" kita ngomong pake bahasa kalbu sayang" ucapnya dengan tangan terulur memegang dagu ku, " cup" sekali lagi Adi Putra mencium bibirku.
Biar sekilas aku sudah seperti orang mabok minum tuak tiga jerigen, " kamu nggak bisa menolak sayang" katanya masih menghipnotis.
Aku seperti kembali tersihir, habis-habisan Adi Putra melumat bibirku. Herannya walau tidak mengerti cara membalas aku malah menikmati kelembutannya.
" Hey... son belum waktunya" suara teguran itu membuat Adi Putra berhenti m3nghi$4p bibirku, sedang aku tegang karena malu dan takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ELLIYANA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#15. nggak punya tulang.
Aku diam di tengah-tengah dua laki-laki, sungguh aku jadi patung nggak bisa ngapa-ngapain.
" Hallo pak Adi udah lama " sapanya pada mas Adi.
" Baru aja, Pak Adi Putra apa kabar?" tepat di depanku mereka bersalaman, Saat itu juga aku merasa udara di sekeliling menipis ternyata keduanya sama sama bernama Adi dan itu cukup bikin aku syok.
" Bapak kenal Tiara?" tanya Adi putra bikin aku bingung reflek menoleh menatap wajahnya, " kenapa jadi ngebahas aku " batin ku makin risih ingin segera pergi." Ya saya kenal dari kecil, ya kan Tiara" jawab mas Adi mengedipkan mata, bikin aku pengen colok tuh mata.
" Oh...bagus lah berarti kita bisa ngobrol " kata Adi Putra tanpa segan langsung genggaman tangan ku di depan mas Adi.
Aku terkejut reflek menarik tanganku, " maaf " kataku siap untuk beranjak.
Baru juga mau melangkah, " Tunggu Tiara...grep..." Adi Putra mencegat kembali genggamku, " brengsek " bentak ku spontan kata-kata itu begitu saja terlontar dari bibir ku.
Ingin kembali ku tepis lagi tangan si adi Putra tapi entah kenapa mata ini malah melihat sekeliling, ternyata Aku jadi pusat perhatian. beberapa pasang mata menatap tajam, Aku merasa seperti orang bersalah.
" Ya mungkin karena kata kata brengsek tadi " batin ku, Dengan kesadaran penuh terpaksa mengurungkan niat pergi lalu mundur kembali berdiri di samping karena rasa nggak enak
Aku berdiri lebih mepet ke Adi Putra, " Santai saya lagi nyelamatin kamu dari buaya " katanya berbisik bikin bingung plus meremang, jujur aku memang bukan perempuan polos tapi dapat perlakuan langsung dari lawan jenis sama sekali masih awam bagiku. Kalau pun pernah ya itu cuma mas Adi seorang.
Sempat aku lirik muka mas Adi memerah seperti orang abis ke gigit cabe rawit level seribu, tapi itu bagus menurut ku kalau dia marah bukankah ini sesuai tuduhan nya dulu yang ngatain aku perempuan pengoda.
" Ayo Pak Adi kita duduk di sana!?" ajak Adi Putra sambil menunjuk meja sudut, mendengar itu aku sedikit lega.
" Oh iya ayo Pak mari" jawab mas Adi sangat formal menjaga wibawa dan mas Adi tampa melihat ku langsung berbalik pergi.
" Bagus lah " batin ku sejenak senang karena bisa terbebas tampa sadar Adi Putra masih menggenggam tangan ku, " Bawain cemilan kemeja itu" si Adi Putra berbisik. " Sompret " jerit ku dalam hati, lupa aku kalau ada Adi satu lagi.
Aku menghentakkan tangan agar genggam Adi Putra terlepas, " Nggak usah sok akrab" kataku di depan muka nya.
" Kita memang pernah akrab sayang" ucap nya lebay bikin aku nyaris hampir putus napas, " apa kamu lupa pernah berada dalam gendongan saya...cup " ya Allah demi apapun aku rasanya mau tampar muka ganteng itu sembarangan cium kepalaku.
Adi Putra pergi begitu saja setelah berhasil bikin jantung ku kelejot kelejot kayak ikan kurang air, " dasar orang kaya nggak punya akhlak" gerutu ku sambil menyusun beberapa macam cemilan kedalam napan.
Setelah selesai aku harus membawa napan itu kemeja yang ada dua manusia bernama Adi, aku kesal tapi apa yang bisa ku lakukan. Mereka adalah pelanggan ibu dan pelanggan itu adalah raja.
Biar aku merasa terpojok keadaan, sekarang bukan itu yang penting. Di sini aku di tuntut harus profesional, bagaimanapun demi kelangsungan usaha ibu lah fikirku.
sambil membawa napan aku berusaha mengusir rasa gugup. Untuk berhadapan dengan dua laki-laki yang bernama Adi sungguh satu siksaan batin, yang satu Adi dari masa lalu satunya lagi Adi jaman sekarang malah aku pernah hutang budi sama dia.
Benar benar berat hidup ku, " Silahkan Tuan" kataku sopan setelah meletakkan napan di atas meja.
Tiba-tiba, " greep ..." Adi Putra sontoloyo meraih pinggang ku, aku terduduk pas di pangkuannya.
" Jangan gerak ikuti drama saya" bisiknya di belakang telinga, biarpun telinga ku tertutup jilbab tetap aku bisa merasakan hembusan nafas beratnya.
Aku benar-benar seperti orang terjerumus, sadar tidak ingin terjerumus semakin dalam aku langsung bangun, " maaf Pak kita bukan muhrim" ucap ku langsung pergi begitu saja.
Begitu sampai di belakang aku harus kembali berhadapan dengan pegawai ibu yang paling nyinyir dan serba kepo, " cie...cie...mbak Tiara ternyata diam-diam punya calon tajir melintir kenalin dong mbak" ucapnya bikin kepalaku mau pecah.
Aku diam tidak menggubris omongan nya malas menanggapi mulut-mulut lemes, " kita udah selesai kan?" tanyaku pada salah satu pegawai ibu yang bernama Mbak Marni.
" Ya sebenarnya udah mbak. tapi tadi ibu telpon, bilang kita harus tetap di sini sampai acara selesai" jawab nya bikin rahang ku rasanya mau jatuh kelantai.
Demi apa cobak sampai acara selesai, mereka kan cuma pesan makanan bukan pesan pelayanan. Aku merasa seperti ada yang tidak beres tapi apa nggak mungkin kan ibu nyiksa anaknya sendiri.
" Ya sudah mbak" kataku duduk di salah satu kursi, aku tetap harus profesional mungkin ada kesepakatan antara ibu dan si pemesan.
Aku duduk menikmati sirup dingin buatan Mbak Marni, nggak lama masuk seorang laki-laki berpakaian satpam, " yang mana Mbak Tiara mana ya?" tanya nya, aku melihat pak satpam belum sempat jawab. Mbak Marni lah yang menjawab dan menunjuk ke arah ku.
" Mbak Tiara di minta pak Adi untuk kedepan" katanya bikin seluruh tubuh ku rasanya lemas kayak nggak punya tulang.
* Apaaa lagi sehh..." seru ku dalam hati menggeram kesal karena baru juga mau santai, pedih amat baru aku mau santai kenapa harus kembali di hadapkan dengan masalah baru dan masalah itu dari orang bernama Adi sungguh aku kesal setengah mati kalau ingat nama itu.
" Baik pak" jawab ku berdiri , tetap menjaga keprofesionalan, aku mengikuti langkah pak satpam.
Aku pikir disuruh kemana eh ternyata cuma ke ruangan sebelah, " silahkan masuk mbak, pak Adi sudah nunggu di dalam" katanya membuka pintu ruangan itu.
" Deg...." Mas Adi nunggu di dalam, " Ya Allah dia mau ngapain tolong aku ya Allah aku nggak mau buat dosa" monolog dan jeritan jeritan kecil dari dalam hati itu karena terlintas saat berduaan sama mas Adi.
Aku terlalu sibuk dengan fikiran alam bawah sadar ku sampai nggak tahu kapan pak satpam itu pergi, " Masuklah Tiara " suara dari dalam meminta ku masuk dan itu bukan suara mas Adi yang kukenal.
Ada lega karena suara itu bukan suara mas Adi tapi suara Adi Putra, daun pintu yang baru terbuka setengah aku tolak hingga terbuka lebar.