jhos pria sukses yang di kenal sebagai seorang mafia, mempunya kebiasaan buruk setelah di selingkuhi kekasih hatinya, perubahan demi perubahan terjadi dia berubah menjadi lebih kejam dan dingin, sampai akhirnya dia tanpa sengaja membantu seorang gadis mungil yang akan menjadi penerang hidupnya. seperti apakah kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aak ganz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Usai makan di restoran, Nisa dan Sisi langsung kembali ke kediaman Jhos. Setibanya di sana, mereka mendapati Jhos tengah duduk berdampingan dengan Anita di ruang tamu.
“Kukira Kakak benar-benar sibuk, sampai-sampai tidak sempat menjemputku,” tegur Sisi kesal, menghampiri Jhos.
“Ternyata Kakak malah asyik berduaan dengan wanita tak tahu malu ini,” lanjutnya dengan nada sinis, jelas menunjukkan ketidaksukaannya pada Anita.
Jhos buru-buru menoleh ke arah adik perempuannya yang manis itu. “Tidak, Sayang. Kakak memang benar-benar sibuk. Ada banyak dokumen yang harus Kakak selesaikan. Tapi karena tahu kamu akan pulang, Kakak memutuskan mengerjakannya dari rumah. Kalau kamu tak percaya, tanya saja pada Kak Anita. Dia melihat Kakak bekerja dari laptop sejak tadi.”
Memang benar, sejak tadi Jhos sibuk dengan laptopnya, memeriksa dokumen pekerjaan. Namun, kehadiran Anita di sampingnya menciptakan kesan intim yang membuat Sisi merasa cemburu. Wajahnya mulai masam, lalu tanpa sepatah kata pun, ia meninggalkan mereka dan masuk ke kamarnya.
Tak ingin adik kesayangannya terus salah paham, Jhos segera mengejarnya.
“Sisi, sungguh... Kakak tidak berbohong. Kakak memang sibuk,” ucapnya pelan begitu berada di dalam kamar adiknya.
Namun, Sisi tidak menjawab. Ia hanya membenamkan wajah di balik bantal sambil terisak.
“Sisi… Maaf, ya. Kalau kamu marah, hukum saja Kakak. Tapi jangan diam begini. Kakak nggak suka lihat kamu sedih,” bujuk Jhos, lalu mendekat dan memeluk tubuh adiknya dengan lembut.
“Kakak bohong! Aku lihat sendiri kalian berduaan. Kakak tahu aku nggak suka wanita itu. Dia selalu mencoba merebut Kakak dariku. Kakak nggak pernah punya waktu untukku lagi! Kalau tahu begini, aku lebih baik tetap tinggal bersama Ayah dan Ibu. Buat apa aku kembali ke sini?” Sisi meluapkan segala kekesalannya, tak kuasa menahan tangis.
Sisi memang gadis yang manja dan terbuka. Ia tak pernah menyembunyikan emosi. Mudah menangis dan selalu mengungkapkan apa yang ia rasakan, sehingga tak heran bila kedua orang tua serta Jhos sangat menyayanginya. Meski sudah beranjak dewasa, sifat kekanakannya tetap melekat.
“Sayang... Jangan nangis lagi, ya? Kakak udah jelasin dan minta maaf, kan? Kakak janji, mulai sekarang waktu Kakak buat kamu semua, oke?” ucap Jhos sambil menghapus air mata di pipi adiknya.
Perlahan, tangis Sisi mereda. Ia menatap Jhos, lalu mengangguk kecil.
“Kakak janji, ya? Oh iya, Kak… Tadi yang jemput aku di bandara itu siapa, ya? Aku lupa tanya namanya. Dia cantik. Aku suka dia. Boleh nggak aku sering main sama dia?” ucap Sisi tiba-tiba, senyumnya mulai mengembang. Seolah lupa pada kekesalan sebelumnya, ia kini membahas Nisa dengan penuh antusias.
Jhos tertawa kecil. Ia lega adiknya mulai ceria kembali. Dielusnya kepala Sisi dengan penuh kasih.
“Namanya Nisa. Kamu suka dia, ya? Kalau kamu senang, Kakak juga senang. Kamu boleh minta dia temani kamu kapan saja.”
Jhos heran. Bagaimana bisa Sisi langsung menyukai Nisa, padahal mereka baru bertemu beberapa jam lalu? Sementara Anita yang sudah dikenal sejak Sisi masih sekolah dasar, tak pernah mendapat tempat di hati gadis itu.
“Terima kasih, Kak! Aku senang sekali! Nggak sia-sia aku ke sini. Aku dapat teman baru yang cantik dan menyenangkan! Eh, aku mau cari dia dulu, ya. Tadi aku lupa minta dia temani aku gara-gara terlalu kesal sama Kakak,” ucap Sisi penuh semangat. Ia mengecup pipi Jhos lalu berlari keluar kamar.
Jhos hanya tersenyum melihat tingkah adik kecilnya yang belum juga berubah sejak dulu.
Setelah Sisi pergi, Jhos mulai merapikan koper milik adiknya. Saat sedang melipat beberapa pakaian, ponselnya berdering. Nama "Ayah" muncul di layar. Segera ia angkat panggilan itu.
“Halo, Yah?”
“Sisi sudah sampai?” suara tegas Febrian terdengar dari seberang.
“Sudah, Yah. Jangan khawatir. Aku akan jaga dia baik-baik.”
“Kamu tahu adikmu itu manja dan gampang sedih soal hal sepele. Jangan sampai dia menangis karena kamu. Awas saja kalau Ayah tahu,” ujar Febrian tegas namun penuh perhatian.
“Iya, Yah. Ayah tenang saja. Aku akan jaga dia. Ayah dan Ibu fokus urus urusan di sana, nanti kalau sudah selesai, baru pulang. Aku tinggal di apartemen sekarang, tapi nanti kalau Ayah dan Ibu pulang, aku ikut tinggal di rumah lagi,” jawab Jhos.
“Baiklah. Temani adikmu jalan-jalan kalau sempat. Dia suka taman. Bulan depan mungkin Ayah dan Ibu sudah kembali.”
“Baik, Ayah.”
Usai panggilan berakhir, Jhos kembali memeriksa isi koper Sisi. Ia menemukan banyak boneka lucu dan perlengkapan kecantikan. Ia tersenyum sambil menggelengkan kepala.
“Adikku ini memang nggak pernah berubah,” gumamnya lembut.
Setelah semuanya beres, Jhos turun ke lantai bawah. Tapi ia tak menemukan siapa pun di ruang tamu.
“Kemana mereka?” gumamnya.
Ia teringat Sisi sempat berkata ingin menemui Nisa. Tanpa pikir panjang, ia menuju kamar Nisa. Tapi kamar itu kosong. Saat melintas di ruang tengah, ia berpapasan dengan Anita.
“Kamu lihat Sisi?” tanya Jhos cepat. “Dia ke mana?”
“Dia bersama pelayanmu di taman,” jawab Anita datar, lalu pergi ke kamarnya tanpa menoleh lagi.
Jhos menyipitkan mata, heran dengan sikap Anita.
“Aneh… Ada apa dengannya?” gumamnya, lalu tanpa memikirkan lebih jauh, ia berjalan menuju taman belakang untuk mencari Sisi.
Sampai di pintu belakang, Jhos mendengar suara tawa riang adiknya yang begitu ceria. Suara itu membuatnya menoleh ke arah taman, dan ia mendapati Sisi sedang bermain dengan penuh semangat. Jhos tersenyum melihat tingkah adiknya yang kekanak-kanakan, meskipun usianya sudah 16 tahun.
Di sisi lain, Nisa merasa senang menemani Sisi bermain. Menurutnya, Sisi seperti anak kecil berumur 10 tahun karena cara bermain dan tawanya sangat mirip anak-anak, meskipun mereka hanya terpaut dua tahun. Nisa sendiri berumur 18 tahun.
"Kakak cantik, lihat bunga itu! Indah sekali, sangat cantik seperti kakak," ucap Sisi sambil menunjuk bunga mawar yang sedang mekar.
"Kakak lihat ini, ada kupu-kupu di atasnya. Ayo, Kakak Cantik, ambilkan aku kupu-kupu itu," tambahnya lagi, berdiri tepat di depan bunga mawar tersebut.
Nisa mengangguk dan mencoba menangkap kupu-kupu yang hinggap di bunga mawar itu. Ia menjulurkan tangannya perlahan hingga mendekati kupu-kupu. "Hap!" Nisa mencoba menangkapnya, tetapi kupu-kupu itu berhasil lolos.
Melihat kegagalan Nisa, Sisi tertawa terbahak-bahak. "Haha, Kakak Cantik gagal! Ayo, itu dia terbang! Tangkap lagi, Kak!" serunya sambil loncat-loncat kegirangan.
Nisa tak menyerah. Ia mengejar kupu-kupu itu pelan-pelan, tetapi berkali-kali usahanya gagal. Sisi terus menyemangati Nisa. "Ayo, Kakak! Kakak pasti bisa!"
Hingga akhirnya, Nisa merasa putus asa. Ia mengejar kupu-kupu itu lebih cepat untuk terakhir kalinya. Namun, saat berlari, ia tanpa sengaja menabrak seseorang. "Buk!" Tubuhnya membentur dada seseorang. Ketika ia mendongak, ternyata yang ditabraknya adalah Jhos.
Jhos tersenyum sambil mengangkat tangan kanannya yang sudah menggenggam kupu-kupu tersebut. Nisa terpaku, wajahnya memerah karena jarak mereka yang begitu dekat. Napasnya tersengal akibat kelelahan, dan ia merasakan tubuhnya berada dalam dekapan tangan kiri Jhos.
Nisa mendongak lagi, kali ini wajah mereka semakin dekat. Jhos juga menatapnya dengan lembut, hingga perlahan wajahnya mendekat. Namun, momen itu terhenti ketika suara riang Sisi terdengar dari belakang mereka.
"Kakak Cantik, mana kupu-kupunya?" seru Sisi, membuat Nisa langsung melepaskan diri dari dekapan Jhos. Wajahnya memerah malu. Ia buru-buru merapikan bajunya, sementara Jhos hanya tersenyum kecil, merapikan rambut Nisa yang sedikit berantakan.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Jhos lembut. "Ini, kupu-kupunya sudah aku tangkap," lanjutnya sambil menunjukkan kupu-kupu itu.
Nisa menunduk, merasa gugup. "Tidak, aku tidak apa-apa," jawabnya pelan. Ia mengambil kupu-kupu dari tangan Jhos dan berjalan ke arah Sisi.
"Ini, kupu-kupunya sudah ditangkap," ucap Nisa sambil tersenyum ke arah Sisi.
Sisi melonjak kegirangan. "Yay! Kakak Cantik berhasil! Sini aku pegang!" katanya sambil mendekati Nisa. Setelah itu, ia menoleh ke Jhos yang masih berdiri mematung.
"Kak, kenapa Kakak ada di sini? Apa Kakak membantu Kakak Cantik menangkap kupu-kupu ini?" tanya Sisi polos.
Jhos tersenyum sambil menjelaskan, "Tadi Kakak tidak sengaja lewat dan melihat Kakak Cantik mengejar kupu-kupu. Kebetulan kupu-kupunya terbang ke arah Kakak, jadi Kakak menangkapnya. Tapi... Kakak juga merasa tadi ada sesuatu yang seperti... tubuh merayap di pelukan Kakak."
Jhos melirik ke arah Nisa, yang langsung menundukkan kepala karena malu. Ia tahu yang dimaksud oleh Jhos adalah dirinya.
Sisi, yang tidak paham maksud Jhos, hanya mengangguk lalu mendekati kakaknya. Ia berbisik, "Kakak Cantik menyenangkan, Kak. Aku suka sekali bermain dengannya. Dia selalu menuruti kemauanku, bahkan membantuku mengambil bunga. Pokoknya Kakak Cantik itu baik sekali. Aku lebih senang kalau Kakak Cantik jadi pasangan Kakak daripada wanita jelek itu."
Jhos tersenyum mendengar celoteh adiknya yang selalu jujur. Setelah itu, ia berkata, "Baiklah, cukup bermainnya untuk hari ini. Kita makan siang, ya. Nisa, terima kasih sudah menemani Sisi bermain. Dia sangat menyukaimu. Mulai sekarang, pekerjaanmu bukan lagi memasak. Aku akan mencari orang lain untuk itu. Tugasmu hanya menemani Sisi, oke?"
Nisa mengangguk pelan. "Baik, Tuan."
Namun, Jhos langsung menatapnya tajam. "Jangan panggil aku Tuan. Panggil aku Jhos," katanya dengan nada tegas namun lembut.
Nisa hanya bisa mengangguk sambil menunduk. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya mengapa Jhos memperlakukannya seperti itu. Meskipun ia menyukai Jhos, ia tidak pernah berani mengungkapkannya. Ia merasa hubungan mereka hanya sebatas formalitas. Kadang, perlakuan dingin Jhos di depan orang lain, terutama Anita, membuatnya cemburu dan sadar bahwa mungkin Jhos tidak pernah menganggapnya lebih dari seorang pelayan.
Jhos, Sisi, Nisa, dan Anita sedang berkumpul di ruang makan untuk menikmati makan siang. Suasana terlihat akrab, terutama antara Jhos dan Anita. Anita dengan manja mengelupas udang untuk Jhos, yang duduk di sampingnya. Setiap udang yang dikupas Anita langsung diterima oleh Jhos dan dimakannya dengan senang hati. Mereka tampak romantis, seperti pasangan yang saling mencintai.
Nisa, yang duduk di hadapan mereka, merasa hatinya teriris melihat kemesraan itu. Meskipun ia cemburu, ia tidak punya hak untuk marah. Ia hanya diam, memandangi mereka sambil menyembunyikan perasaannya yang terluka. Di sisi lain, Sisi yang duduk di samping Nisa sibuk menikmati makanannya dengan lahap, sampai-sampai wajahnya belepotan. Melihat itu, Nisa memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya dengan membantu Sisi makan.
"Kamu makan pelan-pelan, Manis. Lihat, wajahmu jadi kotor dengan makanan. Sini, aku bantuin, ya," ucap Nisa lembut sambil mengelupas udang untuk Sisi.
Sisi, dengan wajah ceria, memperhatikan cara Nisa mengupas udang dan mencoba menirunya. Ia senang sekali, seolah-olah Nisa menggantikan peran ibunya yang dulu sering membantunya makan. Dengan penuh kebahagiaan, Sisi menerima setiap suapan dari Nisa.
Sementara itu, Jhos sesekali melirik ke arah Nisa yang memperlakukan adiknya dengan sangat baik. Hatinya terasa hangat melihat Nisa yang begitu perhatian pada Sisi.
"Nisa, kamu memang wanita yang baik. Aku tidak salah menyukaimu. Andai saja ayah dan ibu melihat ini, mereka pasti juga akan menyukaimu. Adikku akan selalu bahagia kalau bersamamu," gumam Jhos dalam hati sambil tersenyum kecil.
Setelah makan siang selesai, Sisi mengajak Nisa masuk ke kamarnya untuk bermain boneka. Nisa menuruti permintaan itu dengan senang hati, sedangkan Jhos kembali ke ruang kerjanya untuk menyelesaikan tugas kantor yang belum selesai. Hari itu, Jhos memang tidak pergi ke kantor agar bisa menghabiskan waktu di rumah bersama adiknya.
Masing-masing sibuk dengan aktivitas mereka hingga malam tiba. Saat makan malam, mereka kembali berkumpul di ruang makan. Setelah selesai makan, Nisa langsung masuk ke kamarnya. Awalnya, Sisi meminta Nisa tidur bersamanya malam itu, tetapi Nisa menolak dengan alasan terlalu lelah dan berjanji akan menemaninya keesokan malam.
"Kakak tidur di kamar sendiri malam ini, ya. Kakak merasa pegal dan butuh istirahat. Kamu juga harus banyak istirahat biar besok punya tenaga untuk bermain bersama Kakak," ucap Nisa sambil mengelus kepala Sisi.
"Baiklah, Kak, tapi besok malam harus temani aku, ya. Selamat malam, Kak," jawab Sisi sambil berbalik ke arah kamarnya. Meskipun kecewa, Sisi berusaha mengerti bahwa Nisa mungkin memang lelah hari itu.
Di ruang kerja, Jhos sedang sibuk menyelesaikan pekerjaannya. Anita menemaninya di sana meski Jhos sudah memintanya untuk masuk ke kamar dan beristirahat.
"Kamu tidur saja, tidak usah menemaniku. Aku mungkin akan selesai agak malam," ucap Jhos, mencoba membujuk Anita.
"Aku akan masuk kalau sudah mengantuk. Sekarang biarkan aku menemanimu dulu," tolak Anita dengan manja sambil memeluk lengan Jhos.
Jhos tidak berkata apa-apa lagi dan membiarkan Anita tetap di ruang kerja bersamanya. Tepat pukul 12 malam, Anita akhirnya tertidur di lengan Jhos. Merasa lengannya pegal karena dijadikan sandaran, Jhos menatap wanita itu yang sudah terlelap. Dengan hati-hati, ia menggendong Anita dan membawanya ke kamar.
Saat membaringkannya di tempat tidur, tanpa sengaja salah satu kancing baju Anita terlepas. Pemandangan itu membuat Jhos tertegun. Gundukan indah di balik pakaian Anita membuat darahnya berdesir cepat. Tubuhnya seketika terasa panas, terutama karena beberapa hari terakhir ia tidak melakukan hubungan intim. Namun, meski gairahnya memuncak, Jhos memilih untuk menahan diri. Bagaimanapun, Anita masih dianggapnya seperti adik sendiri.
Ia merapikan baju Anita, menyelimutinya, lalu keluar dari kamar dengan hati yang masih bergejolak.
Dia masuk ke kamar Nisa yang kebetulan tidak di kunci dari dalam,jhos melihat Nisa berbaring di tempat tidur dia langsung melangkah ke sana tapi tidak lupa mengunci pintu terlebih dahulu, sampai di samping tidur Nisa dia berbaring di sana dan mulai mengelus pelan wajah Nisa.
"Nisa, aku merindukan tubuhmu, izinkan aku melakukannya sekarang," bisiknya pelan di telinga nisa tapi Nisa tidak mendengarkannya karena dia sedang asik dengan mimpi indahnya.
Dengan perlahan dan pelan jhos membuka satu persatu kancing baju Nisa, dia tidak mau membangunkan Nisa sampai membuatnya terkejut dan berteriak.
Setelah berhasil melepaskan kancing baju Nisa, Jhos beralih ke celana tidur Nisa dan menariknya pelan ke bawah sampai terbuka. Sekarang Nisa hanya mengenakan pakaian dalam. Jhos memperhatikan bentuk dada Nisa yang membuatnya semakin bergairah. Dengan perlahan, ia mencium bibir Nisa yang masih tertutup. Setelah puas mencium, Jhos membuka pakaian dalam Nisa perlahan sampai semuanya terbuka, lalu ia mulai menghisap gundukan dada kenyal Nisa hingga ia mendengar Nisa mengerang pelan. Jhos memberhentikan gerakannya sebentar, lalu melanjutkan dengan beralih ke selangkangan Nisa dan mulai bermain di sana menggunakan mulutnya.
Nisa yang tertidur merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya, membuatnya bermimpi sedang berhubungan intim dengan Jhos. Ia terus mengerang dan menggeliat karena perbuatan Jhos di selangkangannya.
Jhos tidak tahan lagi dan beralih ke bibir Nisa, menciumnya sambil memainkan gundukan dada Nisa dengan kedua tangannya. Akibat sulit bernafas, Nisa terbangun dengan terkejut karena menyadari apa yang sedang terjadi bukanlah mimpi, melainkan kenyataan.
Nisa segera melepaskan bibirnya dari ciuman Jhos dan terkejut serta marah dengan situasi yang terjadi.
"Apa yang kamu lakukan jhos?, Lepaskan aku, jhos," Nisa berusaha memberontak membuat jhos semakin tidak tahan,
"Nisa, aku menginginkannya, aku tidak tahan lagi," ucap jhos.
"Kenapa harus bersamaku?, bukankah di sana ada Anita, kenapa kamu menemui ku di saat kamu menginginkannya?," Ucap Nisa kesal mengingat jhos tadi di saat makan sangat romantis dengan Anita.
"Karena aku mencintaimu bukan dia," jawab jhos sambil mulai mengarahkan kejantanannya ke arah selangkangan Nisa dan.
"Akh...jhos hentikan...ah..," Nisa merintih karena hentakan tiba-tiba dari jhos membuatnya ikut terbakar gairah karna kehangatan yang juga dia rindukan akhir-akhir ini bersama jhos.
"Jangan banyak bicara sayang, nikmati saja, bukannya kamu juga merindukannya?," Jhos berkata sambil mulai mempercepat gerakannya membuat Nisa semakin melayang hilang dari kesadarannya.
Sedangkan di kamar sebelah sisi terlihat sangat gelisah dia tidak bisa tidur malam ini, tidak tau kenapa, dia merasa tidak nyaman, mungkin karna malam ini malam pertama untuknya tidur di tempat lain yang bukan kamarnya biasa.
Karena tidak bisa tidur dia berfikir untuk menemui Nisa, "mungkin kakak cantik belum tidur, lebih baik aku ke sana aja menemuinya di kamarnya dan menemaniku," gumamnya lalu berjalan ke luar dari kamarnya.
Sesampainya di depan pintu kamar Nisa dia meraih gangangan pintu tapi terkunci dari dalam, dan tidak lama setelah itu dia mendengar suara aneh dia mendengarkan suara rintihan Nisa di dalam kamar, "ah..." Setelah beberapa kali mendengar suara Nisa merintih di dalam sisi merasa aneh.
..Kaka sedang ngapain di dalam ya?, Apa dia sedang bermimpi atau apa..Hem..aku tidak mau mengganggunya," gumamnya lalu berjalan kembali ke arah kamarnya dengan lesu dan kembali berbaring di tempat tidur dengan terpaksa.
Sedangkan di dalam kamar Nisa, jhos dan Nisa sedang bergulat panas, dengan keringat yang mulai membasahi seluruh tubuh mereka karna mengingat malam ini juga malam musim semi wajar cuacanya sedikit panas di tambah lagi pergulatan mereka yang tidak henti-hentinya sudah 2 jam an, membuat mereka bercucuran keringat, jhos terus membalikkan tubuh Nisa berbagai macam gaya, Nisa terus merintih tiada henti sesekali menyebut nama jhos dan sesekali menyuruh jhos untuk bergerak semakin cepat, mungkin karna sudah beberapa hari tidak melakukannya membuat mereka sangat bergairah.
"Sayang, aku merindukan mu, nikmatilah, ayo tunjukan kalo kamu juga merindukanku ikut goyangkan pantatmu sayang," perintah jhos sambil mempercepat gerakan pinggulnya, mendengar ucapan jhos Nisa pun mengikuti irama gerakan jhos sampai dia merasakan ada cairan hangat di dalam tubuhnya di ikuti dengan gerakan jhos yang semakin cepat lalu berhenti seketika.