Aluna ditinggal mati suaminya dalam sebuah kecelakaan. Meninggalkan dia dengan bayi yang masih berada dalam kandungan. Dunianya hancur, di dunia ini dia hanya sebatang kara.
Demi menjaga warisan sang suami, ibu mertuanya memaksa adik iparnya, Adam, menikahi Aluna, padahal Adam memiliki kekasih yang bernama Laras.
Akankah Aluna dan Adam bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hare Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
“Bu, aku sudah bercerai dengan Mas Adam. Jadi, jangan bandingin aku dengan istri Mas Adam,” ujar Aluna sambil tersenyum.
“Iya. Mana istri barunya itu sombong banget. Terus bangga lagi hamil sebelum nikah,” jawab Bu Lina.
Aluna tidak lagi menjawab, dia tidak ingin meneruskan pembahasan tentang Adam maupun Laras, baginya semua sudah selesai, dan tidak perlu lagi dibahas. Ibarat kata, buku sudah ditutup. Biarkan disimpan rapi di tempatnya.
Kabar tentang kepindahan Aluna ke rumah pinggir sawah itu begitu cepat tersebar, dan entah itu mengapa menjadi hal yang menarik bagi warga desa. Mereka tentunya tidak menyangka kalau Aluna yang beberapa hari ini menghilang akan kembali lagi.
“Ya Allah, Nak. Akhirnya kamu kembali,” ujar Bi Uli dengan nafas terengah-engah datang ke rumah Aluna.
Wanita paruh baya itu memeluk Aluna dengan erat.
“Aku hanya pulang ke rumah Bibi di desa sebelah, Bi,” jawab Aluna membalas pelukan Bi Uli.
“Iya, Bibi khawatir banget kamu hilang kemana. Bibi tungguin setiap sore, gak pulang-pulang,” ucap Bi Uli menghapus air matanya.
Sebagai tetangga Aluna, Bi Uli merasa kehilangan setelah kepergian Aluna secara tiba-tiba dari rumah itu. Apalagi saat Aluna pergi, dia sama sekali tidak berpamitan kepada siapapun. Bukan tidak mau, tapi tidak sempat.
“Lebih baik aku pergi dari rumah itu, Bi. Meskipun rumah itu kenangan Mas Arman,” jawab Aluna sambil membimbing wanita paruh baya itu masuk ke rumahnya.
“Disini kamu gak takut?” tanya Bi Uli melihat rumah Aluna yang cukup jauh dari tetangga.
Aluna menggeleng. “Gak, Bi. Apalagi Pak Basri sekalian buatin pagarnya. Jadi semakin nyaman.”
Bi Uli menatap Kiya yang sedang menikmati biskuit, anak kecil itu hanya bermain dengan beberapa mainan seadanya. Di rumah mereka juga belum ada TV.
“Kiya gak rewel, kan?” tanya Bi Uli khawatir.
“Syukurlah, dia mengerti banget dengan keadaan ibunya, Bi. Dia sama sekali gak rewel, hanya saja kadang sesekali memanggil Papanya,” jawab Aluna.
Bi Uli menatap Aluna dengan tatapan iba. Perjalanan yang Aluna lalui begitu berat, ditinggalkan kedua orang tuanya, saat bahagia bersama Arman, justru Arman juga kembali kepada sang maha pencipta lebih dulu. Sekarang, dia bercerai tanpa membawa apa-apa, hanya pakaian dan anaknya.
“Kamu sangat kuat, Aluna,” ujar Bi Uli.
Aluna menyajikan minuman sambil tertawa. “Karena keadaan, Bi.”
“Jadi, kalian sudah resmi bercerai?” tanya Bi Uli penasaran.
Aluna mengangguk. “Mas Adam sudah menjatuhkan talak padaku, Bi. Dan aku juga sudah mendaftarkan di pengadilan. Tinggal nunggu sidang dan putusan saja.”
“Yah, mungkin ini lebih baik.”
“Semoga saja, Bi.”
Bukan hanya Bi Uli yang datang ke rumah Aluna, lebih-lebih rumah Aluna menjadi destinasi wisata. Orang yang ingin ke sawah menyempatkan diri mampir, mengobrol sebentar seolah memastikan kalau yang kembali itu memang Aluna yang asli.
“Bi, ada apa ini? Kenapa heboh sekali?” tanya Aluna menggarukkan kepalanya.
Bi Uli hanya tersenyum. “Karena beberapa hari Adam tuh terus mencari kamu. Ditambah juga, Pak Dimas juga sempat nyariin kamu. Belum lagi kedatangan Laras yang bikin heboh desa. Jadi, orang penasaran sebenarnya kamu kemana.”
Aluna tergelak mendengarnya. “Berasa jadi artis aku, Bi.”
“Bibi senang kamu sudah kembali tertawa,” ujar Bi Uli lagi.
“Astaga, Bi. Aku bisa-bisa aja kok tertawa.”
Bi Uli seperti melepas rindu dengan Aluna, bahkan beliau membantu Aluna membersihkan tanah yang akan ditanami.
Aluna merasa beruntung, begitu banyak orang baik yang peduli padanya. Meskipun dia tahu, orang yang datang itu, tidak hanya ingin memastikan itu benar dia, ada juga yang memanfaatkan keadaan untuk membuat cerita baru.
Ketika sore harinya, Aluna sedang bermain bersama dengan Kiya di depan rumahnya, tiba-tiba sebuah sepeda motor berhenti di depan pintu pagarnya. Aluna melirik, dan betapa terkejutnya melihat Pak Dimas yang berdiri disana.
Sang mantan ayah mertua tampak datang seorang diri, membawa tas dan juga plastic belanjaan.
“Masuk, Pak,” sambut Aluna mencoba santai.
“Tetap panggil Papa. Sekalipun kamu bukan lagi istri Arman ataupun Adam,” ujar Dimas tersenyum.
“Terima kasih, Pa.”
Aluna mempersilakan pak Dimas masuk, tapi lelaki itu menolak.
“Di depan sini saja, Aluna. Kan ada tempat duduknya juga, gak enak dilihat orang kalau bicara di dalam,” ujar Pak Dimas menolak dengan sopan.
Tapi, sebelumnya Pak Dimas sempat melirik ke dalam rumah Aluna. Dia melihat ruangan yang masih kosong, tidak ada sofa, TV ataupun barang-barang lainnya.
“Ada apa, Pa?” tanya Aluna heran.
“Hanya main saja, sudah lama gak ketemu Kiya,” jawab Pak Dimas sambil menyerahkan kantong plastik yang ternyata penuh dengan makanan untuk Kiya.
Sejak dulu, Pak Dimas memang menyayangi Kiya. Hanya saja selama ini, beliau terlalu sibuk dan tidak bisa menunjukkan kalau dia menyayangi Aluna dan Kiya.
Dia pikir dengan begitu semuanya baik-baik saja, tapi nyatanya Aluna dan Kiya dibuat menderita oleh Adam dan Ratna.
“Kenapa harus pindah?” tanya Diamas setelah diam beberapa saat.
“Gapapa, Pa. Biar merasa suasana baru saja. Dan rumah itu milik Mas Arman, jadi Luna kembalikan kepada orang tua Mas Arman sebagai ahli warisnya,” jawab Aluna.
“Kiya dan kamu lah ahli waris Arman,” sanggah Pak Dimas.
“Kami gapapa, Pa. Disini justru lebih enak, bisa bertanaman lebih banyak,” jawab Aluna.
“Papa datang kesini untuk mengantarkan ini kepada kamu dan Kiya,” ujar Pak Dimas mengeluarkan sebuah map plastic dari dalam tasnya.
Map itu diserahkan kepada Aluna.
Aluna tidak langsung menerimanya. “Apa ini, Pa?”
“Ini surat rumah, dan beberapa surat usaha yang dimiliki Arman. Kiya dan kamu sebagai ahli warisnya, jadi Papa kembalikan pada kamu,” jawab Pak Dimas.
Mata Aluna membola, dia sangat terkejut mendengarnya. Bukannya sejak awal mereka tidak mau melepaskan milik Arman? Makanya Adam dipaksa menikah dengannya? Dan sekarang, mengapa tiba-tiba?
“Ini memang hak kalian. Selama ini, Papa pikir menikahkan kamu dengan Adam adalah solusi yang terbaik. Kiya tidak kehilangan kasih sayang, Kiya tidak kehilangan sosok ayah. Dan juga, harta peninggalan Adam dikelola untuk Kiya. Tapi, papa tidak tahu kalau ternyata itu semakin membuat kalian menderita. Papa minta maaf, Aluna,” sambung Pak Dimas menatap sang menantu.
“Tapi…”
“Kamu terima ini, ya. Ini memang untuk kalian, Papa akan bantu pantau saja, dan kalau kamu bingung dengan usaha-usaha itu, kamu bisa bertanya sama Papa,” potong Dimas.
Dengan ragu Aluna menerima map itu, dia merasa ini seperti mimpi.
“Kamu ada kulkas?” tanya Pak Dimas.
Aluna terkejut. Dia pikir Dimas mau minum air dingin. “Maaf, Pa. Gak ada. Adanya hanya air yang gak dingin,” jawab Aluna.
“Iya gapapa.”
Belum sempat Dimas meneguk minuman yang disajikan Aluna, sebuah mobil merah berhenti di depan pagar.
Punya istri dan mertua cuma dijadikan mesin atm berjalan doang!
Gimanaa cobaa duluu Adam liatnya.. koq bisaa gituu milih Laras.. 🤔🤔🤦🏻♀️🤦🏻♀️😅😅
Terimakasih Aluna kamu sudah mau membantu Adam membuka kebusukan Laras semoga Adam bisa secepatnya menyelesaikan masalahnya dengan Laras dan bisa lebih dewasa lagi kedepannya 💪
Klo Laras tau Aluna ngasi rekaman bukti perselingkuhan Laras.. mesti Laras akan berbuat sesuatu yang jahat sama Aluna
Bisa2 Laras nekad! 😤😤