Kata orang, roda itu pasti berputar. Mereka yang dulunya di atas, bisa saja jatuh kebawah. Ataupun sebaliknya.
Akan tetapi, tidak dengan hidupku. Aku merasa kehilangan saat orang-orang disekitar ku memilih berpisah.
Mereka bercerai, dengan alasan aku sendiri tidak pernah tahu.
Dan sejak perceraian itu, aku kesepian. Bukan hanya kasih-sayang, aku juga kehilangan segala-galanya.
Yuk, ikuti dan dukung kisah Alif 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengagumi Dalam Diam
Malam ini, Faisal memilih menginap bersama Misna. Namun, dia berbohong tentang kembali sama Nadia, karena dia semakin ingin membuat Misna sadar, betapa pentingnya sang anak jika keadaan tak lagi memihak padanya.
Faisal ingin Misna mengerti, kalau kehadiran Alif bisa jadi penguat untuknya. Alif sangat berarti, sama seperti anak-anaknya yang lain.
"Bisa beri aku satu alasan, kenapa kamu membenci Alif?" tanya Faisal, kala Misna meletakkan segelas kopi di depannya.
Misna mematung, dia memikirkan jawaban, yang bahkan dia sendiri tak tahu jawabannya.
"Kamu bisa menyayangi Raffa bak anak kandungmu sendiri, tapi Alif?" sambung Faisal.
"Ka-karena," Misna mengantungkan ucapannya, dadanya sesak, kala mengingat betapa dulu, dia sangat menyayangi Alif.
Dulu, saat keluarganya membenci bahkan mencela Haris, dia tetap menjadi garda terdepan, menjaga dan melindungi Alif. Dia gak rela, kala orang-orang menyebutnya dengan keturunan pencuri.
Tapi, rasa itu perlahan menghilang, kala tekanan yang terus-terus saja menimpannya, dia mulai menganggap, jika suatu saat Alif pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang Haris lakukan.
Dari pada malu di kemudian hari, Misna memilih mundur, dalam merawat Alif. Apalagi, sang ibu yang terus-menerus meminta bayaran emas, yang tak pernah dipakainya.
Semakin hari, Misna semakin membenci Haris, dia terus bekerja siang dan malam, berharap hutang ibunya segera terbayar. Dengan membenci Haris, perlahan, rasa sayangnya terhadap Alif pun, mulai terkikis.
"Sayangi anakmu Misna, siapa lagi yang mendoakanmu nantinya?" peringat Faisal, kala melihat Misna yang termangu.
"Alif ..." lirihnya, penuh sesak.
Semakin dia mengingat, semakin hatinya dibuat luka. Alif, anak yang dulunya di tinggal, sekarang sudah tumbuh dewasa. Dan dia telah banyak melewati kejamnya dunia.
Beberapa bulan telah berlalu, semakin hari Haris semakin muak dengan perilaku dan sikap Nanda. Dia semena-mena dalam mengatur uang. Bahkan, Haris hanya dibekali air putih saja, karena Nanda berdalih, jika uang yang dihasilkan tak cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Suatu hari, saat Haris mengakut semen, perutnya terasa dililit, napasnya terasa berat, dan pandangannya pun semakin kabur. Sampai akhirnya dia terjatuh, pingsan, di tempat kerja.
Dan saat sadar, sekarang dia sudah berada di klinik. Dan terlihat Nanda yang berada di sana sedang melamun, di kursi samping brangkas tempatnya berbaring.
Begitu menyadari pergerakan dari Haris, Nanda menghela napas berat. "Dokter mengatakan jika kamu kena lambung." lirih Nanda, tanpa menatap wajah suaminya.
"Ja-jadi?"
"Jadi apa? Jadi kamu harus istirahat, di larang bekerja untuk beberapa hari kedepan." ujar Nanda dengan suara yang tinggi. "Lalu bagaimana denganku dan anakmu? Kami makan apa? Apa yang harus kami lakukan?" lanjutnya terisak.
"Aku lelah, lebih baik kita akhiri saja pernikahan ini." sambung Nanda, setelah beberapa saat terdiam.
Haris terkejut, dia membelalakkan matanya, terkejut. Terkejut dengan permintaan Nanda yang sungguh diluar dugaannya.
"Kenapa?" lirih Haris, hendak bangun.
Akan tetapi gagal, karena tubuhnya masih lemah.
"Karena aku gak mau kesialan terus menimpa hidupku. Aku sial, semenjak sama kamu. Aku pergi, anak kita, biar aku yang urus." lirih Nanda meninggalkan Haris dengan air mata.
Haris terus memanggilnya, berharap jika Nanda mengubah rencananya. Karena jika nanti dia dan Nanda bercerai, otomatis, dia gak ada tempat tinggal. Karena rumah ibunya pun, telah terjual.
...🍁🍁🍁...
Hari-hari Alif menghabis waktunya untuk belajar dan mengajar. Sedangkan Aziz, dia menikmati waktu kuliahnya dengan baik.
Baik disini, ialah mulai melirik dan merayu gadis-gadis yang menurutnya cantik serta manis.
Kebetulan, Eliza juga kuliah di tempat yang sama dengan Alif dan Aziz.
Bukan, bukan sebuah kebetulan. Sebenarnya, Eliza melamar di beberapa universitas. Dan kebetulan dia juga melamar di universitas yang sama dengan Alif. Dan dia juga lolos di semua universitas yang lainnya. Akan tetapi, saat mengetahui jika Alif kuliah di bina cita, akhirnya Eliza pun, memilih tempat yang sama.
Namun sayangnya, mereka berbeda jurusan jika Alif memilih jurusan psikologi, Aziz memilih manajemen, dan Eliza sendiri, dia memilih kedokteran. Karena dia mengikuti jejak kedua orang tuanya.
Alif memang sengaja memilih psikologi, selain untuk mengatasi masalah dia sendiri, dia juga ingin menyelesaikan masalah anak-anak lain yang mungkin sama dengannya. Dan Alif berencana, akan membuka jasa psikologi secara gratis, untuk orang-orang yang kurang mampu.
Alif belajar dengan sungguh-sungguh, pulang kuliah, dia mulai mengajari keponakan Eliza. Dan tak hanya keponakan Eliza, sekarang Alif sudah mempunyai lima orang murid. Dan mereka semua belajar di rumah abang Eliza, karena rumah mereka yang berdekatan.
Dalam satu minggu, Alif hanya mengajari mereka empat hari, karena lainnya dia sibuk kuliah, dan juga belajar untuk mendukung karirnya.
"Kata orang tua kalian, sekarang nilai kalian udah lebih baik saat ulangan ya?" tanya Alif merapikan buku-buku.
"Iya ,,, jawab mereka serempak."
"Makasih bang Alif, dan kata bunda mereka akan memberikan hadiah untuk bang Alif." kata salah satu murid Alif.
"Wah, benarkah? Apa itu?" Alif bertanya antusias.
"Eh ... Kata bunda rahasia." ujar gadis itu lagi, menutupi mulutnya. "Tapi, bang Alif pura-pura gak tahu aja ya." sambungnya.
Alif tertawa renyah, mendengar penuturan gadis itu.
Dan Eliza yang mendengar obrolan Alif dan anak-anak malah meleleh sendiri. Ya, sudah beberapa saat, Eliza berada di balik tembok, hanya untuk mendengar suara Alif.
"Apa dia gak suka perempuan ya? Kenapa dia gak peka?" monolog Eliza.
Pasalnya, dia udah beberapa kali memberikan kode pada Alif. Seperti kemarin, dia sengaja memasak untuk Alif, dan menyuruh Alif untuk membawa pulang.
Dan hari ini, kembali dia melakukan hal yang sama.
"Lif ..." sapa Eliza seraya membetulkan rambutnya.
"Liza, kenapa?" tanya Alif memasukan buku-buku yang sudah di rapikan, ke dalam box khusus.
"Nongkrong yok?" ajaknya.
"Lain kali aja ya? Karena nanti malam, aku dan Aziz ada rencana main futsal, jadi sekarang aku pulang, untuk istirahat dulu." tolak Alif secara halus.
"Ya udah, bagaimana kalo lusa aja? Aku yang traktir, karena lusa aku gajian." lanjut Alif, kala melihat perubahan raut wajah pada Eliza.
"Baiklah, nanti tolong kabari balik ya. Atau, aku aja yang ingatkan." Eliza berseru antusias.
Alif menggaruk tekuknya, karena itu hanya sebagai rasa terima kasih darinya, karena Eliza dia dapat pekerjaan itu.
Namun, karena dulu dia hanya mengajari keponakan Eliza saja, Alif memilih menyimpan uangnya untuk kebutuhannya terlebih dulu. Dan sekarang, karena gajinya semakin banyak, maka dari itu dia mentraktir Eliza.
Kasian neli pny ank modelan haris