Diusianya yang tak lagi muda, Sabrina terpaksa mengakhiri biduk rumah tangganya yang sudah terajut 20 tahun lebih lamanya.
Rangga tega bermain api, semenjak 1 tahun pernikahnya dengan Sabrina. Dari perselingkuhan itu, Rangga telah memiliki seorang putri cantik. Bahkan, kelahirannya hanya selisih 1 hari saja, dari kelahiran sang putra-Haikal.
"Tega sekali kamu Mas!" Sabrina meremat kuat kertas USG yang dia temukan dalam laci meja kerja suaminya.
Merasa lelah, Sabrina akhirnya memilih mundur.
Hingga takdir membawa Sabrina bertemu sosok Rayhan Pambudi, pria matang berusia 48 tahun.
"Aku hanya ingin melihat Papah bahagia, Haikal! Maafkan aku." Irene Pambudi.
..........................
"Tidak ada gairah lagi bagi Mamah, untuk menjalin sebuah hubungan!" Sabrina mengusap tangan putranya.
Apa yang akan terjadi dalam kehidupan Sabrina selanjutnya? Akankah dia mengalah, atau takdir memilihkan jalannya sendiri?
follow ig @Septi.Sari21
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11
"Maafkan aku, Sayang! Aku telah dijebak dia, pada saat acara penyambutan dulu," bantah Rangga mencoba membela diri. Ia mencoba menggapai tangan Sabrina, menatap melas berharap Istrinya dapat mengerti. Dada Rangga bagai terhimpit benda keras, sudah dapat mengira, mungkin setelah ini kehancuran akan menimpa rumah tangganya.
Seketika Aruna menajamkan mata menoleh kearah Rangga, sambil bergeleng menatap tidak menyangka.
'Tega sekali kau Rangga. Puas sekali menjatuhkan harga diriku didepan istrimu'
"Bohong! Rangga menggodaku lebih dulu, disaat dia pertama kali baru menikahimu!" Sahut Aruna yang sudah mulai terpancing emosinya.
Sabrina semakin memanas. Tatapanya penuh dengan kobaran api. Dia lalu mengangkat dompet yang sejak tadi dia genggam.
Plak!
Wajah Aruna terhempas kembali, disaat Sabrina berhasil menamparnya dengan dompet tadi. Dia memegang wajahnya, merasakan kebas yang tak berkesudahan.
"Rasa sakit yang kamu rasakan ini, tidak ada apa-apanya dengan sakit yang aku rasakan bertahun-tahun!" sentak Sabrina.
Rangga melongo, menatap tidak menyangka.
Dengan cepat, dia menatap suaminya. Dia layangkan kembali dompet tadi kearah rahang keras Rangga.
Plak!
Rangga terkejut bukan main. Sudut bibirnya sedikit tergores, akibat terkena manik-manik tajam, hingga mengeluarkan darah. Dengan cepat dia menyeka darah itu.
Melihat bagaimana saat ini raut wajah istrinya, Rangga tidak sampai hati hanya untuk membentaknya saja.
Aruna yang sudah sakit hati, bermaksud ingin menampar Sabrina. Namun belum sampai tanganya mendarat, Rangga lebih dulu mencengkal tangan selingkuhannya.
"Kenapa kamu mencegahku, Rangga! Dia sudah menamparku, dan membuat wajahmu terluka," sahut Aruna tidak terima.
"Aku tidak akan membiarkan siapapun meyentuh Istriku, apalagi sampai melukainya. Termasuk kamu, Aruna!" bentak Rangga kembali.
Entah mengapa rasanya semakin sesak, kala mendengar pembelaan Rangga untuknya. Sabrina menatap bengis, karena dadanya terasa nyeri kembali.
"Kamu tidak perlu membelaku dihadapan dia, jika faktanya kamulah yang membuat aku menderita, Rangga!" suara Sabrina melengking, memecah ruangan luas itu.
"Sayang, ayo kita pulang. Aku akan menjelaskan semuanya. Dek, kumohon dengarkan aku," Rangga mencoba menggapai tangan istrinya kembali, namun tidak dirasakan oleh Sabrina.
"CERAIKAN aku Rangga! Aku tidak akan sanggup hidup denganmu lagi. Selama 20 tahun aku hidup bagaikan orang gila, tanpa tahu kebenaran apapun!" bantah Sabrina. Ia menatap suaminya dengab dada bergemuruh hebat. Tatapanya seakan berkata, jika ia sudah teramat lelah menjalni semua ini. Sabrina akui kekalahannya malam ini. Ia memilih mundur, dan biarkan takdir yang memilihkan jalannya sendiri.
"Jika kamu menceraikan Sabrina, maka kamu harus secepatnya menikahi aku, Mas! Aku sudah lelah menunggumu. Dan mungkin, ini memang waktu-"
"DIAM!" bentak Sabrina menajamkan pandangannya. Dia tidak akan membiarkan jalang itu mengeluarkan pendapatnya, walaupun hanya untuk bernafas saja.
Sabrina menunjuk wajah Aruna, menatap bengis, seakan ingin sekali meremat kuat wajah pendosa itu. "Tidak ada yang meminta pendapatmu disini! Semoga saja Tuhan segera mengutukmu, memberikan karma yang setimpal!" sumpah serapah Sabrina, yang sudah tidak kuat lagi membendung tangisnya.
"Satu lagi untuk kamu, Rangga! Kamu bebas menikahi siapapun jika diriku sudah benar-benar bersih! Ceraikan aku secepatnya. Jika tidak, dengan terpaksa aku yang akan menggugatmu! Dan kamu tahu artinya apa? Dapat kupastikan kamu akan bangkrut, bahkan makan saja kamu tidak akan mampu!" Tekan Sabrina. Lalu segera membalikan badan. Begitu mengatur nafas, serta raut wajahnya, Sabrina langsung melenggang meninggalkan ruangan mewah itu.
"Dek ... Sayang, dengarkan aku!" teriak Rangga.
Pandanganya langsung mengarah kepada Aruna. Dia menatap tajam, merasa muak sekali. "Sampai kapanpun, aku tidak akan sudi menikahimu! Sedari dulu ini hanya kesalahan saja, Aruna! Jikapun Sabrina benar sampai menggugatku ... Maka aku tidak akan segan-segan, membawa putriku pergi jauh darimu! Camkan itu!" sergah Rangga.
"Tidak bisa begitu mas ... Mas Rangga ...." teriak Aruna, disaat Rangga sudah melenggang berjalan keluar.
*
*
Revan sudah menunggu didalam mobil. Sementara Ambar, kini dia membantu Sabrina berjalan, karena tubuh iparnya itu, kini tampak bergetar menahan tangis. Wajah Sabrina tampak tenang, namun dengan sorot mata kosong. Ia hanya duduk diam, sambil membuang energi negatif yang tadi membumbuinya.
Mobil Revan melesat kencang. Tujuanya menuju rumah pribadi miliknya. Mungkin sementar, Sabrina akan menginap semalam, demi memulihkan kembali emosinya.
"Mas ... Haikal menelfonku? Apa yang harus aku katakan sekarang?" Ambar masih menggenggam ponselnya yang berdering. Dia menatap Revan dengan sorot mata khawatir.
"Suruh dia kerumah saja, nanti biar aku yang jelaskan!" kata Revan menoleh sekilas.
Ambar mengangguk, lalu segera menggeser tombol hijau diponselnya.
📞 "Tan ... Apa Mamah disana? Ini kok dirumah sepi? Tadi kata Ana, Mamah keluar sama Papah?" Haikal yang baru pulang Futsal, kini tampak duduk lesu diruang tengah.
"Iya, Mamahmu ada di rumah Tante! Kamu bisa kesini, ada yang ingin Om mu bicarakan!"
📞 "Ya udah Tan, nanti setelah mandi Haikal langsung kesana!"
Haikal memutus panggilannya sepihak. Namun sebelum dia bangkit, dia membaca pesan dari kekasihnya sejenak. Haikal tersenyum, merasa gemas dengan tingkah tengil sang kekasih.
Begitu bangkit, Haikal berhenti di ruang makan, saat melihat Nur sedang membuka kulkas.
"Mbak Nur ... Maaf, aku nggak jadi pesan nasi goreng. Ini aku mau pergi lagi!"
"Oh, baik Mas Haikal!"
Haikal lalu melanjutkan jalannya kembali menuju lantai dua untuk membersihkan diri.
****
Diaat Rangga meninggalkannya begitu saja, Aruna kini langsung bergegas keluar sambil menyeka air matanya. Wajahnya terasa perih, bahkan kebas, akibat tamparan tadi. Tidak hanya satu tamparan, melainkan dua sekaligus. Antara benci dan cinta, kini bergulat dalam hatinya, kala ia mengingat bagaimana keras sifat Rangga kepadanya.
Aruna berjalan menunduk, hingga dia berhasil masuk dalam sebuah mobil, yang telah dia hubungi sebelumnya.
Wanita berambut pirang, dengan memakai dress hitam selutut, kini dia langsung menancapkan gas mobilnya, meninggalkan Resto tadi.
"Bagaimana bisa seperti ini, Mbak?" Wanita berusia 38 tahun itu menoleh sekilas, dengan raut wajah tidak terima.
"Sabrina berhasil menjebakku, Gin! Dia yang telah menyusun rencana ini, dengan dalih acara makan malam!" Kata Aruna sedikit meringis.
"Tapi kalau dipikir ya Mbak ... Ada bagusnya pertemuan kalian tadi! Jadi kamu nggak perlu lagi bersembunyi lebih lama. Dan jika Sabrina memilih pisah dari Mas Rangga ... Itu kesempatan baik, agar Mas Rangga segera menikahimu!" pekik Gina tersenyum puas.
"Bagaiman kalau Mas Rangga nggak mau menikahiku, Gina?! Dia sangat mencintai Sabrina!" Aruna masih membantah.
"Untuk apa kamu bingung! Gunakan saja Mika untuk menarik perhatian Papahnya! Mas Rangga pasti tidak akan berkutik jika Mika yang meminta." Gina seyakin itu akan rencananya. Dia tahu betul, bagaimana sang Kakak akan kalah dengan putrinya.
Aruna tidak menjawab lagi. Dia menatap lurus kedepan, menghela nafas dalam. Kejadian beberapa menit lalu seakan berputar dalam pandanganya saat ini.
Hai man teman, terimakasih yang sudah mengikuti Sabrinaku sampe bab ini. Ingat ya, biar nggak salah paham, bacanya jangan loncat-loncat!!!!💋
Jika suka cerita sederhana ini, jangan lupa beri dukungan kalian, like and komentar❤🙏
Terimakasih🙏, selamat berakhir pekan, jangan lupa jaga kesehatan💋
...lanjut thor 💪🏼
di tunggu boncapnya thor lanjut.
lanjut thor💪🏼