" Sekali berkhianat maka sampai kapanpun akan terus menjadi pengkhianat".
Begitulah kalimat yang menjadi salah satu sumber ujian dari sebuah hubungan yang sudah terjalin dengan sangat kokoh.
" Orangtua mu telah menghancurkan masa depanku, makan tidak menutup kemungkinan jika kamu akan menghancurkan pula anakku. Sebelum itu terjadi aku akan mengambil anakku dari hubungan tidak jelas kalian berdua".
Cinta yang sudah terbentuk dari sebuah kesederhanaan sampai akhirnya tumbuh dengan kuat dan kokoh, ternyata kalah dengan sebuah " Restu" dan "keegoisan" di masa muda adalah sebuah penyelesalan tiada akhir.
Berharap pada takdir dan semesta adalah sebuah titik paling menyakitkan secara sederhana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
" Aaaarggggghhhh..... Ya Tuhan, ternyata memang cincin Liora adalah nyata bukan halusinasi. Bahkan cincin itu ada dua, apalagi Liora terlihat dari wajahnya yang begitu memancarkan kebahagiaan, padahal selama ini Liora terlihat biasa saja tapi setelah memakai cincin terlihat sekali bahagianya. Terus apa yang harus gue lakukan sekarang, semuanya udah selesai sebelum dimulai. Remuka banget lagi hati gue kaya kerupuk kena angin, belum dipukul tapi udah kerasa sakitnya".
Siang ini Adit sudah merencanakan akan makan berdua dengan Ezra, bukan untuk meledek justru Adit ingin menjadi tempat cerita dari sang sahabat yang kini terlihat sekali sayu.
Nami dan Liora sudah keluar terlebih dahulu untuk membeli nasi Padang langganan mereka, sedangkan Adit dan Ezra kini tengah berada diwarung bakso langganan mereka juga.
" Nih baksonya, ini sambelnya boleh pake asal tau batasan Zra. Jangan sampe udah sakit hati terus perut Lo ikutan sakit juga karena sambel, meskipun sakit hati tapi tolong otak juga dipake oke?".
Adit kini menyerahkan semangkuk bakso kehadapan Ezra yang masih terlihat kekurangan cairan, lemes sekali sepertinya seolah tenaganya sudah habis terserap panas bumi.
" Thanks Dit, Lo tau banget apa yang gue butuhin sekarang tanpa harus mengejek dihadapan banyak orang. Padahal bisa aja Lo jadiin gue objek buat Lo ngeledek gue".
Ezra tersenyum tipis dengan mengaduk kuah bakso, entah mengapa mendapatkan perlakuan hangat dari Adit membuat hatinya kini meleleh bagaikan eskrim yang terkena cahaya matahari.
" Jangan suka sama gue Zra, gue masih normal tolong sewajarnya seorang sahabat aja hahahhaa". Candaan ringan itu kini keluar dari mulut Adit.
" Meskipun cara gue kadang banyak bercandanya, tapi gue masih punya otak yang bisa dipake waras. Termasuk gak akan gue biarin lo minum air putih segalon dipojokan ruangan sambil liatin tuh cincin dijari Liora".
Adit kini mulai menyuapkan bakso dengan sendoknya, tidak lupa teh manis jumbo yang menyegarkan ikut meramaikan acara makan siang kali ini.
" Gue kaget aja Dit, selama ini Liora selalu tertutup soal pasangan. Selama ini juga gak pernah deket sama siapapun, bahkan untuk urusan hati Liora seperti membangun tembok yang tinggi bahkan sampai susah untuk dipanjat apalagi diruntuhkan. Terus tiba-tiba aja pake cincin dua lagi Dit, coba bayangin dua Dit".
Seolah menggunakan hati setiap ucapan yang keluar dari mulutnya, bahkan kini kedua jari Ezra ikut meramaikan obrolan keduanya. Bahkan Ezra menghela nafasnya cukup dalam, dadanya seolah sesak sekali.
" Lo kecewa atau kesel? Sebenernya itu wajar untuk diri Lo sendiri, tapi untuk Liora Lo gak ada hak apapun bahkan untuk sekedar menjelaskan aja kita gak ada hak. Lo paham kan maksud gue?". Adit kini menyimpan sementara alat makannya, menatap wajah Ezra dengan cukup serius.
Ezra menarik gelas teh manis jumbonya, menyeruput untuk sekedar membasahi tenggorokan yang terasa kering.
" Ya dua-duanya, lebih tepatnya gue menolak kenyataan padahal gue sama Liora gak ada hubungan lebih. Hati gue yang selama ini menyimpan semuanya sendiri, gue selama ini terlalu takut untuk mengungkapkan Dit". Kini senyuman miris itu tercipta dibibirnya.
" Gue terlalu santai dan menganggap remeh perasaan gue, terlalu menganggap jika waktu yang tepat akan datang dan berpihak pada gue. Sekarang gue kalah sebelum memulai bahkan, gue bener-bener nyesel gak pernah mengungkapkan Dit". Ezra menundukkan wajahnya dengan tangannya yang kini mengaduk es teh manis jumbo itu.
" Sayangnya cewek itu butuh validasi dan juga kepastian Dit, kadang dengan kita memberikan perhatian lebih mereka sering merasa takut jika itu hanya harapan mereka saja. Dunia wanita tidak sesimpel pembuatan sinetron di TV Zra".
Adit memang benar apa yang diucapkan kali ini, terkadang yang sudah memiliki status saja seorang perempuan bisa sehari bertanya berkali-kali dengan pertanyaan yang sama " Kamu sayang aku gak?".
" Lo paham banget Dit, sekarang gue paham tapi sayangnya kepahaman itu dateng pas gue udah kehilangan hehe". Ezra tertawa gambar, seolah sedang menertawakan dirinya yang kini tengah galau.
" Lo gak akan berubah kan sama Liora? Maksud gue, kita satu tim gak mungkin kan ada permusuhan karena hubungan yang belum dimulai?".
" Adit, gue bukan anak kecil ya jadi gue tau waktu dan tempat lah... kita profesional gak akan ada yang berubah tenang aja". Kini Ezra melayangkan pukulan pelan dipundak sang sahabat.
" Gue doain Lo cepet move on deh, meskipun susah soalnya satu ruangan tiap hari ketemu. Tapi pas udah move on gercep ya Zra". Adit seolah merasa lega tapi ada perasaan kasian yang tidak ditunjukkan.
" Hidup tuh kadang lucu ya Zra, tapi memang perjalan hidup tuh isinya belajar jadi gak perlu berlarut. Kaya dulu pas kita belajar jalan aja Zra, jatuh nangis bangun ketawa lagi sampe akhirnya kita bisa melewatinya tanpa dendam".
Entah kerasukan apa siang ini, Adit yang terbiasa sebagai seorang yang penuh candaan ternyata bisa seserius ini membuat Ezra merasa aneh.
" Thanks Zra, tapi ternyata lo bisa waras juga ya". candaan ringan dicoba oleh Ezra.
" Gue manusia ya Ezra, sama kaya Lo jadi gak usah heran".
Makan siang ini terasa begitu melelahkan padahal hanya menyantap bakso dan es teh manis saja, bukankah itu termasuk menambah energi.
" Dit, mulai sekarang gue harus mulai terbiasa dengan menghilangkan perasaan sedikit demi sedikit, dan harus membiasakan diri untuk berhenti berharap".
" Dan Lo harus tahu kalau gue selalu ada sampai Lo bener-bener bisa lewatin semuanya, gak perlu buru-buru Zra, semua butuh proses santai aja nikmatin semuanya sampai Lo bener-bener capek. Kecewa itu wajar dan normal tapi jangan sampai membuat Lo kehilangan diri Lo sendiri ".
Kini keduanya masih mencoba menghabiskan bakso yang sudah tinggal setengah itu.
" Gue usahakan, untuk belajar ikhlas meskipun sulit. Gue gak mau nyakitin siapapun termasuk hubungan pekerjaan kita bahkan diri gue sendiri". Ezra tersenyum tipis setelah menyuapkan bakso terakhirnya.
" Gue bangga sama proses penerimaan kenyataan, dan juga cara Lo mengelola emosi". Adit kini menepuk pundak sang sahabat pelan.
Keduanya larut dalam obrolan ringan seolah tengah menghabiskan obrolan yang mungkin memang harus diselesaikan siang ini, agar tidak berlarut bahkan menumpuk yang membuat mood kita menjadi terjun payung yang aman berakibat menghambat pekerjaan mereka.
Lelaki memiliki hak untuk merasakan sakit bahkan menangis jika mereka merasa harapannya tidak sesuai, lelaki tidak bisa dipaksa untuk terus kuat karena mereka sama saja manusia yang memiliki sisi lemahnya.
Menangis adalah milik semua manusia, karena menangis adalah salah satu bentuk ekspresi tubuh dalam menanggapi hal yang mereka rasakan.
Tidak ada yang bisa memberikan penilaian jika menangis adalah sebuah tanda kelemahan, jadi mari menormalisasikan sebuah ekspresi tubuh dengan saling mendengarkan, saling mendukung, saling memahami dan saling menghargai.