"Maafkan aku karena aku sudah mengkhianatimu, sayang," batin Kaisar.
Kaisar sangat kaget saat mengetahui dirinya sudah merenggut kesucian seorang gadis cantik yang tidak lain adalah anak dari pembantunya.
Kaisar mabuk berat, sehingga menganggap Luna sebagai istrinya. Padahal istrinya saat ini sedang terbaring koma di rumah sakit.
Masalah semakin pelik, saat mengetahui Luna mengandung anaknya dan bersamaan dengan sang istri sadar dari komanya.
Apa yang akan dilakukan Kaisar? Apakah dia akan menikahi Luna?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Kepergian Kai
Luna dan Bi Surti saat ini sedang bersantai karena pekerjaan rumah sudah selesai dikerjakan. Bi Surti dan Luna menoleh saat mendengar langkah kaki yang menuruni anak tangga, ternyata itu Medina.
Medina berjalan sangat terburu-buru dan keluar masuk ke dalam taksi yang dari tadi sudah menunggu di depan rumah.
"Nyonya Medina mau ke mana?" tanya Luna.
"Entahlah, dari dulu Nyonya Medina memang sering pergi-pergian tapi tidak tahu pergi ke mana," sahut Bi Surti.
Sementara itu di perusahaan Kai...
"Mark, tidak bisakah kamu saja yang pergi? aku ingin menjaga Medina soalnya saat ini Medina sedang hamil muda," seru Kai.
"Tidak bisa Kai, proyek itu harus kamu sendiri yang tangani, kita tidak bisa mempercayakannya kepada orang lain soalnya kita kan tidak tahu, orang itu jujur atau tidak," sahut Mark.
"Kamu sudah bersamaku sejak SMP, aku bisa percayakan semuanya kepadamu saja."
"Kalau aku yang berangkat, memangnya kamu akan sanggup mengurus semuanya di sini sendirian? perusahaan ini sudah cukup aku kuasai jadi aku bisa mengurusnya bersama yang lainnya, sedangkan proyek itu harus kamu sendiri yang urus karena aku pun tidak tahu masalah proyek itu."
Kai terdiam sejenak, lalu menghembuskan napasnya secara kasar.
"Tapi bagaimana dengan Medina? menurut yang aku dengar, wanita yang sedang hamil muda itu selalu menginginkan sesuatu secara tiba-tiba, sementara itu aku tidak ada di sampingnya."
"Astaga Kai, seperti kamu tidak kenal aku saja. Masalah Medina biar aku saja yang urus jadi kamu tidak usah khawatir," sahut Mark.
"Tapi Mark, aku tidak enak kalau harus menyusahkan kamu terus."
"Yaelah, sejak kapan seorang Kai merasa tidak enak? sudahlah jangan khawatir, pokoknya besok pagi-pagi kamu harus segera pergi ke Surabaya, aku sudah belikan tiket pesawat untukmu."
"Baiklah."
Kai tampak lemas sekali, dia benar-benar tidak ingin pergi tapi mau bagaimana lagi proyek yang berada di luar kota itu sangat penting juga dan Kai tidak bisa mengabaikannya.
***
Pagi ini Kai sedang membujuk Medina yang sedang merajuk, Medina memang sengaja pura-pura marah supaya Kai semakin percaya dengan kehamilannya.
"Kamu itu tidak pernah memperdulikan ku Mas, kamu lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan denganku," kesal Medina.
"Sayang, tadinya aku juga mau menyuruh Mark yang berangkat tapi Mark tidak tahu apa-apa masalah proyek itu jadi mau tidak mau harus aku sendiri yang datang ke sana untuk mengurusnya," bujuk Kai.
"Tapi kan saat ini aku sedang hamil Mas, aku ingin kamu selalu berada di dekatku."
"Iya aku juga tahu, tapi mau bagaimana lagi. Cuma tiga hari sayang, dan aku janji setelah aku pulang dari luar kota, aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi."
Medina duduk di ujung ranjang dengan raut wajah yang kesal, bahkan saat ini Medina sudah meneteskan airmata buaya.
Kai panik, dia menghampiri Medina dan langsung memeluknya.
"Jangan nangis dong sayang, aku jadi tidak tega meninggalkanmu kalau kamu menangis seperti ini."
"Ya sudah, kamu boleh pergi Mas, tapi setelah itu kamu jangan pergi-pergi lagi."
"Iya sayang, aku janji."
Kai melepaskan pelukannya dan menghapus airmata istrinya itu.
"Jangan menangis lagi, aku janji kalau semuanya sudah selesai, aku akan segera pulang."
Medina menganggukkan kepalanya...
"Ya sudah, sekarang aku berangkat dulu jaga diri kamu baik-baik dan jangan lupa kamu minum susu hamilnya biar anak kita sehat di dalam sini," seru Kai dengan mengusap perut Medina.
"Oke, Mas."
Kai pun mencium seluruh wajah Medina, setelah itu Kai menuruni anak tangga dan segera berangkat menuju bandara. Sementara itu, Medina segera menghapus airmata buayanya itu dan bibirnya menyunggingkan senyuman.
"Ternyata menarik juga, kamu sungguh bodoh Mas karena terlalu mudah aku tipu," gumam Medina dengan senyumannya.
Medina segera memasukan baju ganti ke dalam tas, karena hari ini dia akan pergi ke pantai bersama Mark.
Setelah selesai, Medina pun turun ke bawah dan terlihat Luna sedang menyiapkan sarapan untuk Medina.
"Nyonya, sarapannya sudah siap," seru Luna.
"Tidak, aku mau sarapan di jalan saja," ketus Medina.
"Nyonya mau ke mana?"
Medina menatap tajam ke arah Luna. "Memangnya kamu siapa? lancang sekali kamu menanyakan aku mau ke mana?" bentak Medina.
"Ma-maaf Nyonya," sahut Luna dengan menundukkan kepalanya.
Luna mengambilkan susu hamil yang sudah dia buatkan untuk Medina.
"Nyonya, kalau begitu minum susu hamil ini dulu soalnya aku sudah diwanti-wanti oleh Tuan Kai supaya Nyonya tidak lupa meminum susu hamil ini," seru Luna dengan memberikan satu gelas susu kepada Medina.
Medina benar-benar merasa sangat kesal kepada Luna, dia menepis gelas yang dipegang oleh Luna sehingga gelas itu terjatuh ke lantai.
"Kamu benar-benar sudah berani mengatur hidupku, kamu itu hanya anak pembantu jadi kamu tidak berhak mengatur-ngatur aku!" bentak Medina.
Medina mendorong tubuh Luna, sehingga Luna tersungkur ke lantai dengan memegang perutnya.
"Astagfirullah, Luna."
Bi Surti segera membantu Luna untuk berdiri..
"Jangan pernah kamu mengatur lagi kehidupanku."
Medina dengan cepat pergi meninggalkan rumah, sedangkan Luna tampak meringis sembari memegang perutnya.
"Kamu tidak apa-apa kan, Luna? bagaimana perut kamu, sakit tidak?" tanya Bi Surti panik.
"Aku tidak apa-apa Bi," sahut Luna.
"Nyonya Medina benar-benar sangat keterlaluan," kesal Bi Surti.
Bi Surti memapah Luna untuk masuk ke dalam kamarnya.
"Kamu istirahat saja Luna, jangan dulu bekerja biar Bibi yang urus semuanya."
"Terima kasih, Bi."
Bi Surti pun keluar dari kamar Luna, sedangkan Luna memegang perutnya sendiri.
"Ya Allah, kamu yang kuat ya Nak," gumam Luna.