Ketika keturunan mafia menyamar menjadi mahasiswa yang dibully!
William Stone-Brooks memiliki maksud tersendiri hingga memilih berkuliah untuk kedua kalinya di Venesia Italia, menyamar menjadi pria pendiam, culun dan sering di-bully. Hingga satu insiden yang membuatnya tertarik kepada seorang gadis yang berani membelanya tatkala semua hanya diam saat pembullyan terjadi. Jane Stewart, itulah nama gadis pemberani dan sangat energik.
Dengan maksud terselubung, William berhasil mendekatinya hingga menjalin hubungan kekasih dengan Jane sampai hari itu tiba.
“Aku tidak ingin berurusan denganmu Mr. Mafia.” Gertak Jane menatap tajam penuh amarah ketika dia merasa dikhianati oleh pria yang pernah dia cintai.
“Sekarang kau akan selalu berurusan denganku, ketika aku akan menjadikan mu sebagai milikku, Jane Robinson.”
Deg!
SEASON 2 DARI A Baby For The Mafia Boss
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEiaMM — BAB 35
PERMAINAN DAN KETULUSAN WILL BEDA TIPIS!
Venesia Italia, mansion Robinson
Peter bersandar santai dengan memejamkan matanya saat dia mengingat akan masa lalu yang sangat enggan untuk diingat. Sebuah kenangan yang buruk, yaitu mengingat ledakan kematian Stone-Brooks yang tak akan dia lupakan.
Tok! Tok! Hingga suara ketukan pintu membuat Peter mulai membuka suara untuk menyuruh seseorang tersebut masuk ke dalam ruangannya. Ya! Dulox si asistennya baru saja masuk usai mendapat kabar serius dari Las Vegas.
“Ada berita apa?” tanya Peter yang seolah sudah tahu.
“Nyonya Karen menyerang Stone-Brooks.” Ucap Dulox membuat Peter langsung membuka matanya saat mendengar berita yang mengejutkan. Tentu saja, dia sudah mengatakan kepada Karen untuk tidak berbuat aneh-aneh selain memburu Jane atau memastikan agar wanita itu tidak bicara macam-macam ke Stone-Brooks.
“Bodoh!” Tentu saja Peter menggerutu hingga mengumpat saat dia harus bangkit dari duduknya. “Kirimkan pesanku kepadanya, aku memintanya untuk kembali sebelum terlambat!” Peter menatap tajam ke Dulox yang mengangguk kecil dan faham.
...***...
Las Vegas
Masih di tempat yang sama. Jane menatap wajah Lena yang masih tak sadarkan diri, lalu menoleh ke Will yang berdiri tak jauh dari arahnya.
“Dia tangan kanan Karen. Apa yang sudah kau lakukan kepadanya?” tentu, Jane masih tak tahu kenapa Lena nekat datang hanya untuk dirinya.
“Hanya bersenang-senang.” Balas Will menatap nya santai saat istrinya menatap marah kepadanya. Hingga tak berselang lama, Karen datang dengan anak buahnya, namun dia tidak menyerang seperti Lena.
Wanita cantik itu menoleh sekilas ke Lena yang masih pingsan duduk di kursi, lalu kembali menatap ke Jane yang saat ini menatapnya tajam.
“Lama tidak bertemu adikku!” sapa Karen menyeringai kecil.
Itu hanyalah sebuah basa-basi saja, Jane sudah tahu watak busuk Karen sebenarnya.
Tak dibalas oleh adik tirinya itu, Karen menatap sinis dan beralih menatap Will dengan senyuman santai. “Bisa kita bicara Mr. Stone-Brooks?”
Tak butuh waktu lama, mereka memutuskan untuk berbincang, duduk bersama di sebuah sofa di lantai atas. Jane masih menatap tajam Karen ya g menunjukkan senyuman tanpa dosa saat tengah berbincang dengan Will.
Dengan penuh percaya diri, dia mengatakannya terus terang. “Untuk memancing ayahku... Aku harus mendapatkan Jane atau membawanya bersamaku ke Venesia!” ujar wanita cantik dengan dress pendek nan ketat tadi bersandar sembari bersilang kaki.
“Kau datang ke Las Vegas untuk tujuanmu, kau menggertak kakakku dan berani melukainya. Aku sudah mematahkan tangan orang yang melakukannya.” Ujar Will sekedar mengingatkan saja dengan apa yang Karen sudah perbuat.
Pria itu masih menatap lekat Karen dengan tajam nan dingin. “Lalu kau meminta pertukaran kepadaku? Akan aku berikan, tapi kurasa bukan Jane yang akan membuat Peter datang.”
Karen berkerut alis mendengarnya, begitu juga dengan Jane yang ikut bertanya-tanya dan menoleh ke suaminya.
Sekang beberapa menit kemudian, William turun bersama Jane. Pria itu menggandeng pergelangan tangan Jane dan membawanya keluar. “Habisi mereka.” Pinta Will kepada anak buahnya— yang artinya, Lena berserta anak buah Karen yang lain yang harus dihabisi.
Tentu saja mereka yang masih hidup dan mendapat perintah dari bos William mereka, para anak buah Stone-Brooks pun bergegas melakukannya. Hingga beberapa ada yang naik ke lantai dua dan melihat keberadaan Karen yang tewas bersimbah darah saat keningnya hampir hancur akibat benturan berulang kali yang Will berikan kepadanya.
Wanita yang malang! Namun setidaknya Jane sudah selamat tanpa harus ikut Karen.
Keduanya kembali ke mansion, menempuh perjalanan di malam hari dengan mobil baru.
“Aku bisa mempercayai mu soal alasan balas dendam mu. Tapi aku tidak bisa memaafkan mu atas semua yang sudah kau lakukan di Venesia.” Ungkap Jane tanpa menoleh dan masih menatap lurus.
Dia hanya ingin mengingatkan saja kalau dia masih marah dan kecewa dengan Will. Sangat sulit untuk move on karena sekarang mereka sudah menikah.
“Tidak usah memaafkan ku, kita akan tetap bersama.” Balas Will percaya diri hingga sekilas menoleh ke Jane yang nampak kesal.
.
.
.
Hingga tak berselang lama mobil Will berhenti di halaman mansion saat cukup lama menempuh perjalanan. Pria itu menoleh ke Jane yang tertidur tanpa sadar.
Ya! Tak mungkin dia meninggalkan wanita itu di sana, ia menggendongnya, membawanya masuk ke kamar dan membaringkannya di atas ranjang. Will menatap lekat Jane yang masih terpulas, tangan kanannya bergerak menyibak pelan rambut istrinya saat melihat luka di kening yang mulai mengering.
“Aku membuatmu kecewa Jane! Tapi aku akan menghilangkan kekecewaan itu darimu dan aku benar-benar ingin bersamamu.” Dari dalam lubuk hatinya, Will tak main-main, dia benar-benar menginginkan Jane dan dekat dengannya selamanya.
Sangat aneh bukan jika seorang mafia seperti William Stone-Brooks harus jatuh cinta kepada seorang wanita dengan begitu serius dan dalamnya.
Sementara di kamar lain, Dante baru saja melenggang keluar saat dirasa Aurora sudah terpulas setelah ditemani oleh Dante. Tidak ada hal lainnya selain berdiam diri tanpa berbuat sesuatu.
Pria itu melangkah hendak menuju luar, namun dia malah dipanggil oleh Virgil atas perintah William.
Tek! “Minumlah.” Pinta Will usai menuangkan beer ke gelas kaca untuk Dante yang saat ini duduk berhadapan dengan nya di ruang perapian.
“Terima kasih, Tuan!” Dante meraih gelas itu dan meneguknya. Tentunya Will juga ikut meneguk beer, tak mungkin tidak.
“Urusan dengan Robinson belum selesai. Tak lama, Peter akan datang, aku ingin kau selalu didekat Aurora. Dia sangat naif dan terlalu baik, aku tidak bisa melakukannya karena dia akan memancing amarahku.” Jelas Will membaut Dante tersenyum tipis saat mengingat Will dan Aurora yang tak bisa akur untuk sejenak meski keduanya sama-sama saling memperdulikan satu sama lain.
“Anda jangan khawatir, saya akan melindunginya dan akan selalu menemaninya.” Ucap Dante dengan serius.
Tatapan mata tajam Will memerhatikan pria di depannya itu, lalu kembali meraih cerutunya dan mulai menghisapnya.
“Jangan terlalu dekat, jiwa pria normal mu akan menguasai mu saat kau semakin dekat dengan seorang wanita.” Ucap Will bam menyindir seakan-akan dia tahu sesuatu tentang Dante atau perasaan pria itu.
Dante tersenyum tipis hampir tak terlihat. “Saya mengerti Tuan.” Balasnya.
Ya.. Bagaimana pun dia masih pria normal, dan ucapan Will itu benar adanya. Setiap kali dia dekat dengan Aurora, sangat dekat apalagi hanya berdua saja, seolah-olah setan menggodanya untuk lebih dekat lagi dengan Aurora.
“Nona Aurora bertanya soal nyonya Jane! Dia menyuruh saya untuk bertanya soal istri Anda.”
“Katakan kepadanya, semuanya dalam kendali. Tidak perlu memikirkan nya berlebihan, aku tahu dia sangat dramatis!” ujar Will menyeringai kecil saat mengingat sikap kakaknya yang benar-benar naif dan terlalu baik itu.
semoga dari restui 🫶