NovelToon NovelToon
Ibu Susu Pengganti

Ibu Susu Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Irh Djuanda

"Aku akan menceraikan mu!".

DUAR!!!!!

Seakan mengikuti hati Tiara, petir pun ikut mewakili keterkejutannya. Matanya terbelalak dan jantungnya berdebar kencang. Badu saja ia kehilangan putranya. Kini Denis malah menceraikannya. Siapa yang tak akan sedih dan putus asa mendapat penderitaan yang bertubi-tubi.

" Mas, aku tidak mau. Jangan ceraikan aku." isaknya.

Denis tak bergeming saat Tiara bersimpuh di kakinya. Air mata Tiara terus menetes hingga membasahi kaki Denis. Namun sedikitpun Denis tak merasakan iba pada istri yang telah bersamanya selama enam tahun itu.

"Tak ada lagi yang harus dipertahankan. Aju benar-benar sudah muak denganmu!'"

Batin Tiara berdenyut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Denis. Ia tak menyangka suaminya akan mengatakan seperti itu. Terlebih lagi,ia sudah menyerahkan segalanya hingga sampai dititik ini.

"Apa yang kau katakan Mas? Kau lupa dengan perjuanganku salama ini?" rintih Tiara dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku tidak melupakannya Tiara,...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Teringat kenangan lama

Denis berhenti di depan sebuah kafe tempat dahulu biasa dia kunjungi bersama Tiara. Ia menatap tempat itu, terlihat ramai namun baginya hanya rasa sepi yang menyelimuti. Denis menghela nafas berat. Sudah beberapa hari berlalu namun ia tak bisa menemukan Tiara di mana pun.

Ia melangkah masuk ke dalam kafe, disambut aroma kopi yang dulu begitu akrab. Sudut ruangan masih sama kursi kayu berwarna cokelat tua, lampu gantung yang redup, dan musik lembut yang dulu selalu jadi favorit Tiara.

Denis memilih duduk di meja yang sama, di dekat jendela besar menghadap ke jalan. Dari sana, ia bisa melihat orang-orang berlalu-lalang, tapi pikirannya melayang jauh ke masa lalu.

"Dua cappuccino, satu tanpa gula," gumamnya pelan, mengingat pesanan Tiara yang selalu sama.

Ia tersenyum getir. Pelayan mendekat, mencatat pesanan Denis. Ia hanya mengangguk, lalu bersandar di kursi, matanya menerawang ke arah kursi kosong di depannya.

Ia teringat jelas bagaimana Tiara dulu selalu menertawakannya saat ia mencoba terlihat serius membahas bisnis. Kini, kenangan itu bergema lagi di benaknya, tapi tanpa senyum yang dulu selalu menenangkan.

Ponselnya bergetar di atas meja. Ia segera meraihnya, berharap ada kabar tentang Tiara. Namun begitu layar menyala, hanya pesan singkat dari Saskia. Mengatakan bahwa Galang ingin bertemu minggu depan. Saskia juga memberitahu Denis bahwa proposal nya sudah dikonfirmasi.

Denis hanya menatap pesan itu tanpa membalasnya sama sekali. Sementara Saskia termenung hampir sama dengan apa yang dilakukan Denis. Hanya menatap pesan yang ia kirimkan. Saskia menghela nafas panjang.

"Sudah waktunya aku mengubur perasaanku. Aku tak akan berharap padamu, Denis." ucapnya lirih.

Tiba-tiba ponselnya berdering, ada senyum tipis namun terasa hambar. Baru saja ia memikirkan pria itu, Saskia menggeser tombol hijau. Dari seberang terdengar suara Denis menyapanya.

"Ada apa? Aku sedang sibuk, Denis." kata Saskia pelan.

"Datanglah! Benarkah kau sibuk atau kau tidak mau menemaniku untuk sekedar minum kopi?" sahut Denis.

Saskia menatap layar ponselnya beberapa detik, mencoba membaca nada di balik suara Denis yang terdengar setengah memohon, setengah lelah. Ia menarik napas panjang sebelum menjawab, suaranya bergetar tipis namun tetap berusaha terdengar biasa.

"Di mana kau sekarang?" tanyanya akhirnya.

"Di kafe yang biasa...dekat taman kota" jawab Denis pelan.

Saskia terdiam. Ada sesak kecil yang tiba-tiba muncul di dadanya. Ia sadar Denis sedang mengenang masa lalunya.

"Baiklah. Aku ke sana," ucapnya singkat, lalu menutup panggilan.

Beberapa menit kemudian, Saskia tiba di kafe itu. Dari luar, ia langsung melihat Denis duduk di dekat jendela, menatap kosong pada dua cangkir kopi yang sudah setengah dingin di mejanya.

Saskia menarik kursi di depannya, duduk tanpa banyak bicara. Pandangannya jatuh pada cappucino yang belum tersentuh.

"Ini bukan pesananku, bukan? Kau habis menemui seseorang?" ucap Saskia bertanya pelan.

Denis menghela nafas pelan.

"Aku hanya memesan seperti biasanya. Kopi tanpa gula seperti kegemaran Tiara dulu." kata Denis pelan.

Saskia merasakan sesak di dadanya. Ada rasa nyeri yang menekan dadanya. Cemburu yang tak seharusnya tapi juga iba yang tidak bisa ia sembunyikan.Saskia menarik napas panjang.

"Denis… sampai kapan kau akan terus menyiksa dirimu dengan kenangan itu? Kau harus terima kenyataan bahwa kau sudah terlalu jauh. Kau sendiri yang membuatnya pergi."

Denis terdiam. Apa yang dikatakan Saskia benar. Namun ia masih berharap jika suatu hari ia bertemu dengan Tiara. Ia akan berlutut dan memintanya untuk kembali.

Denis menatap cangkir di depannya, uapnya sudah hilang, menyisakan aroma pahit yang menusuk hidung. Tangannya gemetar sedikit ketika ia menggenggam cangkir itu, seolah hangatnya bisa membakar dingin di dadanya.

"Lalu...apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus menuruti ibuku?" ucapnya penuh penekanan.

"Kau bisa membuka hatimu, mulai melihat siapa yang selalu ada di saat kau sendirian." ungkap Saskia.

Denis menatap lama sahabat sekaligus rekan kerjanya itu.

Sementara Galang masih berada di kantornya. Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore. Beberapa staf dan pegawai pun masih menunggunya di luar. Tak ada yang berani beranjak sebelum Galang memutuskan untuk pulang.

Galang terkenal sebagai pria yang disiplin dan tegas, tapi sore itu wajahnya tampak letih. Dasi yang biasanya terpasang rapi kini longgar di lehernya, dan matanya terus menatap layar laptop yang menampilkan deretan angka tanpa benar-benar membacanya.

Ia menutup laptop perlahan, mengusap wajahnya dengan kedua tangan, lalu berdiri. Dari balik kaca besar di ruang kerjanya, ia bisa melihat langit sore yang mulai berwarna jingga.

"Pak, rapat dengan tim marketing dijadwalkan ulang besok pagi. Apakah Bapak ingin saya siapkan laporan tambahan?" tanya sekretarisnya hati-hati dari depan pintu.

"Tidak perlu. Pastikan saja semua data penjualan sudah diperbarui. Aku ingin semuanya selesai minggu ini." ucap Galang sambil mengangguk kecil.

"Baik, Pak."

Begitu pintu tertutup kembali, Galang menatap meja kerjanya yang kini terasa terlalu sunyi. Di pojok meja, ada foto kecil Reina yang masih mengandung, senyum lembutnya seolah hidup kembali setiap kali Galang melihatnya. Ia menarik napas berat.

"Seandainya kau masih hidup...mungkin aku tidak akan seperti ini." gumamnya lirih.

Suara ponselnya memecah kesunyian. Nama Raisa tertera di layar. Galang ragu sejenak sebelum menjawab.

"Ya, Ma?"

"Galang, kau belum pulang? Sudah hampir malam, Nak," suara ibunya terdengar hangat namun tegas.

Galang mengusap tengkuknya, merasa sedikit bersalah.

"Aku masih di kantor, Ma. Ada sedikit pekerjaan yang harus ku selesaikan."

"Sudah cukup bekerja, Galang. Istrimu sudah tiada, tapi hidupmu belum berakhir. Setidaknya temani ibu makan malam,” ujar Raisa lembut, tapi dengan nada yang membuat Galang tak bisa membantah.

Ia terdiam sesaat, lalu mengalah.

"Baiklah, Ma. Aku segera pulang."

Begitu panggilan berakhir, Galang berdiri memandangi langit di luar. Sinar senja perlahan memudar, berganti gelap yang menelan kota. Ia menatap lagi foto Reina, lalu bergegas pulang.

Para staf langsung berdiri setelah melihat Galang keluar dari ruangannya.

"Kalian boleh pulang! Besok, jangan ada yang terlambat!" titahnya.

"Baik Pak"

Seluruh staf dan pegawai langsung menarik nafas lega. Sejak Galang kehilangan istrinya. Atasan mereka itupun kembali ke mode awal. Tanpa senyum,tanpa basi-basi. Hingga salah satu pegawai berceloteh,

"Kalian lihat... pria dingin itu benar-benar dingin. Andai saja nyonya Reina masih hidup."

"Sttt, hati-hati kalau bicara. Kau mau dipecat?!"

Setengah jam kemudian, mobil Galang berhenti di halaman rumah. Lampu taman sudah menyala lembut. Dari kejauhan, ia bisa melihat Tiara sedang mengendong Reihan ditemani Raisa yang duduk tak jauh dari sana.

Pemandangan itu menahan langkahnya sejenak. Ada ketenangan di sana, ketenangan yang justru membuat dadanya terasa berat. Tiara menoleh, seolah merasakan kehadirannya. Raisa mengikuti pandangan Tiara, ia langsung bangkit ketika melihat Galang baru saja tiba.

"Galang, kemari lah!" panggil Raisa.

1
Lisa
Hati Galang mulai lembut dan dapat menerima Tiara dirmhnya..
Lisa
Pasti lama² Galang suka sama Tiara
Lisa
Puji Tuhan Tiara dipertemukan dgn Raisa..ini adl awal yg baik..yg kuat y Tiara..jalani hidupmu dgn penuh harapan..
Lisa
Ceritanya sedih..
Lisa
Aku mampir Kak
sunshine wings
Ceritanya bagus author..
❤️❤️❤️❤️❤️
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
❤️❤️❤️❤️❤️
Soraya
ku dh mampir thor lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!