Airilia seorang gadis yang hidup serba kekurangan, ayahnya sudah lama meninggal sejak ia berusia 1 minggu. Airilia tinggal bersama ibunya, bernama Sumi yang bekerja sebagai buruh cuci. Airilia merupakan anak kedua dari dua bersaudara, kakaknya bernama Aluna yang berstatus sebagai mahasiswa yang ada di banjar.
Pada suatu hari, Airilia kaget mendengar Sumi terkena kanker darah. Airilia yang tidak tau harus kemana mencari uang, ia berangkat ke banjar untuk menemui Aluna, agar Aluna mau meminjamkan uang untuk pegangan saat Sumi masih di rawat dirumah sakit.
Alih-alih meminjamkan uang, Aluna justru membongkar identitas Airilia sebenarnya. Aluna mengatakan bahwa Airilia anak pelakor yang sudah merebut ayahnya. Sumi yang berlapang dada merawat Airilia semenjak ibunya mengetahui ayahnya meninggal karena kecelakaan. Aluna yang menuntut Airilia harus membiayai pengobatan Sumi sebagai bentuk balas budi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irla26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Kanker darah
Sesampainya di rumah sakit, Airilia meneteskan air mata saat melihat Sumi terbaring di kasur rumah sakit. Tiba-tiba seorang dokter menghampiri Airilia yang sedang duduk di kursi.
"Maaf, apa kamu anak ibu Sumi?" Airilia mengangguk sambil menghapus air mata yang membekas dikedua pipinya.
"Iya, ibu saya kenapa, dokter?".
"Silahkan, ikut saya keruangan, ada yang saya bicarakan mengenai ibu Sumi" Airilia mengangguk pelan dan mengikuti dokter yang bernama Dokter Sila.
Airilia deg-degan berhadapan dengan dokter Sila, pasalnya ia tidak pernah berbicara dengan dokter di ruangan tertutup seperti ini.
"Dokter, ibu aku sakit apa?".
"Menurut hasil pemeriksaan, ibu Sumi sudah lama terkena kanker darah" Airilia syok mendengar Sumi terkena kanker darah, pasalnya selama ini Sumi terlihat baik-baik saja.
"Apakah ibu aku bisa sembuh, dok?".
"Bisa, dengan kemoterapi dan mengonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter".
"Kira-kira berapa biaya untuk kemoterapi dan obat yang harus saya bayar?".
"Sekitar 7 juta ke atas".
"Terima kasih, nanti aku usahakan" dokter Sila mengangguk, melihat Airilia keluar ruangan.
Airilia bingung, bagaimana ia bisa mendapatkan uang yang banyak untuk pengobatan Sumi, sedangkan ia masih sekolah.
"Mengapa ibu merahasiakan ini semua?" Airilia masuk ruangan Sumi di rawat.
"Airilia.." Sumi senang melihat Airilia menghampirinya, pasalnya saat ia siuman, Sumi tidak menemukan seseorang pun di dalam ruangan.
"Bu, kenapa ibu merahasiakan penyakit ibu dari aku?".
Deg
Deg
Sumi terkejut mendengar perkataan Airilia, ia tidak menyangka Airilia bisa tahu tentang penyakitnya secepat ini.
"Lia, ibu hanya..".
"Bu, kenapa ibu menyembunyikan ini semua dari aku? aku hanya punya ibu, jika ibu tidak ada dengan siapa aku akan menjalani hidup" Airilia menangis sambil bersimpuh dihadapan Sumi. Sumi meneteskan air mata, ia menyuruh Airilia berdiri dan memeluknya.
"Lia, maafkan ibu. Ibu tidak mau terus menjadi bebanmu, ibu tidak mau kamu berhenti sekolah hanya karna memikirkan uang untuk berobat ibu".
"Aku enggak pernah berpikir bahwa ibu jadi beban aku, justru aku yang merasa jadi beban ibu. Maafkan aku" Sumi menggeleng pelan sambil mencium kening Airilia.
"Seandainya Airilia tau, bahwa saya bukan ibu kandungnya, apakah Airilia akan pergi meninggalkan saya dan mencari ibu kandungnya?" batin Sumi".
"Bu, ibu jangan memikirkan biayanya, biar nanti aku usahakan?" Airilia melihat Sumi sedang melamun, lalu menggeleng pelan.
"Kamu tidak perlu memikirkan itu, Lia, fokus ujian aja dulu. Ibu enggak mau nilai kamu jelek hanya karna memikirkan ibu".
"Kalau misalnya aku juara kelas tahun ini, apakah ibu bisa mengabulkan permintaanku?".
"Boleh, emang Lia mau minta apa?".
"Aku minta ibu jangan pergi dam tetap berada disamping aku" Sumi ragu, namun akhirnya mengangguk pelan.
"Nanti, jika terjadi sesuatu sama ibu, tolong kamu sama kak Luna saling akrab, dan apa pun yang terjadi kamu dan kak Luna tetap menjadi saudara".
"Janji..!" Sumi mengangkat jari kelingkingnya ke depan Airilia.
"Aku Janji".
Sumi memeluk Airilia, ia merasakan kehangatan dari pelukan Airilia, ia juga berharap kedepannya Airilia tidak pernah tahu tentang ibu kandungnya.
"Aluna.."
"Aluna.."
Airilia terbangun dari tidurnya, karena mendengar Sumi memanggil Aluna. Ia mendekati Sumi dan menyentuh dahi Sumi. Airilia merasakan hangat di telapak tangannya.
"Ibu demam, aku harus panggil dokter?" Airilia melihat jam dinding menunjukkan pukul 05.00 sore. Saat akan beranjak, tiba-tiba tangan Airilia dipegang oleh Sumi. Sumi terus saja memanggil Aluna.
"Aluna.."
"Aluna.."
"Sebentar, aku panggilkan dokter?". Selang beberapa menit, seorang dokter datang dan segera memeriksa Sumi, ia menyuntikkan cairan obat kedalam jarum suntik dan memasukkan lewat selang infus.
"Bagaimana keadaan ibuku, dok?".
"Ibu Sumi hanya demam, saya sudah kasih obat penurun panas. Kalau boleh tau siapa Aluna?".
"Dia kakak aku".
"Mungkin, ibu Sumi ingin bertemu dengan Aluna".
"Nanti, aku akan pertemukan ibu dengan kak Luna" Dokter itu mengangguk dan meninggalkan ruangan. Airilia menatap Sumi yang masih terbaring ditempat tidur, ia mendekati dan mencium pipi Sumi.
"Bu, aku pulang dulu, mau ambil pakaian ganti".
Saat akan keluar, Airilia berpapasan dengan dokter Sila.
"Dokter.."
"Ada yang bisa saya bantu?" Airilia mengangguk pelan.
"Dok, tolong jaga ibu aku, aku mau pulang sebentar untuk mengambil pakaian ganti" Dokter Sila tersenyum dan mengangguk ke arah Airilia.
.
.
.
.
Disebuah kamar megah, Dinda sedang mondar-mandir sambil mengecek ponselnya, lantaran sang suami Reza tidak menghubunginya kemarin. Namun, saat akan menelpon Reza, ia mendengar pintu kamar terbuka dan melihat Reza datang.
"Dari mana aja, kemarin kamu enggak pulang?aku menghubungi kamu enggak aktif?" Reza baru sampai dirumah sudah diberi pertanyaan oleh Dinda.
"Aku dari kampung karna adikku sedang sakit" Dinda yang awalnya curiga namun akhirnya berpikir positif sebab ia tidak ingin kehamilannya terganggu.
"Kenapa kamu enggak menghubungi aku kemarin?kan aku bisa ikut kamu menjenguk Mira". Mira adalah adik kandung dari Reza.
"Kamu Kan sedang hamil, aku enggak ingin kamu cape diperjalanan".
"Mas, nanti anterin aku ke dokter kandungan, ya?".
"Kapan?".
"Jam 2 siang" Reza mengangguk dan mendekati Dinda.
"Oke, akan ku lakukan apa saja demi anak kita. Kayaknya baby mau di jenguk papanya, deh" Dinda melotot ke arah Reza mendengar perkataan Reza.
"Papa, aku enggak mau di jenguk karna papa belum mandi" ucap Dinda menirukan suara anak kecil.
"Papa mandi dulu, ya. Nanti, malam ini papa jenguk kamu" Reza mencium dan mengelus perut Dinda.
"Semoga kamu bisa berubah, setelah kamu menjadi seorang ayah"batin Dinda saat melihat Reza masuk kedalam kamar mandi.
*Bersambung*