NovelToon NovelToon
Kepepet Cinta Ceo Arogan

Kepepet Cinta Ceo Arogan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Romansa / Fantasi Wanita / Nikah Kontrak / Wanita Karir
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Arash Maulidia, mahasiswi magang semester enam yang ceroboh namun gigih, tidak pernah menyangka hidupnya berubah hanya karena satu tabrakan kecil di area parkir.
Mobil yang ia senggol ternyata milik Devan Adhitama — CEO muda, perfeksionis, dan terkenal dingin hingga ke nadinya.

Alih-alih memecat atau menuntut ganti rugi, Devan menjatuhkan hukuman yang jauh lebih berat:
Arash harus menjadi asisten pribadinya.
Tanpa gaji tambahan. Tanpa pilihan. Tanpa ruang untuk salah.

Hari-hari Arash berubah menjadi ujian mental tanpa henti.
Setiap kesalahan berarti denda waktu, setiap keberhasilan hanya membuka tugas yang lebih mustahil dari sebelumnya.
Devan memperlakukan Arash bukan sebagai manusia, tapi sebagai mesin yang harus bekerja sempurna — bahkan detik napasnya pun harus efisien.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam pertama

Setelah makan siang bersama Devan Adhitama, Arash kembali ke kantor. Lantai dua puluh itu sunyi—ruang yang terlalu luas, terlalu dingin, dan terlalu sepi untuk satu orang saja.

Di tengah ruangan, hanya ada satu meja kerja dengan lampu putih yang menyala. Meja miliknya.

Bu Sita sudah meninggalkan kantor lebih dulu. Sebelum pergi, wanita itu sempat menyerahkan tiga berkas tebal dan satu catatan kecil bertuliskan tulisan tangan yang rapi:

“Kau hanya punya satu malam. Laporan harus jadi sebelum saya datang.”

—D.A.

Arash memandangi tulisan itu lama. Satu malam untuk menuntaskan tiga berkas setebal ini—nyaris mustahil, tapi bukan hal baru dalam dunia Devan Adhitama.

Ia menarik napas panjang, lalu duduk.

Kopi instan pertama malam itu sudah habis sebelum jarum jam menunjukkan pukul sembilan.

Ia terus membaca laporan akuisisi, menandai angka, menghitung rasio, mencari celah, dan mencatat temuan. Setiap halaman terasa seperti ujian yang akan menentukan masa depannya di perusahaan ini.

Menjelang tengah malam, matanya perih. Udara kantor semakin dingin, tapi ia menolak beranjak. Suara keyboard berganti dengan bunyi pena di atas kertas, satu-satunya suara yang hidup di antara dinding kaca itu.

Di setiap detik sunyi, Arash bisa merasakan seolah Devan berdiri di belakangnya—mengawasi, menilai, dan menunggu.

Pukul 03.00 dini hari, ia baru selesai memeriksa file terakhir.

Ia menyandarkan tubuh ke kursi, mengusap wajah lelahnya, dan menatap keluar jendela. Kota Jakarta masih menyala, tapi matanya tak lagi mampu fokus. Ia menutup laptopnya, lalu menunduk sebentar di meja kerja—hanya berniat memejamkan mata sebentar.

Namun, ketika ia kembali membuka mata, cahaya pagi sudah masuk dari celah tirai.

Jam di dinding menunjukkan pukul 06.50.

Rasa kantuk dan kopi yang belum benar-benar hilang berpadu di kepalanya, tapi otaknya sudah otomatis beralih ke mode kerja. Ia merapikan jilbabnya, menepuk pipinya agar sedikit segar, lalu berdiri tegak di depan mejanya.

Tepat pukul 07.00, pintu lift pribadi terbuka.

Devan Adhitama keluar—segar, rapi, dan memancarkan aura perfeksionis yang seolah tak bisa diganggu. Jas hitamnya terpasang sempurna, dasi merah marun menambah kontras pada wajah dinginnya.

Ia melirik Arash yang sudah siap di mejanya.

“Tepat waktu. Peningkatan yang bagus, Maulidia. Saya suka melihat orang belajar dari kesalahan fatal.”

Tanpa menunggu respons, Devan berjalan ke ruangannya.

“Masuk. Bawa file dan argumenmu.”

Arash mengikuti, membawa berkas-berkas hasil kerjanya semalam. Ruangan Devan terasa lebih besar dari yang ia ingat—mungkin karena pagi itu terlalu sunyi.

“Saya minta argumen penolakan, bukan ringkasan proyek,” kata Devan tanpa menatapnya, membuka berkas di meja.

“Saya sudah siapkan keduanya, Pak. Tidak etis memberikan argumen tanpa memahami materi dasarnya,” balas Arash tenang.

“Tiga argumen penolakan saya terhadap akuisisi Tirta Kencana adalah—”

“Pertama, struktur utang yang terlalu tinggi. Debt-to-Equity Ratio mereka mencapai 65%. Jika akuisisi dilakukan, beban utang akan berpindah ke neraca Adhitama Group, meningkatkan risiko keuangan dalam jangka pendek.”

“Kedua, ketergantungan pada sumber air tunggal. Sumber utama mereka hanya satu titik di Jawa Barat, rentan terhadap kekeringan dan regulasi lingkungan. Risiko operasional dan keberlanjutan tinggi, terutama lima tahun ke depan.”

“Ketiga, budaya perusahaan yang tidak kompatibel. Tirta Kencana masih mengandalkan sistem hierarkis yang kaku dan lambat. Integrasi ke sistem Adhitama yang agile bisa menimbulkan gesekan, penurunan moral, dan penundaan integrasi pasca-akuisisi.”

Devan meletakkan pulpennya. Tatapannya sulit dibaca.

“Sangat detail,” ucapnya datar. “Kau menemukan rasio utang dan masalah budaya itu hanya dalam satu malam?”

“Saya tidak tidur, Pak,” jawab Arash pelan. “Saya bekerja.”

Senyum tipis muncul di wajah Devan. “Bagus. Saya suka komitmen pada utang. Tapi ada satu hal yang tidak kau pertimbangkan.”

Devan berdiri, melangkah ke arah jendela besar.

“Akuisisi ini bukan tentang laba bersih perusahaan air minum. Ini tentang monopoli pasar. Jika Adhitama menguasai Tirta Kencana, kita memegang tujuh puluh persen pasar air kemasan nasional.”

Ia menatap keluar, suaranya tenang tapi tajam.

“Risiko utang kecil dibandingkan dengan kekuatan harga dan kontrol distribusi yang akan kita dapatkan. Risiko kekeringan? Kita beli teknologi desalinasi. Budaya kaku? Saya akan memecat dewan direksi mereka dalam sebulan. Risiko adalah detail, Maulidia. Kekuasaan adalah tujuan.”

Arash terdiam. Ia sadar, cara berpikir mereka benar-benar berbeda.

Ia menganalisis angka.

Devan menganalisis dunia.

“Kau melihat pohon, Maulidia. Saya melihat hutan.” Devan menatapnya lagi, kali ini sedikit lebih lembut. “Tapi jangan kecil hati. Argumenmu kuat. Hanya perspektifmu yang masih sempit. Wajar, kau masih mahasiswa.”

“Terima kasih, Pak,” ucap Arash, nyaris berbisik.

“Sekarang, tugas kedua. Pukul sepuluh saya ada rapat dengan Menteri Perindustrian. Siapkan one-page summary dari semua poin penting. Dan jangan sampai ada satu kesalahan ketik pun. Satu typo berarti kau membuang uang negara.”

Arash hendak keluar ketika Devan kembali berbicara.

“Satu hal lagi.”

Devan melangkah ke arah rak buku di sudut ruangan. Di antara deretan buku tebal, ada satu buku kulit tua yang tampak berbeda.

Ia menekannya sedikit. Klik. Sebagian rak itu bergeser, memperlihatkan pintu logam tersembunyi di baliknya.

Arash membeku.

“Ini ruang arsip pribadi dan rahasia. Tidak ada seorang pun di Adhitama Group yang tahu, kecuali saya dan Bu Sita—yang hari ini mengundurkan diri dan akan memulai hidup tenang di luar negeri.”

Tatapan Devan menusuknya.

“Karena kau sekarang harus tahu segalanya tentang saya untuk bisa bekerja dengan baik, kau juga harus tahu tempat ini.”

Devan mengeluarkan sebuah kartu hitam dari dompetnya dan menyerahkannya.

“Semua file sensitif perusahaan ada di dalam. Tugas pertamamu: ambil laporan dengan kode Alpha-03-99. Itu untuk rapat pukul sepuluh nanti.”

Arash menerima kartu itu. Dingin. Berat. Dan terasa seperti kunci menuju sesuatu yang berbahaya.

“Jangan pernah tunjukkan kartu ini pada siapa pun,” lanjut Devan. “Jika ada satu file saja yang hilang, atau informasi bocor, saya pastikan kau tidak hanya kehilangan pekerjaan—kau kehilangan masa depanmu.”

Arash menelan ludah. “Baik, Pak.”

Ia berjalan ke rak buku itu, menekan buku yang sama.

Rak bergeser, pintu logam terbuka dengan suara hiss pelan.

Udara dingin dari dalam ruangan menyambutnya, menusuk hingga ke kulit.

Untuk pertama kalinya sejak tabrakan itu, Arash merasakan sesuatu yang tak ia mengerti—campuran antara rasa ingin tahu dan rasa takut.

Apa sebenarnya yang disembunyikan Devan Adhitama?

1
Reni Anjarwani
lanjut thor
rokhatii
ditanggung pak ceonya🤣🤣🤣
matchaa_ci
lah kalo gajinya di potong semua gimana arash hidup nanti, untuk bayar kos, makan, bensin pak ceo?
aisssssss
mobil siapa itu kira kira
aisssssss
bagua banget suka ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!