Menyukai seseorang tanpa tahu balasannya?
tapi dapatku nikmati rasanya. Hanya meraba, lalu aku langsung menyimpulkan nya.
sepert itukah cara rasa bekerja?
ini tentang rasa yang aku sembunyikan namun tanpa sadar aku tampakkan.
ini tentang rasa yang kadang ingin aku tampakkan karena tidak tahan tapi selalu tercegat oleh ketidakmampuan mengungkapkan nya
ini tentang rasaku yang belum tentu rasanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asrar Atma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah Paham
Pov Daniza
Pulang dari rumah Haneul aku terus melamun, tapi tidak bisa menangis dan itu juga berpengaruh pada pekerjaan ku yang tidak beres, membuat Mama marah dan Ayah membela.
"Daniza, nasi nya kenapa bisa mentah?"
"Biarkan saja, kan bisa dimasak lagi'
"Daniza kamu bikin kopi apa teh? Kenapa semua kamu buat dalam satu gelas?"
"Daniza pasti melamun, ngga apa-apa bikin lagi saja"
"Mana rasanya masakan kamu ini, Daniza?"
"Tinggal tambah saja lagi garam nya"
"Ya ampun Daniza dua gelas satu piring kamu pecahkan semua"
"Ngga apa-apa banyak juga piring sama gelas nya"
Dan itu membuat kedua orangtua ku berdebat, itu karena aku terus memikirkan pertanyaan yang berulang-ulang, jika Haneul tidak suka padaku, lalu kenapa dia terkadang tertangkap basah menatap ku? Mata kami sering bertemu ,lalu bagaimana dengan kejadian semasa SD dulu saat dia membantuku, jika tidak suka lalu apa maksud semua itu? Tapi jika suka, lantas siapa perempuan itu?
Hari-hari berikutnya aku jalani dengan tidak bersemangat, perasaan sedih terus bergelayut, pertanyaan yang sama terus berputar dan aku pun mengambil keputusan, bahwa aku kan melupakan nya.
Tidak peduli lagi dengan pertanyaan ku yang masih berharap, asumsi ku tentang Haneul lah yang benar dibandingkan dengan apa yang ku lihat.
Dan cara pertama yang aku lakukan adalah dengan tidak melihatnya, meskipun suara nya mengugah hatiku yang ingin menoleh.
Bahkan seakan belum cukup dengan suara nya, Haneul berdiri dihadapan ku menawarkan jajan, bertanya tentang cardigan, dia berlaku seakan masih Haneul yang sama yang menyukai ku.
Lalu bagaimana bisa, aku tidak berpikir dia menyukaiku, jika caranya seperti ini. Hatiku nyaris luluh lagi, aku pun mengubah cara dengan menanamkan dalam pikiran ku bahwa Haneul itu menakutkan, bahwa aku berhak marah karena perasaan ku yang dimainkan.
Dan aku memperkuat itu berulang-ulang dalam hatiku dengan cara mengingat bagaimana dia begitu berani memeluk ku dikeramaian, bagaimana dia bersikap tidak sopan di UKS.
Namun disaat sebesar itu usaha yang ku lakukan, disaat itu pula hal-hal yang dulu pernah aku harapkan baru terjadi, seakan sengaja mencoba menggoyahkan keinginan ku untuk melupakan nya. Seperti cerita tentang Haneul yang beberapa kali diangkat jadi topik pembahasan, padahal dulu hanya sekali terjadi.
"Rina kayanya suka sama Han, sikapnya itu loh... tadi aja heboh banget cari Han, tapi aku malas kasih tahu kalo Han di UKS"
"Nempel mulu Rina yaa, kaya perangko"
"Han muak deh, kayanya "
"Papah nya Han orang kaya deh, soalnya aku pernah lihat dulu, gayanya keren abis"
"Han, anak tunggal loh katanya "
Atau kami yang jadi satu kelompok dalam pelajaran biologi, disaat aku bertekad untuk melupakan nya. Belum lagi, bagaimana Haneul membela ku dalam perkelahian yang terjadi, menolong ku dari kejahilan, semakin membuatku kesulitan untuk melupakan nya.
Aku merasa marah pada Haneul untuk perasaan yang aku alami, untuk tingkah nya yang seakan menyukai ku, dan aku juga marah pada diriku sendiri kenapa tidak bisa melupakan nya, setelah dengan mataku sendiri aku melihatnya dengan perempuan lain. Dan sekaligus takut, bagaimana jika aku luluh lagi, takut dengan keberanian Haneul mendekati ku hanya untuk main-main.
₩₩₩
"Baik banget Han, mau bantu kita"
"Tipe perhatian ngga sih?"
"Sayang aku udah punya pacar, coba kalo belum, aku bisa saingan sama Rina"
"Tapi Han, udah punya pacar belum sih? Belum pernah kelihatan dekat sama cewek, berita nya juga ngga pernah dengar."
"Emang Rina apaan, menurut kamu Ca ? Ngga pernah dekat cewek"
"Dia udah punya, cewek. Orang nya dewasa, ngga sesuai sama umurnya yang masih sekolah" sahut ku merasa kesal dengan omongan keduanya yang membahas soal Haneul, itu karena aku merasa cemburu sekaligus muak dengan hatiku yang lemah.
"Kamu pernah lihat, Dan ?" aku mengangguk, Aca pun mulai bertanya lagi dengan antusias dan penasaran yang tinggi, tentang dimana aku melihatnya? Orangnya seperti apa?
"Biasanya aja, ngga terlalu cantik juga. Tapi dia tinggi, kulit nya putih dan...seksi"
"Aku penasaran banget nih, Dan. Kira-kira usianya berapa yaa, kalo ditebak dari muka... di sekitar sini ada ngga perbandingan nya?"
Aku terdiam sebentar, mencoba mengingat dengan mata yang berkeliaran ke sekitar dan tatapan ku berhenti pada seseorang perempuan yang keluar dari Mobil. Seketika itu pula aku mengerjap, merasa tidak percaya dengan apa yang ku temukan, perempuan yang keluar dari Mobil itu-itulah dia, pacar Haneul.
"Hallo adik-adik!" Sapanya seraya berjalan mendekat, membuat semua perhatian kami tertuju padanya.
"Siapa yaa, Dan?"
"Idih bagus banget body nya, jam pasir"
"Adik-adik kenal sama Haneul Kamandaka?" Dia tersenyum dan lesung pipinya langsung terlihat
"Kenal Kak, kenapa yaa?"
"Mau jemput, terus Haneul nya dimana sekarang?"
"Masih di kelas, bantu teman aku yang dikerjai orang jail" Winda menunjuk ku, dan mata perempuan itu kini berpusat padaku.
Melihatku dari atas sampai bawah dan aku melakukan hal yang sama padanya dari bawah ke atas, dilihat dari mana pun, perempuan yang dihadapanku ini jelas lebih menarik dibandingkan, aku. Kenyataan yang lagi-lagi menghantam kepercayaan diriku.
"Oh...kalo begitu kamu perlu lapor ini" hanya begitu tanggapan nya, tidak ada pertanyaan yang ingin tahu lebih banyak- dia juga elegan.
"Kakak nya, siapa Haneul kalo boleh tahu?" aku menahan napas untuk ajuan pertanyaan dari Aca itu, meski sudah tahu jawabannya, tetap saja mendengar nya langsung akan tetap menyakitkan.
"Mami nya Han "
" APA...?" Aku begitu terkejut sampai tidak dapat menahan suara ku yang terlalu nyaring, dan sedetik setelah tersadar, aku segera membekap mulutku yang terbuka lebar.
"Ya ampun Daniza, telinga ku sakit" Winda yang disebelah ku mengusap-usap telinganya
"Maaf..." perempuan yang menyebutkan dirinya sebagai orangtua Haneul itu, tertawa dengan suara yang indah.
"Maaf...Kak " ucap ku lirih, bingung mesti dengan apa aku memanggil nya.
"Panggil Tante saja, ngga apa-apa. Emang udah cocok dipanggil begitu, tadi mungkin bingung karena tante manggil nya adik-adik, soalnya mau ngetes penglihatan kalian aja, tante masih kelihatan awet muda apa gimana?"
"Masih cantik gini lah Kak, eh Tante. Malah aku ngga percaya tante udah punya anak satu yang udah bujang"
"Bisa saja mulutnya "
"Memang nya kelihatan usia berapa?"
"22" jawab Winda dan Aca kompak, membuat Mami nya Haneul tertawa lagi.
Dan hari itu aku menyadari aku telah salah paham pada Haneul, itu membuatku merasa bersalah padanya juga pada hatiku yang sempat merasa sakit hati, sekaligus merasa malu pada pemikiran ku yang menuduh nya bermain- main dengan hatiku.
Setelah ini, aku merasakan perasaan yang lebih kuat pada Haneul, serta kesimpulan bahwa dia sungguh menyukai ku itu dapat ku percayai lebih erat. Aku merasa tidak lagi ada keraguan yang tercipta, mengingat tingkah nya bagaikan seseorang yang menyukai ku.
Itu membuatku berpikir, mungkin sudah sebaiknya aku mengungkapkan perasaanku atau perlukan aku menunggu dia yang menyatakan nya. Tapi untuk saat ini, aku mesti bersabar karena rasanya kegugupan ku kembali menyertai hanya dengan mengingat wajahnya. Aku masih butuh jarak, untuk mengendalikan kegugupan ku.
inimah gaya author/Curse/