pengalaman pahit serta terburuk nya saat orang yang dicintai pergi untuk selama-lamanya bahkan membawa beserta buah hati mereka.
kecelakaan yang menimpa keluarganya menyebabkan seorang Stella menjadi janda muda yang cantik yang di incar banyak pria.
kehidupan nya berubah ketika tak sengaja bertemu dengan Aiden, pria kecil yang mengingatkan dirinya dengan mendiang putranya.
siapa sangka Aiden adalah anak dari seorang miliarder ternama bernama Sandyaga Van Houten. seorang duda yang memiliki wajah bak dewa yunani, digandrungi banyak wanita.
>>ini karya pertama ku, ada juga di wattpad dengan akun yang sama "saskavirby"
Selamat membaca, jangan lupa vote and coment ✌️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saskavirby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
eps 16
SANDYAGA VAN HOUTEN
a.k.a DADDY
[]
Terakhir kali setelah kejadian di villa, Sandy lebih sering mengajak Stella makan bersama, tentu dengan mengajak Aiden, dan membuat Aiden sebagai kambing hitamnya.
Stella tak kuasa menolak ajakan dari pria kecil yang menggemaskan itu. Alhasil dia sanggupi saat pekerjaannya benar-benar bisa ditinggal.
Fara yang merasa Sandy sedikit berubah pun memutuskan menyuruh orang guna memata-matai Sandy.
Dari informasi yang dia dapat ternyata Sandy sering makan siang dan beberapa kali makan malam dengan wanita yang sama yaitu Stella.
Jelas Fara sangat marah, dia berniat untuk melabrak Stella di butiknya. Tapi sepertinya dia harus mengurungkan niatnya saat melihat butik Stella yang tutup.
Ketika sedang mengendarai mobilnya tak sengaja dia melihat Stella yang berada di area sekolah Aiden.
Fara membelokkan setirnya menuju sekolah, membuka pintu mobil dan berjalan cepat ke arah Stella yang baru keluar dari area sekolah.
"Heh, jal***!" sentaknya nyaring.
Stella berjengit kaget. "Fara?"
"Lo sengaja rebut Sandy dari gue 'kan? Dasar jal***!" sentak Fara menuding wajah Stella.
Stella yang tidak terima disebut jal*** mulai tersulut emosi. "Apa maksudmu?"
"Nggak usah pura-pura ****! Seharusnya lo sadar diri, status lo sebagai janda, lo nggak malu disebut pelakor? Ha?"
Stella semakin tidak mengerti arah pembicaraan wanita di hadapannya yang tiba-tiba datang yang menyebutnya jal***, memang apa salahnya?
"Atau lo bangga dengan sebutan JANDA PELAKOR," tekan Fara dengan tatapan tajamnya. "Atau jangan-jangan dari dulu lo emang udah bakat jadi pelakor?" sambung Fara penuh tuduhan.
"Jaga bicara lo, Fara," hentak Stella murka, menuding wajah Fara. Dia tak terima akan tuduhan Fara terhadapnya.
"Jangan nunjuk gue dengan tangan kotor lo itu, dasar bit**," balas Fara menepis tangan Stella.
Stella mencoba mengontrol emosinya yang akan meledak. Menghembuskan nafas pelan. "Ada masalah apa lo sama gue?"
"Sandy!" jawab Fara cepat. "Udah gue bilang, jangan deket-deket sama Sandy, lo lupa? Ha?" hardiknya.
"Siapa?" tanya Stella memastikan pendengarannya.
"Alah.. jangan pura-pura ****. Gue tahu, lo sering jalan sama Sandy dan juga Aiden. Mau ngelak lagi? dasar jal***!" maki Fara kesal.
Stella terkesiap.
"Stop, Fara. Gue bukan jal***, dan lo.." Stella menuding wajah Fara. "Seharusnya lo nanya sama calon suami lo itu tentang kebenarannya, bukan ke gue," sambungnya membela diri.
Karena memang kenyataannya bahwa Sandy dan juga Aiden yang selalu memaksanya, bahkan ketika dia menolak, mereka berdua justru datang ke butik dengan membawa macam makanan untuk di makan bersama.
"Bullshit!" sentak Fara, tatapannya menajam dengan nafas memburu. "Awas aja, sekali lagi gue lihat elo deketin Sandy. Gue enggak akan segan-segan bikin lo menderita," sambungnya penuh ancaman.
Stella berulang kali menghembuskan nafas kecil untuk menekan emosinya, percuma melawan Fara yang juga tengah di kuasai emosi.
"Inget itu," peringat Fara sebelum berbalik meninggalkan Stella.
Stella menggelengkan kepalanya pelan saat melihat Fara yang melangkah dan membanting pintu mobilnya keras.
***
Rega datang ke butik Stella membawakan setangkai mawar merah, sejenak dia menghirup aroma wangi bunga sebelum berjalan memasuki butik.
"Hai, Stella," sapanya ramah ketika melihat Stella yang sedang fokus dengan gaun yang ditata di manekin.
Stella menoleh. "Hai, Ga. Apa kabar?"
"Seperti yang kau lihat," jawabnya seraya tersenyum. "Ini untukmu," sambungnya menyerahkan mawar merah ke arah Stella
Stella yang kebingungan tak urung menerima pemberian dari Rega. "Untuk apa?" tanyanya membolak-balik setangkai mawar di tangannya.
Rega menggeleng. "Enggak ada, tadi waktu lewat toko bunga aku teringat dirimu, jadi aku sengaja belikan untukmu," jawab Rega tersenyum lebar.
Stella ikut tersenyum. "Terimakasih."
"Mau makan siang denganku?" ajak Rega kemudian.
Ceklek!
Bunyi pintu terbuka mengalihkan perhatian Stella dan Rega.
Stella terkesiap melihat Sandy berdiri di sana, entah kenapa dia merasa gugup, apa mungkin karena ada Rega di sana?
Sandy menatap keduanya dengan tatapan tajam, terutama ke arah Rega.
"Sandy, ada apa?" tanya Stella menelan salivanya.
Namun tidak dijawab oleh Sandy, tatapan tajam Sandy menghunus ke arah Rega.
Rega tak kalah bingung ditatap seperti itu oleh pria yang tidak dikenalnya. 'Siapa pria ini? Kenal saja tidak, kenapa tatapannya seperti menelanjangiku,' bathinnya.
"Eh-hem," Stella berdehem untuk mengurangi aura dingin yang tiba-tiba dia rasakan di dalam ruangan.
"Rega, kenalkan ini Sandy, Sandy ini Rega," ucap Stella memperkenalkan satu sama lain.
Kedua pria yang sama-sama tampan itu berjabat tangan sekilas.
"Aiden mengajakmu makan siang," ucap Sandy tanpa basa-basi menatap ke arah Stella.
Stella menatap Rega dan juga Sandy bergantian, dia bingung harus menerima tawaran dari siapa.
"Maaf, Bung. Aku sudah mengajaknya terlebih dahulu," ucap Rega melihat raut kebingungan di wajah Stella.
Sandy melirik Rega sekilas dan kembali menatap Stella.
Stella yang ditatap seperti itu jadi takut, bahkan dia menggigit bibir bawahnya karena terlalu gugup.
Tatapan Sandy terarah pada setangkai mawar merah ditangan Stella, dia yakin bahwa itu pemberian dari pria bernama Rega ini.
Stella menelan salivanya. "Em.. maaf, San. Rega mengajakku lebih dulu," jawab Stella hati-hati.
Rega tersenyum senang mendengar jawaban Stella. Sedangkan Sandy memasang wajah datar.
Tanpa berucap, Sandy segera berbalik, namun kalimat Stella membuat langkah kakinya terhenti sejenak.
"Sampaikan maafku pada, Aiden" sesal Stella tak enak.
Tanpa menoleh dan menjawab, Sandy melenggang pergi dari butik. Dia kesal, entah untuk alasan apa kekesalannya itu, dia juga belum bisa memahami perasaannya sendiri.
***
Sandy tak lagi sembunyi-sembunyi ketika mengajak Stella makan bersama, bahkan tanpa memakai Aiden sebagai kambing hitamnya lagi. Terlebih ketika melihat ada pria lain yang mendekati Stella.
Sandy merasa dirinya memang sudah mencintai janda cantik bernama Stella itu.
Soal Fara dia sudah tidak begitu peduli, walaupun kadang masih memenuhi permintaan wanita itu untuk makan atau jalan-jalan, tapi hatinya sudah tidak tersentuh dengan perhatiannya. Sebenarnya dia ingin menolak tapi tidak tega.
Pernah suatu kali Sandy membuktikan bagaimana perasaannya terhadap Fara. Saat itu Sandy dan Fara sedang makan malam di restoran dengan layanan VVIP room.
Selama makan Sandy menggenggam tangan Fara, namun jantungnya tidak berdetak sebagaimana ketika dirinya didekat Stella.
Tak berhenti di situ, perlahan Sandy mendekatkan wajahnya mencium bibir Fara, sedikit **********.
Hasilnya sama, tidak ada gelenyar aneh dalam dirinya, bahkan dirinya segera menarik diri karena tak bisa melanjutkan, rasanya seperti mau muntah namun dia tahan.
Fix, dirinya tidak mencintai wanita ini, dia bertekad untuk jujur mengenai perasaannya, dia tidak ingin menyakiti Fara.
Karena selama ini Fara yang berada di sampingnya, meski sifatnya sedikit kekanakan, tapi wanita ini tidak pernah menduakannya, meskipun rasa pedulinya terhadap Aiden kurang, Sandy maklum karena Fara masih gadis.
Fara yang mendapatkan perlakuan manis dari Sandy merasa sangat senang, dirinya merasa jauh di depan ketimbang Stella.
Dia yakin Sandy hanya mencintainya, bukan Stella.
***
Sandy mengajak Stella makan malam di salah satu restoran tanpa mengajak Aiden.
"Kenapa kita hanya berdua, San?" tanya Stella merasa penasaran juga bingung dengan sikap Sandy.
Sandy mengambil duduk di sebelah Stella. "Ada kalanya tidak perlu mengajak Aiden di acara makan malam romantis kita 'kan?" godanya.
Stella memalingkan wajahnya, memperhatikan lampu gedung di bawahnya. Karena lokasi makan malamnya berada di rooftop salah satu restoran bintang lima di Jakarta.
Terdengar suara musik mengalun.
"Mau berdansa?" ajak Sandy.
Stella menggeleng pelan. "Aku tidak bisa dansa," tolaknya.
"Tak apa, bisa aku ajarkan," balas Sandy mengulurkan tangannya.
Stella masih menggeleng. "Tidak," jawabnya.
"Ayolah, Ste?" Sandy memulai mode memaksanya.
Stella terua menggeleng, hingga suara ponselnya berdering.
Sandy ingin memaki seseorang yang tengah menelepon Stella, karena sudah membuat acara berdansanya gagal.
Tapi saat mendengar Stella menyebut 'Ayah' dalam teleponnya, Sandy mengurungkan niatnya untuk memaki.
"Halo, Ayah."
"Stella, apa kabar?"
"Baik, Ayah. Bagaimana kabar Ayah?"
"Ayah dan ibu baik. Oh ya, Ste. Ayah hanya mau kasih kabar kalau adikmu, Intan, hari ini ke Jakarta, apa dia mengunjungimu?"
Stella menyernyit. "Tidak, Ayah."
"Ayah sudah menyuruhnya untuk tinggal di rumahmu, apa kau keberatan, nak?"
"Tentu tidak, Ayah. Aku senang kalau Intan mau tinggal denganku."
"Baiklah, Ayah akan menghubunginya."
"Stella, hati-hati, jaga kesehatanmu."
"Iya, Yah. Ayah juga. Miss you."
"Miss you too, princess."
Tut.
Stella terdiam menatap layar ponselnya, ayahnya masih mengingat panggilan sayangnya saat masih kecil dulu. Sedikit rasa rindu merasuk di dalam dirinya.
"Kenapa, Ste? hem?" tanya Sandy melihat perubahan wajah Stella.
Stella mendongak. Kepalanya menggeleng pelan. " Gapapa, San. Ayah bilang adik tiriku akan ke Jakarta."
"Untuk apa?"
Stella mengendikkan bahu. "Tidak tahu,"
~••~
**Aku bingung nulisnya. Mohon maaf kalau belum mengena di hati readers. 🙏🏻😔
Konflik ringan aja ya, sumpah belum dapat feel yang pas. 😁✌️
Penulis amatir, harap maklum yaa.. 😋😋
Jangan lupa vote dan koment 😘
FOLLOW IG : elshaolivia**_