"hana maaf, rupanya riko hatinya belum tetap, jadi kami disini akan membatalkan pertunangan kamu.. dan kami akan memilih Sinta adik kamu sebagai pengganti kamu" ucap heri dengan nada yang berat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31 pelgi!!!!
Felix segera mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Hana erat-erat. Matanya berkaca-kaca.
“Ateu… jangan tinggalkan aku lagi. Ate jadi Mama Felix, ya… please…” ucap Felix dengan suara bergetar.
Hana terpaku, bingung harus menjawab apa. “Kamu sih manis, tapi ayah kamu nyebelin. Masa aku akan menghabiskan umurku dengan pria seperti itu,” ucap Hana dalam hati.
“Hana, kamu jangan memanfaatkan suasana, Felix,” gumam Jefri dalam hati.
“Hana, aku tidak rela melepaskan kamu,” ucap Andri lirih.
Suasana hening, semua menunggu jawaban Hana, meski hati mereka masing-masing riuh oleh pikiran.
“Aku nakal, ya?” ujar Felix tiba-tiba, memecah ketegangan.
“Enggak, Felix enggak nakal. Felix anak baik,” jawab Hana sambil membelai tangan Felix. Ada rasa getir di hatinya saat melihat perban yang terlilit di kepala bocah itu. Entah orang jahat mana yang tega mengincar keselamatan Felix.
“Kalau aku anak baik, kenapa Ateu enggak mau jadi Mama Felix?” tanya Felix penuh harap.
“Sayang…” ucap Jefri sambil menghampiri. “Masalah mama baru itu urusan orang dewasa, jadi Felix enggak usah minta yang aneh-aneh,” jelasnya lembut.
“Aku hanya ingin Ateu Hana jadi mamaku. Apa susahnya sih?” gumam Felix sambil manyun, membuat wajahnya terlihat semakin manis.
Felix kembali menatap Hana, seolah mengabaikan keberadaan Jefri.
“Ateu… please…” pinta Felix memohon dengan tatapan polos yang sulit ditolak.
Belum sempat Hana menjawab, tiba-tiba pintu terbuka. Seketika Felix langsung memejamkan mata saat melihat sosok di ambang pintu. Jefri menoleh, wajahnya tampak bahagia. Wanita yang selama ini ia harapkan datang akhirnya ada di hadapan dirinya.
“Melisa…” gumam Jefri, lalu ia menghampiri Melisa dan menggenggam tangannya, membawa masuk ke ruang perawatan.
Entah mengapa hati Hana terasa panas saat melihat Jefri menggenggam tangan Melisa.
Sementara itu, tatapan tajam Viona langsung tertuju pada Melisa.
“Sayang, ini Mama datang,” ucap Jefri setelah mendekat pada Felix.
Masih dengan mata terpejam, Felix berkata dengan suara cadel, “Pelgi!” teriaknya.
“Sayang, maafkan Mama,” ucap Melisa dengan nada sendu.
“Pelgi!!!” kembali Felix berteriak. Tangannya menggenggam erat tangan Hana, seolah meminta kekuatan. Matanya tetap terpejam, seakan-akan ia menolak melihat wajah orang yang ada di depannya.
“Felix!” tegur Jefri dengan nada setengah membentak.
“Jefri, pergi!” kali ini Viona yang membentak.
Felix mulai menangis, genggaman tangannya pada Hana semakin erat. Hana hanya diam, tidak mengerti kondisi Felix sampai sebegitunya menolak melihat ibunya sendiri. Dalam hati, Hana bertanya-tanya trauma macam apa yang pernah dialami Felix sehingga ia tidak mau menatap wajah ibunya.
“Sayang, ayo kita pergi dulu,” ucap Jefri sambil menggandeng tangan Melisa.
Viona menatap tajam kepergian mereka, matanya penuh emosi yang sulit ditebak.
“Andri, keluar dulu,” ucap Viona lirih.
Andri berdiri, menatap Viona sejenak. “Tante, jaga diri baik-baik,” ucapnya singkat.
“Iya, Nak,” jawab Viona pelan.
Hana masih duduk di kursi roda sambil menggenggam tangan Felix yang belum juga membuka mata.
“Sayang, kamu baik-baik saja?” tanya Hana lembut.
“Ateu… apa olang jahat itu sudah pelgi?” gumam Felix dengan suara cadelnya.
“Itu mamah kamu, Sayang,” ucap Hana mencoba menasihati.
“Tidak! Dia bukan mamahku… dia olang jahat,” sahut Felix tegas meski matanya tetap terpejam.
Hana hanya bisa menghela napas panjang. Awalnya, dengan kedatangan Melisa, Hana merasa ada jalan untuk meninggalkan Jefri tanpa merasa bersalah meninggalkan Felix. Namun, kenyataan berkata lain. Justru kini jalannya semakin berat karena Felix begitu ketakutan pada ibunya sendiri.
“Felix, bobo ya, Sayang,” ucap Hana sambil membelai tangan mungil yang ia genggam erat.
“Janji sama aku… ateu nggak boleh pelgi balu aku tidul,” pinta Felix, suaranya lirih penuh harap.
“Iya, Sayang… Ateu janji,” jawab Hana dengan senyum getir.
“Hana, kasur Felix cukup luas. Tidurlah di sampingnya,” saran Viona.
“Benal itu, Oma,” ucap Felix sambil tersenyum tipis.
Hana menoleh ke arah Viona. Perempuan paruh baya itu menganggukkan kepala sebagai tanda setuju. Dengan bantuan perawat, Hana akhirnya naik ke ranjang Felix. Anak yang belum genap lima tahun itu tampak begitu senang tidur bersama Hana. Ia terus memegang pipi Hana, lalu perlahan matanya terpejam hingga tertidur dengan tenang.
Sementara itu, di luar ruang perawatan Felix, suasana berbeda.
“Tenang, Sayang,” ucap Jefri menenangkan. “Felix hanya perlu waktu. Bagaimanapun juga, kamu meninggalkan Felix saat dia benar-benar membutuhkannya.”
Melisa tersedu-sedu. “Ya… maafkan aku. Aku sadar, aku tidak bisa lepas dari Felix,” ucapnya dengan suara bergetar, air mata mengalir membasahi pipinya.
“Terima kasih kamu sudah kembali. Aku akan berusaha meyakinkan Felix dan Ibu,” ucap Jefri sambil menggenggam tangan Melisa erat, berusaha memberikan ketenangan.
“Sayang, maaf… aku harus istirahat dulu,” jawab Melisa pelan.
“Sekarang kamu tinggal di mana?” tanya Jefri.
“Aku sekarang tinggal di Presidential Apartemen.”
“Baiklah, aku antar,” ucap Jefri cepat.
“Tidak usah. Aku khawatir nanti Felix mencari kamu,” tolak Melisa halus.
Jefri menghela napas berat, jelas terlihat betapa berat hatinya melepas Melisa.
“Tenang saja, aku baik-baik saja. Kalau mau bertemu, datang saja ke apartemenku,” ucap Melisa mencoba menenangkan.
“Ok… kamu hati-hati, ya,” jawab Jefri dengan nada setengah enggan.
Melisa kemudian pergi, meninggalkan Jefri seorang diri. Tatapan Jefri mengikuti punggung Melisa, sulit diartikan apakah itu kerinduan, penyesalan, atau harapan.
“Kak, apa kamu masih percaya sama dia?” suara Andri tiba-tiba memecah lamunannya.
“Astaga, kamu mengagetkan aku saja,” Jefri berbalik menatap Andri.
“Sepertinya Felix sangat bergantung sama Hana. Dan permintaan Felix sepertinya serius sekali, Kak,” ucap Andri sambil menatap tajam ke arah Jefri.
Jefri tersenyum.
“Jangan pantang menyerah. Kalau kamu mencintai Hana, perjuangkanlah. Masalah Felix biar aku yang urus. Dia hanya anak kecil, perasaannya gampang berubah-ubah… kadang suka, kadang benci,” jelas Jefri dengan tenang.
“Ok, Kak. Terima kasih. Sepertinya sudah malam, aku harus pulang dulu,” ucap Andri.
“Ok, hati-hati ya,” balas Jefri singkat.
Sebelum pergi, Andri sempat memberi pesan, “Sebaiknya Kakak lebih berhati-hati dengan Melisa.”
Jefri hanya menanggapinya dengan sebuah senyuman tipis.
Sementara itu, di dalam sebuah mobil mewah, Melisa duduk bersama seorang lelaki paruh baya. Wajahnya terlihat tegang, berbeda jauh dengan sikap lembutnya di hadapan Jefri.
“Melisa, kita sudah bangkrut. Kamu harus cepat kembali pada Jefri,” ucap Raka Wijaya, ayah Melisa, dengan suara berat penuh tekanan.
Melisa hanya diam menatap keluar jendela, pikirannya bercampur aduk antara keterpaksaan, rasa bersalah, dan keinginannya untuk bertahan.
“Iya, Yah… tapi anak itu selalu menghalangiku. Dan… ada seorang wanita yang sangat dekat dengan Felix,” ucap Melisa dengan nada datar, matanya menatap kosong ke arah kaca mobil.
“Itu hanya masalah kecil. Kamu harus buat rekayasa agar anak itu tersingkir. Kalau perlu, habisi dia. Dengan begitu, Jefri akan semakin bergantung padamu,” jawab Raka dingin tanpa ragu.
“Ya… tapi Ayah harus janji satu hal padaku,” Melisa menoleh menatap ayahnya serius.
“Katakanlah,” balas Raka singkat.
“Setelah Ayah menguasai seluruh harta Jefri, aku hanya ingin hidup bersama Leo,” ucap Melisa lirih, tapi penuh harap.
Raka terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan.
“Tenang saja, itu masalah kecil. Ingat, kita hanya punya waktu enam bulan, Melisa. Kalau lewat dari itu, semuanya akan hancur. Aku dan kamu akan kembali hidup susah,” suaranya terdengar mengancam.
“Ya, Yah…” bisik Melisa dengan berat hati.
“Dekati Felix dengan lembut. Kalau tetap tidak berhasil, habisi saja. Ingat, Leo sangat membenci anak itu. Selama Felix masih ada, dia tidak akan pernah benar-benar mencintaimu,” lanjut Raka dengan nada dingin menusuk.
Melisa menghela napas panjang.
“Iya, Yah…” jawabnya akhirnya, meski hatinya terasa semakin berat.
secepatnya pasti terkuak dan Andri gak jadi sama Hana deh 😅😅