihan mau kemana?" Tutur Abintang mengejar langkah Jihan yang semakin menjauh. Hati lelaki itu terasa kebas tak kala mendengar isakan lirih gadis itu.

"Jihan... Aku mau ngomong!" Panggil Abintang berusaha mengejar langkah kaki gadis di depannya.

Tidak ada respon sama sekali, yang ada hanyalah sosoknya yang semakin menghindar.

"Jihan..."

"Berhenti dulu!"

Abintang mencoba meraih tangan perempuan itu, namun lagi-lagi di tepis kasar.

 Tak menyerah, Abintang terus mengikuti langkah kaki Jihan meskipun harus berjalan di belakang gadis itu.

Tak ada kalimat apapun, hanya dua sosok yang saling terdiam karena sebuah alasan... Kekecewaan.

Pundak Abintang melemas ketika mendengar sedikit isakan kecil. Ia tahu Jihan pasti sangat terluka karenanya. Abintang memang pantas di cap sebagai lelaki brengsek, ia akan menerimanya dengan senang hati.

"Sayang... Kamu nangis?"

Tetap tak ada respon dari Jihan. Abintang mengacak-acak rambutnya frustasi. Tidak. Ia tidak bisa hanya diam seperti pengecut.

Abintang perlahan menahan lengan Jihan kuat, membawa tubuhnya berhadapan dengan Abintang saat ini.

Jihan mencoba melepaskan cengkraman Abintang dengan memukul tangan cowok itu beberapa kali. "Lepasss!! Mau lo apa, sih!" Bentak Jihan penuh amarah.

Matanya yang memerah pasca menangis, kini menatap kecewa sosok Abintang. "Gue mau pulang... Lepas!" Pintanya berusaha, tapi Abintang tak membiarkan hal itu terjadi.

"Dengerin aku dulu, jangan salah paham," jelas Abintang setenang mungkin karena takut membentak kekasihnya sendiri.

Jihan menggeleng, air matanya turun tanpa izin, membasahi pipinya yang sedikit kemerahan. "Lepasin gue, Bin. Gue capek..." Lirih Jihan sudah merasa kehabisan tenaga untuk berdebat panjang.

Kondisi tubuhnya masih memburuk karena demamnya semakin tinggi.

Abintang mengusap air mata gadis itu. Kepalanya menggeleng tegas, mata tajamnya juga melembut ketika melihat wajah gadis itu.

"Aku anterin pulang, ya?" Katanya dengan suara serak, nyaris seperti bisikan.

Mata lelaki itu terlihat berkaca-kaca, tapi sekuat tenaga Abintang tak ingin membiarkan air matanya jatuh.

Melihat kekecewaan Jihan padanya, sudah berhasil membuat dunia Abintang hancur. Seperti sebuah kota yang di jatuhi nuklir, tak ada bangunan yang tersisa.

Gadis itu menggeleng.

Tangan Jihan mendorong pelan dada Abintang supaya menjauh. "Kamu sama Kiara cocok, ya? Selamat ya atas hubungan kalian. Ternyata omongan kamu bener, Kamu nembak aku cuma karena kasihan." Ia tertawa kecil. Tapi justru membuat Abintang tak suka mendengarnya.

"Kamu ngomong apa sih? Aku sama Kiara gak ada apa-apa Jihan."

"Bohong!" Jihan perlahan melangkah mundur, memberi mereka jarak.

"Jihan." Abintang melangkah mendekat.

"Enggak!! Jangan deket-deket!!!" Bentak Jihan dengan tubuh gemetar, wajahnya sudah basah oleh air mata yang mengalir tanpa henti.

"Selama ini aku udah nungguin kamu bales pesan aku. Aku selalu berusaha buat gak ganggu kamu pas sibuk. Aku belajar mati-matian buat bisa setara sama kamu. Tapi apa yang aku dapet Abi? Gak ada. Tiap hari aku terus nahan buat gak marah karena setiap saat liat kamu bareng cewek lain. Tetep aja aku selalu salah di mata kamu. Kamu tetep anggap aku egois. KALO AKU EMANG EGOISS KENAPA?!! KENAPA?!"

"KAMU PERNAH GAK SIH MIKIRIN PERASAAN AKU?!" Ucapannya terkunci, menggantung di udara yang sunyi.

Abintang terpaku di tempat. Membisu seribu kata. Luka yang ia toreh terlalu banyak. Apakah harapan maaf dari Jihan bisa ia dapatkan?

"Maaf," suaranya serak. Netranya sedikit memerah, berusaha menahan genangan air di pelupuk yang membuat pandangannya buram.

"Maaf?"

Jihan menggeleng. Matanya sudah basah penuh oleh harapan kosong. Kakinya melangkah mundur, sedikit demi sedikit.

"Jihan...," Lagi dan lagi hanya panggilan lirih yang bisa terucap. Tenggorokan Abintang tercekat.

Semilir angin menerpa dua sosok yang tengah berdiri di tengah lapangan Ganesa. Langit perlahan mulai gelap. Seolah alam pun tahu mereka sedang tidak baik-baik saja.

"Kita udahan aja, ya."

Deghh.

Hati Abintang tercabik-cabik setelah mendengar pernyataan tersebut. Matanya memanas.

"Enggak, Jihan!" Tolaknya keras.

Tapi perempuan itu justru berjalan pergi. Berniat meninggalkan Abintang yang tampak kacau saat ini.

Belum sempat Jihan melangkah jauh, sebuah tangan melingkari pinggangnya erat. Menahan dirinya untuk pergi. "Aku mohon. Jangan pergi," suara lirih Abintang menyesakkan dadanya.

Rintik hujan turun tiba-tiba. Membasahi tanah dengan sekejap. Abintang mengeratkan pelukannya pada Jihan, takut jika gadis itu akan pergi jika ia melepaskan tangannya.

"Lepas Abintang!!" Kata Jihan sedikit membentak. Ia memberontak dalam pelukan itu. Sungguh hatinya perih jika membayangkan kembali sosok Abintang yang memeluk perempuan lain di depan matanya sendiri.

"LEPAS BANGS*T!" bentak Jihan muak, ia berusaha melepaskan tangan Abintang yang memeluknya dari belakang. Bahkan tanpa segan mencakar kulit tangan lelaki itu hingga berdarah.

Abintang menggeleng, membenamkan kepalanya pada pundak Jihan. Air mata yang sedari tadi ia tahan kini jatuh begitu saja.

"Kamu boleh pukul aku, Han. Pukul aja sepuas kamu. Tapi jangan ninggalin aku, ya?" Abintang membawa tubuh mereka saling menghadap, tangannya terangkat mengusap pipi Jihan yang basah karena hujan.

"Aku sayang sama kamu. Cuma kamu," Katanya pelan, lalu memeluk tubuh kekasihnya erat.

"Bohong! Kamu bohong!" Jihan memukul dada Abintang berkali-kali, berusaha mendorong tubuh Abintang menjauh. Namun, lelaki itu justru semakin mendekapnya erat.

"Aku benci sama kamu, Abi!"

Tangis Jihan pecah, menyatu dengan suara hujan yang deras. Abintang tak menjawab, hanya menyandarkan dagunya pada kepala Jihan. Tangannya mengusap punggung gadis itu lembut, mencoba menenangkan.

Tubuh Jihan mulai luruh. Menerima pelukan Abintang. Sejenak hanya suara alam yang terdengar. Mereka hanya saling terdiam dengan pikiran masing-masing. Meski, air hujan sudah membasahi seragam mereka berdua.

"Udah tenang, hm?" Abintang menyelipkan rambut Jihan kebelakang.

Tak ada respon dari Jihan membuat Abintang menghela napas berat. "Kita pulang, ya? Kamu masih sakit, gak boleh hujan-hujanan."

Jihan perlahan mendongak, dan di respon Abintang menunduk. Mereka saling bertatapan lama, sebelum akhirnya Jihan membuka suara.

"Kangen..."

Damn!

Napas Abintang terasa berat. Detak jantungnya berhenti sejenak. Hanya satu kata, tapi membuat perasaan Abintang berantakan.

Lo apain gue Jihan?

•••••••••

Motor itu melaju pelan di jalanan yang masih basah oleh hujan. Seragam basah mereka melekat di badan, lembap dan dingin, sisa hujan yang tak sempat mereka hindari. Di atas jok motor, keheningan mengisi celah antara mereka, menggantikan tawa yang dulu begitu mudah muncul.

Tak ada suara. Hanya deru mesin dan hembusan angin sore yang membawa aroma tanah basah.

Saat mereka melintasi jembatan, pemandangan menyapa seperti lukisan hidup—sungai berkilau mengalir tenang di bawah, menyambut laut yang menunggu di kejauhan. Langit di atas berubah jingga keemasan, matahari perlahan tenggelam di ujung cakrawala, seolah menyembunyikan luka hari itu bersama cahayanya.

Sekilas mereka mengingat momen indah waktu mereka melewati jembatan ini...

Terlihat wajah indah nan mempesona itu tampak berbinar memandangi indahnya sang cakrawala.

"Abi. Aku mau ke laut," Ujar Jihan sedikit berbisik.

Sudut bibir Abintang sedikit terangkat. "Iya. Lain kali kita kesana," Jawabnya menyetujui permintaan Jihan.

Jihan menunduk, menghindari tatapan pantulan Abintang di kaca spion. Sementara Abintang tetap diam, tangannya tetap erat di setang, namun tak sedikit pun berani menoleh ke belakang. Mereka terlalu dekat untuk disebut asing, tapi terlalu jauh untuk disebut saling memahami.

Dan di tengah keindahan senja yang seharusnya menghangatkan, hati mereka justru sama dinginnya dengan seragam yang basah—memendam luka, menyembunyikan kata.

1
Humaira
ini kapan up nya kak/Frown//Frown/
Aca
halahh halahhh!
Aca
Boleh ngomong kasar ga sih?
Ubii: gaboleh prenn
total 1 replies
Forta Wahyuni
knapa bego x jd cewek, knapa stiap novel slalu merendahkan perempuan n krn cinta jadi bodoh dan tolol.
Ubii: Pukul aja Prenn, Jihan emang bego🤧
total 1 replies
Gibran Cintaku
semangattt thorr/Smile/
Ubii: thank you prenn/Frown//Drool/
total 1 replies
Gibran Cintaku
The real cegil/Proud/
Ubii: Cegil premium itu prenn /Smile/
total 1 replies
Aca
Temenan sama aku aja om😼
Ubii: jewer aja prenn😣
Gibran Cintaku: Arsen nih nyebelin juga ya/Speechless/
total 2 replies
Aca
Pake nanya!!
Ubii: Hehe santai prenn 🤧
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!