Kiran adalah seorang gadis berusia 34 tahun yang sudah menyandang gelar perawan tua dihadapkan pada 2 pilihan, menikah dengan Aslan yang sudah memiliki istri atau tetap menjadi simpanan mantan kekasihnya yang sudah lebih dulu menikah.
Antara cinta dan hidupnya sendiri, mana yang akan Kiran perjuangkan?
✍🏻 revisi typo dan pemberian judul bab 💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
Ucapan Tika tadi terus saja terngiang dikepala Kiran, hingga kini ia dan Aslan sudah kembali ke dalam kamar pun kata-kata itu masih terekam dengan jelas.
'Kalian sesama perempuan. Apa yang kamu rasakan, Maya juga rasakan. Jadi jangan hanya Aslan yang berusaha adil, tapi kalian juga harus adil.'
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Aslan, ia ikut duduk disisi ranjang dan memperhatikan sang istri.
"Bagaimana caranya ihklas?" tanya Kiran, ia menoleh dan menatap serius.
Tatapan itu dibalas, hingga saling mengunci.
"Semuanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Jadi apa yang memberatkanmu? saat semua itu hanyalah titipan." jelas Aslan.
Mendengar itu, Kiran tersenyum. Senyum yang sangat manis dimata Aslan.
Benar, selama ini Kiran memang hanya memberatkan dunia. Semua rasa yang ia rasakan terlalu berlebihan, seolah ia akan mati jika yang terjadi tak sesuai dengan rencana.
Mendengar jawaban Aslan itu pun kini ia jadi yakin, bisa mejalani biduk rumah tangganya dengan baik. Bersama Aslan sekaligus Maya.
Apa tujuannya? bukan hanya tentang anak atau pun cinta, melainkan Jannah.
"Baiklah pak ustad, mulai sekarang saya akan menjadi istri anda. Kenalkan, nama saya Kiran." ucap Kiran dengan terkekeh, ia mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan.
Melihat tawa Kiran itu membuat Aslan pun ikut tersenyum lebar pula.
"Aslan." jawabnya sambil menyambut tangan sang istri, keduanya saling berjabat persis saat pertama kali berkenalan.
"Mas tidak ingin menemui Maya?" tanya Kiran gampang, seolah itu adalah hal yang wajar, tapi memang hatinya sudah lega, tak merasakan apa-apa.
"Rasanya aneh, kita kan cuma tinggal bertetangga, sini situ, masa tidak bertemu sampai seminggu." jelas Kiran lagi.
Sementara Aslan bingung harus bagaimana, jika boleh jujur, ia sebenarnya sangat ingin menemui Maya. Tapi ia merasa tak enak hati. Lagipula kemarin ia sudah bersepakat dengan istri pertamanya itu jika seminggu kedepan ia hanya akan dirumah Kiran.
"Tidak usah, seminggu kedepan itu waktunya aku bersama kamu. Nanti setelahnya kita pulang dan akan bertemu dengan Maya." jelas Aslan mencoba yakin.
Mata Kiran menyipit, memandang curiga pada suaminya ini.
"Mas, diantara aku dan kamu belum ada cinta. Lain halnya dengan kamu dan Maya. Aku memahami itu." jelas Kiran.
"Aku sudah menerima mu dan Maya, jadi jangan merasa tidak enak hati." Timpalnya lagi dengan tersenyum.
Dilihatnya sang suami yang tak bergeming, namun dapat dilihat dengan jelas olehnya jika sebenarnya Aslan ingin pulang.
"Kalau begitu kirim pesan saja, katakan apapun yang membuat Maya bisa tenang disana." jelas Kiran lagi.
Tapi Aslan tetap tak bergerak, masih menatap Kiran dan tetap duduk disisi ranjang.
Kiran masih menjadi misteri baginya, kadang pemarah, kadang begitu tenang dan kadang begitu manis.
Tangan Kiran terulur ke atas nakas mengambil ponsel Aslan.
"Ini ponselnya, aku memaksa." Ancam Kiran, tapi anehnya wajah itu masih tetap terlihat teduh.
"Kamu suka memaksa ya?" tanya Aslan dan Kiran mengangguk cepat.
Diterimalah ponsel itu, lalu Aslan menggeser tubuhnya lebih dekat hingga menempel pada sang istri.
"Begini polanya." jelas Aslan, memperlihatkan pola kunci ponselnya.
Kiran tertegun, padahal ia tidak bertanya, tapi Aslan begitu mempercayainya. Sebuah pola berbentuk segitiga. Dengan pola itu ponsel Aslan akan terbuka dan bisa melihat semua isinya.
Sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Alfath. Kata Alfath, tiap orang butuh privasi meski dengan pasangannya sendiri.
"Aku telepon saja ya, kamu tetap disini."
Lagi-lagi Kiran tertegun, entah kenapa, semua perlakuan Aslan membuat jantungnya berdetak tak beraturan.
Meski sederhana, namun begitu mengena dihati.
"Walaikumsalam, sayang." jawab Aslan.
Kiran tersenyum kala mendengar kata Sayang itu, merasa lucu.
"Iya, aku tadi sudah sarapan dengan Kiran."
Tangan Aslan bergerak menggenggam salah satu tangan Kiran dan menautkan jemari keduanya.
"Tidak, lagipula cuti menikah memang 1 minggu, selesainya hari sabtu tapi kan besoknya minggu, jadi masih libur." jelas Aslan lagi.
Kiran yang mematung karena tangannya digenggam pun tak begitu peduli dengan panggilan telepon itu. Ia sendiri sedang sibuk menormalkan detak jantungnya.
"Baiklah, walaikumaalam."
Panggilan itu terputus, Aslan begitu lega mengetahui sang istri yang begitu ia cinta baik-baik saja.
"Kenapa tanganmu begitu dingin?" tanya Aslan heran, dirasakannya tangan Kiran yang dingin dan lembab.
Buru-buru Kiran menarik tangannya, malu.
"Ti-tidak apa-apa kok." jawab Kiran gugup. Ia meremat kedua tangannya di pangkuan.
Aslan terkekeh, mengetahui Kiran yang sedang gugup entah kenapa ia jadi ingin menggoda sang istri.
"Ran," panggilnya pelan, ia mengangkat dagu Kiran agar kembali menatap kearahnya.
Dilihatnya kedua pipi sang istri sudah merona, cantik sekali.
Belum lagi saat ia menatap mata Kiran.
Sungguh menyenangkan melihat kedua bola matanya, begitu menawan dan membawa kedamaian.
Perlahan, Aslan mengikis jarak dan menjangkau bibir ranum itu. Awalnya ia hanya ingin menggoda, namun hatinya berbisik lain.
Berbisik ingin lebih.
Kiran mematung dengan kedua mata yang membola.
Namun saat menyadari jika yang menyentuhnya adalah sang suami, akhirnya ia menutup mata. Sedikit membuka mulut dan membiarkan Aslan masuk lebih dalam.
Cukup lama keduanya saling bertaut. Hingga tubuh mereka terasa panas.
Namun saat Kiran menyentuh dada sang suami, tiba-tiba Aslan melepaskan ciuman itu.
Ia belum siap, dihatinya masih bersarang rasa bersalah pada Maya. Apalagi jika ia harus menyentuh wanita lain. Meskipun kini sudah hak dan kewajibannya untuk menyentuh Kiran.
Diam-diam, Aslan beristigfar didalam hati.
Ditatapnya lagi mata Kiran yang sudah sayu, ia ciumi kedua mata itu bergantian.
Jika Kiran sudah siap, akupun harusnya begitu.
Perlahan, Aslan merebahkan tubuh sang istri diatas ranjang, ditindihnya dengan pelan.
Didalam hatinya ia melafalkan doa untuk menyetubuhi sang istri.
"Ran, siapa aku bagimu?" tanya Aslan, napas hangatnya menyapu wajah Kiran dengan lembut.
"Suamiku," jawab Kiran pelan.
Aslan tersenyum, lalu bergerak maju dan menjangkau bibir sang istri. Disesapnya bibir itu dengan penuh perasaan.
Kiran menutup matanya, pasrah saat ia dikuasi oleh Aslan.
Tok tok tok
Aslan dan Kiran tersentak, mendadak membuka mata saat mendengar pintu kamar mereka diketuk.
"Yah gagal." ucap Aslan menggoda dan Kiran malu bukan main, ia menyilangkan kedua tangannya didepan dada. Menutupi sesuatu yang sudah terbuka dengan sempurna.
Tak ingin membuat sang istri semakin malu, Aslan lalu kembali mengecup bibir sang istri, menggigitnya pelan dan menyesapnya dalam.
Tok tok tok
Aslan kembali menarik diri, dan akhirnya kedua insan ini sama-sama terkekeh.
"Aku buka pintu dulu ya," pamit Aslan dan Kiran mengangguk. Setelah suaminya itu turun dari atas tubuhnya, Kiran buru-buru memakai bajunya kembali.
adanya iya meranaaa