NovelToon NovelToon
Sunflower

Sunflower

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Wa Yana

Menjadi diri sendiri bukanlah hal yang mudah bagi Sebagian orang bahkan untuk beberpa tidak menyadari dan mengenali dirinya seperti apa. Namun bagi Haikal menjadi diri sendiri adalah versi terbaik dalam hidup yang tidak menuntut diri untuk menjadi terbaik dimata orang lain atau menjadi pribadi yang di inginkan orang lain.
Namun entahlah kedepannya seperti apa, bukankah pikiran orang akan berubah sesuai dengan apa yang ditemukan ke depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wa Yana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16 Taman

Gisel memelankan larinya karena sudah cukup lelah, sinar matahari pagi sudah cukup terik mengenai tubuhnya, suasana taman yang kini sudah cukup ramai dengan pengunjung yang datang untuk berlari dan menikmati jajanan yang ada disekitar taman. sebelumnya Ia sering lari pagi dengan sang kaka Mark, namun saat ini bahkan Mark terlalu sibuk untuk menemuinya.

Mark hanya akan mengirimkan pesan untuk tidak terlambat tidur dan tidak telat makan sebagai tanda pedulinya. Ia tahu betul bagaimana kesibukan calon dokter muda itu yang kini sedang menjalani koas.

“Karin kenapa sih pake acara nggak bisa segara, bisanya juga bisa bisa aja” gerutunya lalu duduk disalah satu kursi yang tidak jauh dengan penjual jajanan.

“nyicip jajanan nggak papa kali yah, kan kak Mark juga nggak bakalan tahu” ucapnya dengan nyengir.

Gisel berdiri menuju salah satu gerobak yang menawarkan jajan telur gulung dan beberapa pentolan.

“Bang bungkusan telur gulungnya 10 ribu sama pentolannya 10 ribu saosnya pedis yah” ucapnya dengan senyum ramah.

“Siap neng, ditunggu yah” penjual tersebut segara membungkukkan pesanan Gisel.

Gisel duduk disalah satu kursi milik penjual tersebut sembari menunggu pesanannya jadi.

Ia memperhatikan sekeliling yang kini masih banyak orang yang berlari pagi dan beberapa yang hanya berjalan-jalan saja.

Namun beberapa saat kemudian matanya menangkap sosok yang tidak asing baginya yang membuatnya mengerutkan keningnya, tampilan pria itu bahkan bukan seperti orang yang ingin berlari pagi. Dengan celana pendek dan hoody yang menutup kepalanya.

Tampak wajahnya yang begitu mengantuk, duduk disalah satu kursi taman dan kakinya terangkat dan dilipatkan diatas kursi.

“Itu kak Haikal bukan yah?” tanyanya pada dirinya sendiri. Ia bahkan menyipitkan matanya untuk memperjelas pandangannya pada objek didepannya.

“Hei” sapa seseorang yang ada dibelakang Gisel.

Gisel yang terkejut membalikkan badanya melihat siapa yang baru saja menyapanya.

“Eh, Kak Juan disini juga?” Gisel begitu senang menemukan orang yang dikenalnya ada disekitar sini.

“Iya, Gue, Riza sama Haikal” jawab Juan dengan senyum ramah, Ia juga ikut duduk disamping Gisel.

“Terus Kak Riza sama kak Haikal nya mana?” tanya Gisel. Walaupun sebelumnya Ia melihat orang yang begitu mirip dengan Haikal.

“Sana” tunjuk Juan pada seseorang yang sebelumnya sudah Gisel kira adalah Haikal. Dan Ia juga tidak menyangka ada Riza yang duduk lesehan diatas rumput menikmati sinar matahari dengan selebaran yang ada ditangannya.

“Oiya, Kak Juan sering kesini?” tanya Gisel yang penasaran.

“Kita nemenin Riza, dia suka matahari pagi dan pemandangan cerah, dia juga lagi gambar tuh” jawab Juan santai.

Gisel memperhatikan pakaian Juan dengan training dan baju kaos putih dan sepatu olahraga, tampaknya penampilan Juan bisa dibilang datang untuk berolahraga.

“Tapi outfit kakak cocok buat lari pagi” ucap Gisel setelah meneliti penampilan Juan.

Juan juga ikut melihat penampilannya yang memang cukup cocok untuk lari pagi.

“Gue biasanya suka sepedaan bareng Jeno, Cuma itu anak lagi sibuk, nggak tau sibuk apaan” jawabnya simple setelah ikut memperhatikan penampilannya.

“Kalau Haikal, dia emang agak alergi dengan sinar matahari pagi, makanya pakai hoody kaya gitu” ucapnya lagi menjelaskan outfit yang dipakai Haikal.

Tidak salah sih, pasalnya ada beberapa orang juga yang berlari dengan hoody dan celana pendek, namun yang dipakai Haikal saat ini, cargo pendek, hoody dan juga sendal jepit berwarna hitam, terlampau santai untuk datang berlari.

“Iya sih, tadi Gue juga mikir itu bukan Kak Haikal hehe” Gisel menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Ini neng pesanannya, maaf yah lama tadi adonan telur gulungnya habis” Penjual menyodorkan kantongan pesanan Gisel.

Gisel mengeluarkan uang dua puluh ribu yang ada disaku celananya dan memberikannya pada penjual.

“Kakak mau?” tawarnya pada Juan

“Lu seriusan makan jajanan yang digoreng setelah lari pagi?” tanya Juan dengan mengerutkan alisnya heran dengan apa yang dilihatnya.

“Hehe, Kan tadi Gue udah lari, terus Gue lapar deh” ucapnya dengan cengiran sungkan, Ia berpikir Juan akan ilfeel padanya.

Juan mengangkat tangannya mengacak rambut Gisel gemas melihat Gisel yang tersenyum seolah ketahuan orang tuanya melanggar aturan.

“Ya udah habisin, Gue susul Riza sama Haikal dulu” jawabnya lalu pergi meninggalkan Gisel setelah mendapatkan anggukan setuju.

.

“Kak Jeno disini juga?” tanya Karin yang melihat Jeno berada di butik yang Ia kunjungi

“Iya, in ikan butik yang menyediakan baju laki-laki juga Karin, kok Lu syok amat” jawab Jeno melihat wajah Karin yang tampak seperti panik.

“Eh nggak papa kok kak, Gue cuma kaget aja. Hidup sempit amat sampai ketemu kak Jeno di butik juga” balasnya dengan canggung.

“Lu datang sama siapa?” tanya Jeno melihat sekeliling Karin yang tampaknya datang sendiri.

“Sendiri, Gue ada janji sama desainernya buat mengukur baju” jawabnya singkat dengan wajah murung.

“ohh” jawab Jeno dengan menganggukkan kepalanya.

Tring tring’ ponsel Jeno berbunyi tanda ada panggilan.

“Gue angkat telpon dulu yah” ucapnya dan menggeser tubuhnya beberapa langkah dari Karin.

‘Gue lagi di butik, emang abang Lu Dimana?’

‘….’

‘Nggak ada Gue sibuk, besok aja kalau mau main’

‘……’

‘Ya udah Gue tutup yah’

Jeno menutup panggilannya dan kembali kehadapan Karin yang juga memperhatikannya sedari Ia mengangkat telpon.

“Lu setelah mengukur baju sibuk nggak?” tanya Jeno pada Karin

“Nggak, paling balik ke rumah lagi buat rebahan, atau ke toko bunga Gisel kalau sempat” jawabnya sembari mengingat kegiatan apa yang akan dilakukannya.

“Ya udah gimana abis ukur baju, kita ngopi di cafe samping, kopinya enak-enak loh” tanya Jeno menawarkan pada Karin.

“Emang nggak papa?” tanya Karin, Ia sebenarnya cukup mengagumi wajah imut jeno yang tampak manis jika tersenyum.

“Emangnya kenapa, kita kan teman sekampus dan juga organisasi jadi wajar saja jika hanya minum kopi bersama” jawab Jeno dengan santainya.

“Iya juga sih, ya udah kakak mau nunggu disini atau di cafenya langsung?” Karin tidak tahu akan lama atau tidak didalam ruang desainernya nanti sehingga tidak enak jika harus membuat Jeno menunggunya.

“Gue tungguin di ruang tunggu butik aja” jawabnya dengan dengan senyum lalu meninggalkan Karin yang sudah menganggukkan kepalanya menyetujui.

“Kak Jeno manis banget sih” ucapnya lalu segera berjalan menuju ruang desainer dengan senyumnya karena salah tingkah.

.

“Can, Lu udah dapat kabar kalau Kak Jeno bakal dijodohin?”tanya Jigar yang fokusnya tetap pada ponselnya.

“Hmm” jawabnya singkat

“Menurut Lu perempuan seperti apa yang cocok untuk Kak Jeno?” tanyanya lagi

“Entah” jawabnya sebari menaikkan kedua bahunya acuh

“Lu emang nggak peduli kalau Kak Jeno sampai salah pilih pasangan?” tanya Jigar yang sudah tidak fokus pada ponselnya.

“Jigar Lu mati itu, aelahh” kesal yang juga ikut mati karena menyelamatkan Jigar yang tidak mengeluarkan ultinya.

“Uda ah, Gue nggak mau main lagi, Lu fokusnya kemana-mana banget” kesal Candra yang membuah ponselnya dan membaringkan tubuhnya karena kesal pada Jigar

“Lu kok kesal banget kan Gue baru mati Can” Jigar bingung melihat reaksi Candra yang sedikit berlebihan, padahal mereka juga belum kalah dari permainan tersebut.

“Habisnya Lu bahas Kak Jeno, Gue juga kesal kalau Kak Jeno nikah cepat, terus ngurusin istrinya doang” jawab Candra yang tampak murung.

“Kan cuma kak Jeno yang bisa diajak main” sambungnya lagi.

Mereka sedikit tidak rela jika Jeno harus menikah secepat itu. Jeno dengan hatinya yang lembut memang cukup menarik hati kedua bungsu itu yang mana Jeno selalu memperhatikan hal-hal kecil yang dibutuhkan keduanya.

“Lagian Gue juga yakin Kak Jeno belum suka sama perempuan yang akan di jodohkan dengannya” ucap Jigar yang membuat Candra mengerutkan keningnya karena tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Jigar.

“Kak Jeno kan nggak pernah nolak keinginan Ibunya jadi wajar saja jika Ia setuju dengan perjodohan itu” sambung Jigar yang mengertu maksud dari raut wajah Candra.

“Sok tau Lu bocil” ucap Candra yang kembali menutup kedua matanya.

“Hei kita hanya beda 3 bulan, berhenti mengatakan bocil” protes Jigar yang tidak di hiraukan oleh Candra.

.

“Eh Gisel ke taman juga?” tanya Riza yang melihat kehadiran Gisel.

“Iya kak, Gue sering kok kesini kalau hari minggu” jawabnya dengan senyum manis.

“Lu nggak pernah ketemu Haikal?” tanyanya yang kini tatapannya tertuju pada Haikal yang duduk dengan santai dan kepalanya tertutup hoody.

“Nggak, biasanya Gue Cuma lari-lari doang, tapi tadi singgah beli jajanan pengen aja terus ketemu kak Juan deh” jawabnya menjelaskan aktifitasnya yang biasa.

“Lu nggak ada pacar ya?”

1
ℨ𝔞𝔦𝔫𝔦 𝔞𝔫𝔴𝔞𝔯
orok gak tuh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!