Devina Arsyla meninggal akibat kecelakaan mobil, saat dia hendak menjemput putrinya di sekolah. Mobil Devina menabrak pohon ketika menghindari para pengendara motor yang ugal-ugalan di jalan raya.
Sejak kejadian itu Mahen Yazid Arham, suami Devina sangat terpukul. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di kantor serta di club malam bersama teman-temannya daripada tinggal di rumah.
Hal ini membuat kedua keluarga sangat cemas dan prihatin, lalu mereka sepakat untuk meminta Mahen ganti tikar yaitu dengan menikahi Devani Arsya, adik kembar sang istri.
Namun, Mahen dan Devani sama-sama menolak. Keduanya beranggapan tidak akan pernah menemukan kecocokan, dengan sifat dan keinginan mereka yang selalu bertolak belakang.
Mahen sejak dulu selalu mengira Devani itu adalah gadis liar, urakan yang hanya bisa membuat malu keluarga, sedangkan Devani juga merasa kehadiran Mahen telah membuat dirinya jauh dari Devina.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Apakah akhirnya mereka akan menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia Fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16. MABUK
Hari demi hari berlalu, Annisa sudah kembali ceria seperti saat mamanya masih ada.
Annisa pergi ke sekolah diantar dan dijemput oleh Devani, terkadang sopir keluarga Andara lah yang menjemputnya jika Devani sedang ada kesibukan lain di kampus yang tidak bisa dia elakkan.
Beda halnya dengan Mahen, hidupnya semakin kacau, kepergian Devina sangat membuatnya terpukul dan stres.
Sepanjang malam, Mahen tidak bisa tidur karena dirumah itu terlalu banyak kenangan manis bersama Devina yang semakin menyiksa dan membuatnya terpuruk.
Mahen sebenarnya ingin pindah dari rumah keluarga Andara dan tinggal di rumahnya sendiri yang telah dia beli sebelum menikah dengan Devina.
Namun Papa Andara sangat memohon agar Mahen dan Annisa tetap tinggal di rumahnya sampai kesehatan mama Intan membaik.
Mama Intan jatuh sakit sejak kepergian Devina, tubuhnya kian hari kian melemah hingga harus duduk di atas kursi roda.
Hanya senyum dan canda tawa Annisa yang menjadi penghibur lara mama Intan, sebab dengan adanya Annisa, mama bisa merasakan kehadiran Devina di sisinya.
Annisa memang gadis kecil yang sangat cantik, imut dan tingkahnya begitu lucu serta menggemaskan hingga selalu berhasil merebut perhatian serta kasih sayang orang-orang yang berada di dekatnya.
Sementara Mahen di rumah itu ibarat makan buah simalakama, dia merasa serba salah.
Bertahan di sana, Mahen akan sulit untuk keluar dari keterpurukannya, sedangkan jika dia tinggal di luar, dirinya tidak mungkin membawa pergi Annisa dan mengabaikan mama mertuanya yang sedang sakit begitu saja.
Dan bila Mahen meninggalkan Annisa di sana juga tidak mungkin karena Annisa adalah putri satu-satunya, sekaligus kenangan paling berharga dari Devina.
Akhirnya rasa stres yang mendera membuat Mahen memilih untuk lembur menghabiskan waktu dengan berlama-lama di kantor.
Begitu tubuhnya merasa lelah dan letih barulah, Mahen putuskan untuk pulang hingga dia bisa tidur dengan nyenyak.
Terkadang Mahen menghibur dirinya dengan pergi ke club malam bersama teman-teman dan para koleganya, hanya sekedar untuk minum-minum, menghilangkan rasa stres dan penatnya.
Namun, namanya juga club malam, tentu saja tidak lepas dari godaan para wanita penjaja **** komersial.
Tidak sedikit dari mereka yang ingin naik ke ranjang Mahen tapi dengan keras Mahen menolak, bahkan mengusir wanita-wanita tersebut dengan sangat kasar. Baginya tidak ada yang bisa menggantikan posisi sang istri di dalam kehidupannya.
Bastian yang sering melihat Mahen, keluar masuk club malam segera memberitahu Devani, dia tidak ingin melihat Mahen semakin hancur dan terjerumus dalam perbuatan yang tidak baik seperti mabuk dan juga bermain wanita.
Bagi Bastian melupakan masalah jangan dengan jalan yang salah, karena hanya akan bertambah banyak masalah.
Gaya hidup Bastian memang seperti berandalan, sering keluar masuk club malam tapi itu dia lakukan hanya untuk menolong mamanya, memata-matai sang Papa. Bastian sama sekali tidak pernah sedikitpun meminum minuman keras maupun bermain wanita.
Devani yang mendapat informasi tentang Mahen dari Bastian sebenarnya merasa iba dan cemas, tapi dia tidak bisa berbuat apapun. Devani tidak mau, jika Mahen nanti mengatakan dirinya sebagai wanita yang terlalu suka ikut campur dalam urusan pribadi orang lain.
Apalagi sampai sekarang, Mahen masih saja beranggapan bahwa kematian Devina secara tidak langsung karena pengaruh buruk Devani yang bergaul dengan Bastian dan juga dengan anak-anak jalanan lainnya.
Malam ini suasana rumah sangat sepi, Papa Andara sedang keluar kota, mamang pengurus taman pulang kampung dan pelayan wanita sudah pada masuk ke kamarnya masing-masing, begitu juga dengan mama dan Annisa.
Devani masih duduk sambil memainkan ponselnya di ruang tamu, dia sengaja menunggu Mahen pulang karena ada yang ingin dia katakan tentang sekolah Annisa.
Saat mendengar suara deru mobil memasuki halaman rumah, Devani bangkit dan mengintip dari balik kain jendela, ternyata benar Mahen yang pulang.
Namun Devani sangat terkejut saat melihat Mahen dipapah turun dari mobil oleh Herman, sopirnya karena dia sedang mabuk berat.
Devani pun membuka pintu dan bertanya kepada Herman, "Kenapa Bapak, kamu biarkan minum sampai begitu mabuk Man?"
"Maaf Non, sepertinya ada seseorang yang sengaja ingin membuat Bapak mabuk dengan mengganti minuman yang biasa beliau minum dengan minuman yang berkadar alkohol sangat tinggi," ucap Herman.
Sejenak Herman terdiam lalu dia melanjutkan ceritanya, "Menurut sepengatahuan saya, selama ini, Bapak tidak pernah mau minum sampai mabuk Non, hingga beliau masih bisa pulang dengan menyetir mobilnya sendiri."
Memang benar yang dikatakan oleh Herman, baru kali ini Devani melihat Mahen begitu parah mabuknya sampai untuk berjalan saja dia tidak sanggup.
"Man, tolong bantu saya ya, bawa Bapak ke kamarnya yang ada di lantai atas," pinta Devani.
"Baik Non," ucap Herman.
Saat naik ke tangga, Herman terpeleset dan tubuh Mahen hampir saja terguling. Syukurnya saat itu Devani cepat menahannya, hingga tidak sampai terjatuh.
"Hati-hati Man!"
"Iya Non, maaf... tadi kakiku terpeleset."
"Ya sudah, ayo...aku bantu!" ucap Devani.
Kemudian secara perlahan, tangga demi tangga berhasil mereka lewati hingga sampai di depan kamar Mahen.
Devani pun membuka kamar tersebut yang kebetulan tidak terkunci, lalu dia meminta Herman untuk menaikkan mahen ke atas tempat tidurnya.
Setelah itu Herman pun pamit, karena dia harus balik ke kantor untuk mengambil berkas yang di minta Mahen sebelum dia mabuk.
Berkas itu besok pagi akan Mahen bawa saat menemui klien, jadi Mahen akan berangkat dari rumah tanpa singgah dulu ke kantor.
Devani bingung harus bagaimana, dia takut Mahen akan marah jika melihat dirinya ada di dalam kamar itu.
Namun Devani tidak mungkin membiarkan Mahen tidur dengan masih memakai sepatu dan juga jas kantor.
Akhirnya Devani memberanikan diri, dia membuka sepatu dan juga kaos kaki Mahen, lalu Devani berusaha lagi untuk membuka jas kerjanya.
Dengan susah payah, Devani berusaha membukanya, saat dia hampir berhasil, tiba-tiba Mahen menggeliat dan tubuh Devani jatuh tepat diatas dada Mahen. Kini wajah keduanya hanya berjarak beberapa senti saja.
Mahen yang dalam kondisi mabuk memeluk erat Devani hingga gadis itu kuwalahan bernapas.
Sambil terus memeluk, Mahen pun bergumam, "Sayang...kamu pulang! Tolong... jangan pergi lagi, jangan tinggalkan aku Yang. Aku nggak sanggup hidup tanpa kamu atau bawa saja kami bersamamu," ucap Mahen sambil menangis.
"Hiks...hiks...hiks..."
Terdengar begitu pilu suaranya dan air mata menetes dari kedua sudut matanya.
Devani berusaha melepaskan diri dari dekapan Mahen, tapi Mahen malah semakin mempererat pelukannya.
Jantung Devani berdetak sangat cepat dan tidak beraturan apalagi saat Mahen hendak menciumnya.
Bibir keduanya hampir saja bersentuhan tapi Devani repleks tersadar, dia meronta, memukul dada Mahen dan menarik kuat tangan Mahen agar mau melepaskan pelukannya.
Devani pun berteriak dengan lantang, "Mahen! lepaskan aku! Lepaskan! Sadarlah Mahen, Aku bukan Devina! Aku Devani," ucap Devani sambil menangis.
Antara sadar dan tidak, begitu mendengar teriakan Devani, Mahen pun melepaskan pelukannya.
Saat melihat ada kesempatan untuk kabur, Devani langsung berlari keluar kamar dengan membanting pintu sekuatnya, hingga membuat Mahen kesadarannya semakin meningkat.
Samar-samar, Mahen tadi melihat Devani pergi dari kamarnya sambil menangis. Dia memijat kepalanya yang pusing dan berusaha untuk mengingat apa sebenarnya yang telah terjadi.