NovelToon NovelToon
Elegi Grilyanto

Elegi Grilyanto

Status: sedang berlangsung
Genre:Janda / Keluarga / Suami ideal / Istri ideal
Popularitas:472
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Elegi Grilyanto adalah kisah penuh haru yang dituturkan oleh Puja, seorang anak yang tumbuh dengan kenangan akan sosok ayah yang telah tiada—Grilyanto. Dalam lembaran demi lembaran, Puja mengajak pembaca menyusuri jejak hidup sang ayah, dari masa kecilnya, perjuangan cintanya dengan sang ibu, Sri Wiwik Budi, hingga tantangan pernikahan mereka yang tak selalu mendapatkan restu. Lewat narasi yang jujur dan menyentuh, kisah ini bukan hanya tentang kehilangan, tapi juga tentang mengenang, menerima, dan merayakan cinta seorang anak kepada ayahnya yang telah pergi untuk selamanya.
real Kisah nyata

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Pagi itu udara Surabaya masih terasa lembap setelah semalam diguyur hujan deras.

Di Rumah Sakit RKZ yang sejuk dan penuh ketenangan, Sri masih berbaring di ranjangnya. Wajahnya terlihat lebih segar daripada hari sebelumnya.

Di sisinya, Grilyanto duduk sambil mengayun-ayun kursi dan sesekali menatap putri kecil mereka yang tertidur di box bayi.

Reiny Puja Prameshwari nama itu masih terngiang-ngiang dalam benak mereka, seindah momen kelahirannya.

Tiba-tiba terdengar ketukan pelan di pintu kamar perawatan.

“Permisi...” suara lembut dari balik pintu terdengar, disusul derit engsel pelan saat pintu didorong terbuka.

Ternyata bukan satu, tetapi dua sosok wanita berdiri di sana, ibu Mariyati dan ibu Grilyanto, datang dari arah Magelang.

“Ibu...?” ucap Sri terkejut. Air matanya langsung menetes ketika melihat dua perempuan paling berarti dalam hidupnya kini berdiri bersama di hadapannya.

“Iya, Nduk. Ibu datang... kami berdua datang,” jawab ibu Mariyati, ibunya Sri.

Di sampingnya, ibu Grilyanto yang dulunya sempat menolak kehadiran Sri sebagai menantu tersenyum hangat. “Kami dapat kabar dari Gril, jadi kami langsung berangkat semalam.”

Grilyanto berdiri dan segera membantu kedua wanita tua itu masuk. Ia menarik dua kursi ke samping ranjang Sri.

“Bu... maaf merepotkan... harusnya kami yang pulang duluan ke Magelang,” ucapnya penuh hormat.

Ibu Grilyanto menggenggam tangan Grilyanto, lalu menoleh kepada Sri. Matanya menatap lembut ke arah cucu perempuannya.

“Mana cucuku?” tanyanya dengan suara bergetar.

Grilyanto mendorong box bayi perlahan ke arah kedua ibu.

Kedua wanita itu mendekat, dan seketika air mata mereka tumpah saat melihat bayi mungil yang terlelap dengan napas pelan.

“Masya Allah... cantik sekali...” gumam ibu Sri. “Persis kamu waktu kecil, Sri.”

Ibu Grilyanto menunduk, bibirnya gemetar. “Maafkan ibu, Nduk... Dulu ibu keras kepala, tapi sekarang ibu sadar... Kamu wanita baik. Kamu istri yang menjaga suamimu, dan kini jadi ibu dari cucuku yang cantik ini. Ibu bangga.”

Sri tak bisa menahan tangisnya. Ia menggenggam tangan ibu mertuanya dan mencium punggung tangan wanita itu.

“Ibu... Sri juga minta maaf kalau pernah menyakiti.”

Tangis mereka pecah dalam keheningan lembut kamar rumah sakit itu.

Sebuah pelukan hangat terjalin antara ibu dan menantu.

Sementara itu, Grilyanto hanya bisa menatap pemandangan itu dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa, hidupnya kini semakin utuh.

“Ayo, kita beri nama panggilan untuk cucu kita,” ucap ibu Mariyati ceria, berusaha mencairkan suasana.

“Namanya Reiny Puja Prameshwari, tapi kita bisa panggil dia Puja atau Pramesh."

Semua tertawa kecil. Grilyanto mengangguk. “Nama itu memang penuh arti. Seperti hujan yang membawa berkah. Seperti Puja di malam yang tak terlupa.”

Ibu Grilyanto itu menginap di rumah Ibu Mariyati yang ada di Ngagel dan setiap pagi serta sore mereka datang bergantian untuk membantu Sri merawat bayinya.

Kamar perawatan tak lagi sunyi, melainkan penuh suara tawa kecil, petuah-petuah ibu, dan kehangatan keluarga yang perlahan sembuh dari luka masa lalu.

Hari itu bukan hanya tentang kelahiran seorang bayi. Tapi juga tentang lahirnya kembali sebuah hubungan keluarga.

Tentang dua ibu yang berbeda latar belakang, namun disatukan oleh cinta dan darah yang sama cucu mereka.

Dan di ujung senja, saat matahari turun perlahan di balik jendela rumah sakit RKZ, Sri menatap bayi mungilnya sambil membisikkan doa

“Semoga kamu tumbuh dalam cinta, Nak. Cinta yang tak pernah putus, dari kami semua yang mencintaimu.” ucap Ibu Grilyanto.

Tiga hari telah berlalu sejak tangisan pertama bayi mungil itu menggema di ruang bersalin Rumah Sakit RKZ.

Tiga hari pula sejak Sri, Grilyanto, dan seluruh keluarga mereka merasakan haru dan cinta yang berbeda dari sebelumnya.

Kini, pagi itu, udara Surabaya terasa hangat. Burung-burung terdengar bercicit dari sela jendela kamar rumah sakit, seolah ikut merayakan sebuah momen penting hari kepulangan Sri dan Reiny Puja Prameshwari ke rumah.

Dokter yang merawat Sri dan bayinya datang dengan senyum hangat.

“Ibu dan bayi sehat. Boleh pulang hari ini,” ucapnya sambil memeriksa catatan medis.

Sri tersenyum lebar, sementara Grilyanto langsung mengucap syukur.

Ia menggenggam tangan istrinya, kemudian menoleh ke arah putrinya yang sedang tidur dengan tenang dalam selimut lembut berwarna krem.

Tak lama kemudian, ibu Sri dan ibu Grilyanto pun datang, membawa beberapa pakaian bersih, makanan, dan senyum yang tak kalah bahagia.

Mereka bersama-sama membereskan barang, sementara Grilyanto keluar untuk mengurus administrasi.

Ketika semua sudah siap, Sri menggendong putrinya dengan hati-hati.

Di balik wajah yang lelah, matanya bersinar ppenuh kasih dan harapan. Ia menciumi kening bayi itu, lalu membisikkan sesuatu yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua.

“Pramesh, cantik sekali kamu, Nak... Seperti bunga yang mekar di musim hujan. Ibu janji akan menjagamu, membesarkanmu dengan penuh cinta. Ibu akan jadi tempatmu pulang, kapan pun kamu mau...”

Si mungil Pramesh menggeliat pelan, dan Sri tersenyum lebar.

Tangannya begitu kecil, jemarinya melingkar tak sempurna, tapi cukup kuat untuk menggenggam jari ibunya.

Saat itu juga, Sri merasa seluruh luka dan letih di masa lalunya sirna.

Semua yang telah ia lewati dari menjadi janda muda, membesarkan Heri, bertahan di tengah penolakan keluarga, hingga menerima cinta tulus Grilyanto, seolah berujung di titik ini satu titik kecil dalam pelukannya yang menjadi awal baru bagi segalanya.

Grilyanto kembali masuk ke ruangan sambil membawa tas, lalu menghampiri istri dan anaknya.

“Ayo, kita pulang,” ucapnya sambil tersenyum.

Mereka berjalan perlahan menyusuri lorong rumah sakit, diapit oleh kedua ibu yang terlihat tak kalah haru.

Beberapa perawat melambai kecil sambil mengucapkan selamat, dan Sri membalas dengan senyuman penuh syukur.

Di depan rumah sakit, becak langganan Grilyanto sudah menunggu.

Grilyanto membantu Sri naik ke atas becak sambil memastikan bayi mereka nyaman di gendongan. Setelah semuanya siap, becak pun mulai melaju perlahan.

Selama perjalanan menuju rumah kontrakan kecil mereka di Bumiarjo, Sri memandangi wajah bayinya terus-menerus. Suaminya duduk di samping, menggenggam tangan Sri dengan lembut, membiarkan semua rasa tumpah diam-diam dalam genggaman itu.

Dan saat roda becak menyusuri jalan-jalan sempit kota Surabaya, hati Sri terasa luas. Kini ia bukan lagi hanya seorang istri, bukan lagi hanya seorang ibu—tapi seorang perempuan yang berhasil melalui badai, dan kini menapaki harapan bersama keluarga kecil yang ia cintai.

Di rumah nanti, akan ada bantal kecil, selimut hangat, suara sendok beradu dengan piring, dan tangis-tangis kecil di malam hari.

Tapi juga akan ada tawa. Peluk. Doa.Dan itu cukup untuk mereka berdua.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!