Seson 2 Dewa Petir Kehancuran......
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anonim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bermalam
Matahari terus merangkak naik di langit, menebarkan sinar keemasan yang menyapu permukaan sungai, menciptakan pantulan cahaya yang berkilauan bak kristal. Udara pagi yang tadinya sejuk kini mulai hangat, disertai suara gemericik air yang terus mengalir dengan tenang. Burung-burung liar masih berkicau di kejauhan, melengkapi simfoni alam yang terasa damai di tempat itu.
Namun, di tengah ketenangan itu, sebuah pertempuran kecil terjadi. Yu Duan, pria tua yang tadinya duduk santai di atas batu besar, kini berdiri dengan kedua kakinya menancap kuat di atas tanah berkerikil. Otot-otot lengannya yang tersembunyi di balik kulit keriputnya menegang, urat-uratnya tampak jelas saat ia menarik joran bambunya dengan sekuat tenaga. Benang pancingnya bergetar hebat, melengkung seperti busur yang siap melontarkan anak panah, tanda bahwa makhluk di ujung tali itu tidak berniat menyerah begitu saja.
"Hahaha! Kau tak akan lari dariku, bocah besar!" Yu Duan tertawa lepas, wajahnya bersinar dengan semangat yang tak biasa untuk seseorang seusianya. Matanya berbinar, penuh kegembiraan yang hanya bisa dirasakan oleh seorang pemancing sejati.
Lei Nan, yang masih duduk di sampingnya, hanya bisa terpana melihat pemandangan itu. Setiap kali Yu Duan menarik jorannya, air sungai memercik ke segala arah, menciptakan riak-riak besar yang menjalar hingga ke tepi sungai. Tanah di bawah kaki mereka bahkan bergetar setiap kali ikan itu menghentak air dengan siripnya yang besar. Sesekali, bayangan besar makhluk itu terlihat di bawah permukaan air, sisiknya berkilauan seperti emas murni yang memantulkan cahaya matahari.
"Seberapa kuat sebenarnya pria tua ini...?" Lei Nan bergumam pelan, matanya tak lepas dari sosok Yu Duan yang tampak seolah kembali muda saat menghadapi tantangan ini. Ia bisa merasakan hawa panas yang mulai merambat di udara sekitar mereka, seolah energi pria tua itu cukup kuat untuk memengaruhi lingkungan sekitarnya.
Tiba-tiba, tali pancing Yu Duan melengkung lebih dalam, ujungnya tertarik ke bawah dengan kekuatan yang luar biasa. Pria tua itu hanya tersenyum lebar, menggigit bibir bawahnya sedikit, sebelum akhirnya menggerakkan kakinya mundur satu langkah untuk menyeimbangkan posisinya. Dengan gerakan cepat, ia mengangkat jorannya ke atas, menarik benang dengan hentakan tajam.
Wuussshh!
Air sungai meledak seperti gunung berapi yang meletus, menciptakan gelombang besar yang menyebar ke segala arah. Dari dalam ledakan air itu, makhluk raksasa yang sejak tadi melawan dengan gigih akhirnya terangkat ke udara. Seekor ikan raksasa berwarna emas meloncat tinggi, tubuhnya berkilauan di bawah sinar matahari seperti patung emas yang hidup. Matanya yang besar berkilau merah, rahangnya terbuka lebar, memperlihatkan deretan gigi tajam yang tampak tidak sepadan dengan sosoknya yang indah.
Lei Nan hanya bisa ternganga melihatnya. Ikan itu jauh lebih besar dari yang ia bayangkan, panjangnya mungkin lebih dari lima meter, dengan sirip lebar yang bisa menutupi seluruh tubuhnya. Air menetes deras dari sisiknya yang berkilauan, menciptakan pelangi kecil saat cahaya matahari menembus tetesan air yang jatuh ke sungai kembali.
"Heh! Kau pikir bisa melawanku hanya dengan ototmu? Lihat ini!" Yu Duan berteriak sambil memutar jorannya, lalu dengan gerakan cepat, ia menarik tali pancingnya ke belakang, menciptakan momentum yang cukup kuat untuk melemparkan ikan itu ke tepi sungai.
Bruggh!
Ikan raksasa itu akhirnya terlempar ke darat, tubuhnya menabrak bebatuan besar di tepi sungai, membuat tanah bergetar hebat. Air yang menetes dari tubuhnya menciptakan genangan kecil di sekitarnya, sementara makhluk itu hanya bisa menggeliat lemah, tubuhnya yang berat membuatnya tak mampu kembali ke sungai.
Yu Duan tertawa terbahak-bahak, matanya berkilau dengan kepuasan yang jarang terlihat pada pria seusianya. Ia mengangkat jorannya tinggi-tinggi, seolah baru saja memenangkan pertempuran besar. "Hahaha! Ini dia! Makan malam kita untuk malam ini, bocah!" serunya sambil menepuk bahu Lei Nan yang masih terkejut melihat ikan raksasa itu tergeletak tak berdaya di depannya.
Matahari perlahan turun ke ufuk barat, mengubah warna langit menjadi jingga keemasan. Bayangan pepohonan memanjang di atas tanah, sementara angin sore berhembus lembut, membawa aroma sungai dan dedaunan basah. Lei Nan dan Yu Duan akhirnya memutuskan untuk bermalam di tepi sungai itu, membakar kayu kering yang mereka kumpulkan untuk membuat api unggun.
Seiring waktu berlalu, suara gemeretak kayu yang terbakar terdengar jelas, mengiringi aroma harum daging ikan raksasa yang kini mulai menguning di atas bara api. Lei Nan, yang tak ingin suasana terlalu sunyi, akhirnya mengeluarkan sebuah botol arak dari cincin ruangnya. "Tuan, bagaimana kalau kita minum sedikit untuk merayakan tangkapan besar hari ini?" katanya sambil menyodorkan botol itu ke Yu Duan.
Yu Duan yang melihat botol arak itu segera tersenyum lebar, matanya berbinar seperti anak kecil yang diberi permen. "Hahaha! Kau tahu cara menyenangkan orang tua, bocah! Baiklah, anggap ini balasanku untuk makan malam gratis," katanya sambil membuka tutup botol itu dan menuangkan isinya ke dalam mulutnya tanpa ragu.
Mereka pun menghabiskan waktu berbicara tentang banyak hal, dari cerita petualangan Yu Duan di masa mudanya hingga pengalaman pertama Lei Nan dalam berlatih seni bela diri. Suara tawa mereka menggema di tepi sungai, mengusir kegelapan malam yang mulai turun perlahan.
Namun, tiba-tiba, Yu Duan menaruh botol araknya, wajahnya yang tadinya ceria berubah serius. Ia menatap Lei Nan dengan mata tajam, seolah mencoba melihat langsung ke dalam jiwanya. "Hei, bocah," katanya sambil mengulurkan tangan ke arah Lei Nan. "Biarkan aku memeriksa nadimu. Anggap ini balasan untuk traktirmu."
Lei Nan, meski sedikit bingung, mengulurkan lengannya tanpa banyak berpikir. Yu Duan segera meletakkan dua jarinya di pergelangan tangan Lei Nan, matanya menyipit sedikit saat merasakan aliran energi di tubuh pemuda itu.
Beberapa detik kemudian, wajahnya berubah drastis, senyumnya lenyap, digantikan oleh tatapan serius yang penuh kewaspadaan. Ia menatap Lei Nan dengan pandangan penuh tanda tanya, bibirnya bergerak perlahan sebelum akhirnya berkata dengan nada rendah namun tajam, "Nak, sebenarnya... siapa dirimu?"