NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tak Terduga By Leo Nuna

Cinta Yang Tak Terduga By Leo Nuna

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Romansa Fantasi / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Leo.Nuna_

Neo terbiasa hidup dalam kekacauan.
Berantem, balapan liar, tawuran semuanya seperti rutinitas yang sulit ia hentikan. Bukan karena dia menikmatinya, tapi karena itu satu-satunya cara untuk melampiaskan amarah yang selalu membara di dalam dirinya. Dia tahu dirinya hancur, dan yang lebih parahnya lagi, dia tidak peduli.

Setidaknya, itulah yang dia pikirkan sebelum seorang gadis bernama Sienna Ivy masuk ke hidupnya.

Bagi Neo, Sienna adalah kekacauan yang berbeda. Sebuah kekacauan yang membuatnya ingin berubah.
Dan kini, dia harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya akan dikirim ke Swiss jauh dari Sienna, jauh dari satu-satunya alasan yang masih membuatnya merasa hidup.

Sienna tidak terima. "Biar aku yang atur strateginya. Kamu nggak boleh pergi, Neo!"

Neo hanya bisa tersenyum kecil melihat gadis itu begitu gigih memperjuangkannya.

Tapi, bisakah mereka benar-benar melawan takdir?
Yuk, kawal Neo-Siennaꉂ(ˊᗜˋ*)♡
Update tiap jam 14.59 WIB

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leo.Nuna_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CYTT(Part 19) Neo vs Max: Awal dari Segalanya

Happy Reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇

Suasana di koridor masih terasa tegang meskipun Neo telah berlalu. Beberapa siswa yang menyaksikan dari kejauhan saling berbisik, membahas keberanian anak baru itu yang begitu santai menentang Max, sesuatu yang jarang terjadi di Everest Academy.

Max masih berdiri di tempatnya, rahangnya mengatup erat. Tatapannya tajam mengikuti kepergian Neo, sementara di sampingnya, Liam dan Theo juga masih menatap punggung pemuda itu dengan ekspresi penuh arti.

“Anak baru yang menarik,” gumam Liam sambil menyilangkan tangan di dada.

Theo mengangguk. “Dan jelas dia bukan tipe yang tunduk begitu saja.”

Max akhirnya menghela napas pelan, lalu melirik kedua sahabatnya. “Kita lihat sampai sejauh mana dia bisa bertahan.”

Sementara itu, Neo melangkah santai menuju kelasnya, seolah kejadian barusan tidak pernah terjadi. Tatapan siswa-siswa lain masih mengikutinya, tetapi dia tidak peduli.

Saat melewati lorong, pantulan dirinya di kaca jendela menarik perhatiannya, wajah tanpa ekspresi dengan mata yang menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak.

Waktunya menjalani hidup yang membosankan, batinnya.

Bagaimana tidak? Setiap menit dalam hidupnya sudah diatur oleh sang ayah, pria yang selalu memastikan Neo menjalani kehidupan sesuai rencana yang telah ditetapkan.

Tidak ada kebebasan. Tidak ada pilihan. Hanya rutinitas yang terasa seperti penjara tak kasat mata.

Dengan langkah santai namun penuh percaya diri, Neo memasuki kelasnya. Seketika, suasana yang semula biasa saja berubah. Bisikan-bisikan mulai terdengar di antara para siswa yang penasaran dengan sosok baru tersebut.

"Siapa dia?"

"Anak baru, ya?"

"Ganteng banget!"

"Dari penampilannya, kayaknya selevel sama Max."

"Eh, ini kan anak yang masuk gosip sekolah? Katanya tadi pagi dia parkir di tempat Max biasa parkir!"

"Aura orang kayanya kerasa banget..."

Neo bisa mendengar semua bisikan itu dengan jelas, tapi dia memilih untuk tidak menghiraukannya. Pandangannya tetap lurus ke depan, mencari tempat duduk yang kosong. Seolah tidak peduli dengan kehebohan yang baru saja dia ciptakan.

Neo memilih duduk di dekat jendela, membiarkan cahaya matahari pagi menyelinap melalui kaca, menerangi sebagian wajahnya. Tatapannya mengarah keluar, tak terlalu memedulikan suasana kelas yang masih dipenuhi bisikan tentang dirinya.

Tak butuh waktu lama, seorang guru memasuki ruangan, membawa serta atmosfer yang lebih tenang.

"Selamat pagi, anak-anak," sapanya dengan suara ramah namun tegas.

Seketika, semua siswa yang tadi sibuk berbisik langsung kembali ke tempat duduk mereka masing-masing, menghentikan obrolan mereka dan bersiap untuk pelajaran yang akan dimulai.

Guru tersebut meletakkan beberapa lembar kertas di mejanya sebelum kembali menatap para siswa.

"Sebelum kita mulai pelajaran, ada siswa baru yang akan bergabung dengan kita hari ini," ucapnya sambil melirik ke arah Neo.

Mendengar itu, perhatian seluruh kelas kembali tertuju pada Neo. Beberapa siswa terlihat berbisik, sementara yang lain menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu.

"Silakan perkenalkan diri," lanjut sang guru, memberi isyarat agar Neo berdiri.

Neo menghela napas pelan sebelum akhirnya berdiri dari kursinya. Dengan ekspresi datar, dia menyapu pandangan ke seluruh kelas sebelum akhirnya berbicara, "Neo. Itu saja."

Beberapa siswa terkekeh mendengar perkenalan singkatnya, sementara yang lain tampak terkejut dengan sikapnya yang dingin.

Sang guru tersenyum kecil, tampaknya sudah terbiasa menghadapi siswa dengan berbagai karakter. "Baiklah, Neo. Selamat bergabung di kelas ini. Semoga kamu bisa beradaptasi dengan baik."

Neo hanya mengangguk kecil sebelum kembali duduk di tempatnya.

Pelajaran pun dimulai, tetapi perhatian beberapa siswa masih tertuju padanya. Tatapan penuh arti dari beberapa orang, terutama dari sudut ruangan, tidak luput dari perhatiannya.

Tanpa perlu menoleh, Neo bisa merasakan seseorang terus mengamatinya. Entah siapa, tapi dia tahu hari pertamanya di Everest Academy tidak akan berjalan semulus yang dia harapkan.

Neo mulai fokus mengikuti pelajaran pertamanya, mengabaikan tatapan penasaran para siswa di sekitarnya. Berjam-jam berkutat dengan materi pelajaran, akhirnya bel sekolah berbunyi, menandakan waktu istirahat.

Dia segera membereskan buku-bukunya. Saat sedang merapikan meja, dua pemuda mendekatinya.

"Mau ke kantin bareng?" tawar salah satu dari mereka.

Neo menoleh sekilas, menatap dua pemuda yang kini berdiri di samping mejanya. Keduanya tampak ramah, tanpa tanda-tanda permusuhan seperti yang dia temui sebelumnya.

Salah satu dari mereka, pemuda berambut cokelat dengan senyum santai, mengulurkan tangan. "Gue Adrian, dan ini Nathan," ujarnya, memperkenalkan diri dan temannya yang sedikit lebih tinggi dengan rambut hitam rapi serta kacamata tipis.

Nathan mengangguk kecil. "Lo tadi cukup menarik perhatian. Biasanya nggak ada yang berani ngelawan Max di hari pertama," katanya dengan nada ringan.

Neo menatap mereka sebentar, menilai niat mereka. Sejauh ini, mereka terlihat hanya sekadar ingin berkenalan, bukan mencari masalah.

Tanpa banyak bicara, Neo mengangkat tasnya dan berdiri. "Ayo," jawabnya singkat, lalu berjalan keluar kelas.

Adrian dan Nathan saling berpandangan sebelum tersenyum kecil dan mengikuti Neo.

Hari pertamanya di Everest Academy mungkin tidak akan seburuk yang dia kira.

Begitu ketiganya memasuki kantin, semua mata langsung tertuju pada mereka. Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar di antara para siswa, namun Neo sama sekali tidak memperdulikannya. Yang dia cari saat ini hanyalah meja kosong untuk duduk.

Tatapannya menyapu ruangan, hingga akhirnya jatuh pada salah satu meja dengan sofa yang terletak di sepanjang sisi kiri kantin. Area itu sedikit lebih privat dibandingkan meja-meja lain yang berada di tengah ruangan.

Dengan sandaran tinggi dan meja kayu persegi panjang, tempat itu menawarkan kenyamanan lebih untuk makan atau sekadar menghindari perhatian yang tidak diinginkan.

Tanpa ragu, Neo langsung melangkah ke arah meja tersebut dan mendudukkan diri. Adrian dan Nathan yang mengikutinya sempat terkejut.

Mereka saling bertukar pandang, menyadari satu hal—Neo baru saja memilih duduk di meja yang selama ini dianggap sebagai "wilayah" Max.

Baru saja keduanya hendak mendekati Neo untuk memperingatkannya agar pindah, suara seseorang berhasil menghentikan langkah mereka.

"Ternyata emang hobi lo ya mengambil tempat orang lain."

Suara dingin itu berasal dari Max, yang kini berdiri tidak jauh dari mereka dengan tatapan tajam tertuju pada Neo.

Suasana kantin yang semula hanya dipenuhi bisikan kini berubah tegang. Para siswa yang sedang makan atau mengobrol perlahan menghentikan aktivitas mereka, menatap ke arah Neo dan Max dengan penuh antisipasi.

Adrian dan Nathan berdiri kaku di tempatnya. Mereka tahu betul, tidak ada satu pun siswa di Everest Academy yang berani mengambil meja itu. Tapi Neo? Dia bahkan tidak terlihat peduli.

Dengan tenang, Neo bersandar di sofa, tangannya terlipat di dada. Tatapannya tetap santai saat menatap Max yang kini berdiri di hadapannya.

"Gue cuma cari tempat duduk yang nyaman," ucap Neo ringan. "Kalau lo mau, ada banyak meja kosong di sana."

Seluruh kantin menahan napas. Berani sekali anak baru ini.

Liam dan Theo, yang berdiri di belakang Max, mulai menyeringai.

"Lo sadar nggak, meja ini sudah jadi tempat Max dari dulu?" tanya Theo dengan nada mengejek.

Neo menghela napas kecil, seolah bosan dengan percakapan ini. "Gue tidak lihat ada plang nama di sini."

Max terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. Senyum itu tidak sepenuhnya ramah.

"Lo tahu nggak, Everest Academy punya aturan tidak tertulis?" tanyanya pelan tetapi tegas.

Neo pura-pura berpikir sejenak, lalu mengangkat bahu. "Oh ya? Gue baru tahu. Maklum, anak baru."

Beberapa siswa terkikik kecil, tetapi langsung diam ketika Max kembali berbicara.

"Salah satu aturannya, siapa pun yang duduk di tempat gue tanpa izin bakal gue kasih pelajaran."

Neo menatapnya tanpa gentar, lalu mencondongkan tubuh sedikit ke depan.

"Gue juga punya aturan sendiri," ucapnya.

Max menyipitkan mata. "Apa?"

Neo tersenyum miring. "Gue tidak tunduk sama siapa pun."

Bisikan di sekeliling mereka semakin ramai. Beberapa siswa bahkan menahan napas.

Adrian dan Nathan mulai meragukan keputusan mereka mendekati Neo, tetapi di saat yang sama, mereka tidak bisa menutupi kekaguman terhadap keberanian anak baru itu.

Max menatap Neo lebih tajam, lalu melangkah mendekat hingga berdiri tepat di hadapannya. Suasana kantin semakin mencekam.

"Gue kasih lo satu kesempatan buat pindah sebelum lo nyesel," ucap Max. Suaranya terdengar lebih rendah, penuh peringatan.

Adrian dan Nathan menegang, bersiap menarik Neo jika keadaan semakin memanas. Namun, Neo hanya menyeringai kecil.

"Nyesel?" ulangnya pelan, menatap Max tanpa ragu. "Gue bukan tipe orang yang nyesel cuma karena duduk di tempat yang gue mau."

Ruangan seketika sunyi. Semua siswa menunggu reaksi Max.

Beberapa detik berlalu, terasa seperti selamanya. Max hanya menatap Neo dalam diam. Ada sesuatu di mata anak baru itu. Bukan sekadar keberanian, tetapi keyakinan bahwa dia tidak akan kalah.

Liam melangkah maju, bersiap mengatakan sesuatu, tetapi Max tiba-tiba mengangkat tangannya, menghentikannya.

Max tersenyum tipis. Senyum samar yang sulit ditebak, tetapi tetap menyiratkan ketegangan.

"Menarik," gumamnya pelan.

Dia mencondongkan tubuh sedikit, berbicara cukup lirih untuk hanya didengar Neo. "Kita lihat sampai kapan lo bisa bertahan dengan aturan lo sendiri."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Max berbalik dan berjalan pergi, diikuti Liam dan Theo yang masih tampak tidak percaya dengan sikap sahabat mereka.

Saat Max dan kelompoknya menjauh, suara-suara pelan mulai memenuhi kantin. Para siswa berbisik penuh keterkejutan. Mereka tidak menyangka Neo bisa lolos begitu saja.

Adrian menghembuskan napas lega, lalu menatap Neo dengan tatapan tidak percaya. "Gila, gue pikir tadi lo bakal dihajar."

Neo tersenyum kecil, pandangannya mengikuti punggung Max yang semakin menjauh.

Hari pertamanya di Everest Academy baru saja menjadi jauh lebih menarik.

»»——⍟——««

Hallo semua✨

Sebelum makasih udh mampir🐾

Buat yg suka cerita aku mohon dukungannya ya, biar aku semangat updatenya💐

Dan jangan lupa follow akun ig aku @nuna.leo_ atau akun tiktok aku @im.bambigirls. Karena disana aku bakal post visual dan beberapa cuplikan.

Oke see you semua!(⁠◠⁠‿⁠◕⁠)

1
Saryanti Yahya
karya yg cukup bagus, lanjut thor, semangat
Leo Nuna: Makasih Kak😻
total 1 replies
Suluk Pudin99
Semoga sya jga sperti cinta mereka ,tak terduga.Sampai ke pelaminan,Amin Allahumma istajib dua,na ya Robb🤲🏻🤲🏻
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!