NovelToon NovelToon
Midnight Professor

Midnight Professor

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / CEO / Beda Usia / Kaya Raya / Romansa / Sugar daddy
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author:

Siang hari, dia adalah dosen yang berkarisma. Malam hari, dia menjelma sebagai bos bar tersembunyi dengan dunia yang jauh dari kata bersih.

Selina, mahasiswinya yang keras kepala, tak sengaja masuk terlalu dalam ke sisi gelap sang dosen. Langkahnya harus hati-hati, karena bisa menjadi boomerang bagi mereka.

Keduanya terjebak dalam permainan yang mereka buat sendiri—antara rahasia, larangan, dan perasaan yang seharusnya tidak tumbuh.

Bab 16: Ketahuan?

Baskara tidak kaget saat bertemu Selina di kantin, justru momen ini yang dia tunggu-tunggu. Sejak malam, tepat ketika langkah gadis itu terburu-buru keluar dari Hotel Hamilton, Baskara tahu kehadirannya.

Dress motif bunga dengan cardigan merah, cukuo mencolok untuk diingat, tapi bukan itu yang membuatnya pasti. Di bawah lampu lobi yang terang, wajah Selina terpampang jelas.

Baskara hanya diam, tidak mengejar atau menegur. Baginya, diam adalah cara paling aman untuk mengetes mangsa.

Di kantin yang bising ini, semuanya terlihat lebih jelas. Tatapn Selina yang kaku dan semua tanda kecemasan serta kecurigaan terlihat jelas dari binar matanya.

Baskara menarik kursi, duduk di meja seberang mereka, dan untuk pertama kalinya dia menunjukkan sisi lainnya—bukan Baskara, tapi Leonhard.

Megan sampai menahan nafas merasakan pergeseran atmosfer itu. Yang duduk di seberang mereka punya aura dingin dan misterius. Cara dia menyandarkan lengan di meja dan sorot matanya yang menusuk sangat berbeda dari pesona Baskara yang dikenal.

Selina berusaha menjaga tatapannya tetap normal, tapi tanpa sadar dia malah menatap terlalu lama. Otaknya seolah bekerja seperti mesin scan—dari atas ke bawah dan body language-nya jelas mirip seseorang.

Satu nama muncul di pikirannya.

Leonhard.

Selina buru-buru mengalihkan pandangannya, jantungnya berdebar kencang. Oh… shit… ini otak gua pasti lagi error. Gak mungkin banget, batinnya.

Dia memandang ke luar jendela, mencoba meluruskan pikirannya. Sampai Megan menepuk bahunya.

“Sel…” bisik Megan. Selina menatap Megan yang sedang menunjuk ke samping dengan dagunya—mengikuti arah pandangan Megan yang ternyata Baskara sudah di depan mereka. Selina hampi terloncat dari kursinya karena jarak mereka begitu dekat. Tangan Selina dan Megan saling meremas.

“Boleh saya ganggu sebentar?” Nada bicara Baskara normal, seperti biasanya. Senyuman andalannya juga terparkir di bibirnya.

“Oh. Iya—boleh… Pak,” ujar Selina terpatah-patah. Baskara kemudian melirik ke arah Megan, dan Megan pun langsung mengangguk setuju.

Baskara menarik kursi di depan mereka. Kehadirannya membuat atmosfer meja terjun turun—dingin.

“Thanks.”

Selina memperhatikan Baskara yang begitu dekat dengannya. Matanya melirik lengan Baskara, mencari celah untuk melihat gambar yang waktu itu dia tidak sengaja lihat. Sepertinya Baskara sadar, dia langsung menurunkan lengan kemeja.

“Selina,” panggil Baskara pelan. Perasaan Selina tidak enak. “Saya kemarin lihat kamu sama Vikram di Hotek Hamilton.”

Selina tertegun.

“Shit… gua ketauan?” batin Selina. Dia langsung mengerjap dan berdehem pelan.

“Katanya dia bukan pacarmu… kok ke hotel.” Kalimat Baskara membuat Selina mengerutkan dahi.

Tunggu… maksud percakapan ini mengarah kemana?

“Pak sepertinya bapak salah paham.” Selina menentang duluan sebelum terjadi kesalahpahaman yang panjang. “Oh… no, no, no. Apa yang bapak pikirin sekarang salah besar,” tambah Selina yang tiba-tiba terpikir kalau Baskara memikirkan yang aneh-aneh.

“Saya belum ngomong apa-apa,” ujar Baskara santai samabil bersandar punggung.

“Saya cuma dinner, demi Tuhan.” Selina menjelaskan, tatapannya serius.

Baskara tertawa kecil. Bakara mengangkat alisnya. Air wajahnya masih tenang, tapi tatapannya seperti sedang menggali sesuatu.

“Dinner…” ulangnya seolah tidak percaya. “Tapi kamu keliatan buru-buru waktu keluar dari hotel. Sampai tidak sempat menoleh.”

Selina menelan ludah—mempersiapkan diri untuk mengungkap kebenaran Baskara. Tangannya masih bergandengan dengab Megan di bawah meja. Sedangkan Megan, merasakan keringatnya bercucuran karena tidak tahan dengan atmosfer tegang ini.

“Astaga… bapak ngikutin saya ya?”

“Bukan.” Senyum itu kembali—senyum ramah khas Baskara. “Kebetulan kita di tempat yang sama, lalu saya lihat kamu.”

Baskara kembali bersandar pada kursi, menyimpan rasa kepuasan diri. Baskara mengamati gerak-gerik Selina, memperhatikan bagaimana dia berusaha menutupi dengan suara tegas dengan ekspresi yang terlalu santai. Tapi dia yakin detak jantung mengkhianatinya.

“Maaf kalau lancang. Terus… kepentingan bapak membahas ini apa?” tanya Selina berani.

Baskara tidak menjawab, dia mencondongkan diri dan menatap mata Selina.

“Karena saya ingin tahu apa yang kamu lihat malam itu.” Suaranya menjadi berat dan mengecil, tapi setelah kalimat itu keluar, ekspresinya menjadi normal lagi. Selina semoat tersentak dengan pertanyaannya.

“Hah? Maksud bapak…?”

“Maksud saya…” Baskara menjeda omongannya, merilik ke arah Megan kemudian Selina lagi. Di posisi ini, Megan sudah tidak tahu harus bagaimana. Dia hanya bisa menonton pertunjukan dengan tegang.

“Saya ada di belakang kamu, masa sama sekali gak liat,” tambahnya dengan bada santai dan bercanda.

Selina mengedipkan matanya beberapa kali. Memproses apa yang barusan dikatakan. Perubahan kepribadian Baskara yang acak membuatnya bingung. Kalimat itu seperti dilempat begitu saja, tapi punya bobot yang aneh.

“Saya… gak ngerti,” katanya terdengar lebih defensif daripada yang dimaksud.

Baskara menahan senyum tipis. “Jangan pura-pura gak ngerti kamu.”

Megan otomatis melirik Selina, hampir refleks membela, tapi dia tahu Selina pasti bisa menyelesaikannya sendiri.

Akhirnya Selina memilih untuk tertawa canggung. “Si bapak… kalau saya beneran liat bapak mah… udah saya sapa.”

Baskara mencondongkan tubuhnya sedikit, wajahnya kembali serius.

“Kadang, orang menyimpan sesuatu karena mereka sendiri tidak yakin apa yang dilihatnya.”

Megan menggenggam jarinya lebih erat. Selina diam membeku—sedang menelaah maksud percakapan ini sebenarnya memergoki Selina yang nguping percakapan Baskara atau… masalah Selina tidak menegur Baskara.

Jari-jari Baskara mengetuk meja dengan ritme pelan tapi konsisten. Tatapannya tidak leoas dari Selina. Dia pura-pura berpikir.

Saat ini, Selina tidak melihat pria di depannya itu adalah Baskara, dosen mata kuliahnya—perilakunya terlalu terbalik sebagai Baskara.

“Kamu tipe orang yang jujur kan? Saya bisa baca kamu…” ujarnya, lalu tersenyum jahil, ekor bibirnya terangkat sedikit.

“Tapi, kadang orang jujur pun berbohong kalau belum siap dengan kebenarannya sendiri,” tambah Baskara. Selina belum bersuara, dia sedang berpikir bagaimana cara membalas ucapannya itu.

Bakskara tersenyum puas melihat Selina tidak bergeming. “Relax. Saya bukan nuduh kamu.” Suaranya pelan tapi nadanya menyebalkan.

Dia berhenti mengetuk meja, lalu melipat kedua tangannya di dada. “Saya ini orangnya detail. Permainan kecil pun saya bisa melakukannya.”

Detik ini, Selina sudah bersumpah serapah dalam hatinya. Permaianan katanya. Permainan apa? Justru Baskara yang sedang memaknkan pikiran Selina.

“I’m so sorry, tapi dari tadi saya tidak ngerti bapak nih… lagi bahas masalah apa? Masalah saya dinner di hotel sama Vikram? Masalah saya gak nyampa bapak? Atau… apa?” tegur Selina, suaranya meninggi lebih berani.

Baskara menyeringai, lalu menggeleng. “Saya cuma ngingetin kamu hati-hati, jangan sampai orang lain salah paham.”

Selina menarik nafas panjang, dia benar-benar sudah muak dengan permainan kata ambigu ini. Jadi, lebih baik dia membalikkan permainan.

“Pak Baskara…” ujarnya dengan nada yang sangat tenang. “Bapak itu memang punya bakat bikin orang bingung, ya? Misterius banget. Kadang ramah, kadang… kayak orang lain—yang asli yang mana, Pak?”

Baskara mengigit lidahnya untuk menahan diri. Dia tidak menyangka Selina akan cepat terpancing dari yang dia kira dan dia memutuskan mengikuti alurnya.

Megan melirik kaget ke arah Selina, matanya sedikit membedar dan tangannya mencubit pelan pahanya untuk berhenti berbicara. Selina tersenyum simpul, tidak sudi egonya diinjak-injak.

“Saya gak paham ini gaya mengajar bapak, branding biar mahasiswa respect, atau ada sesuatu yang sebenarnya sengaja bapak sembunyikan.” Selina memainkan alisnya naik-turun, menatap langsung ke mata Baskara. Dia tersnyum menantang.

“Honestly speaking, for someone so-called dosen paling ramah di kampus, bapak jago banget mainin pikiran mahasiswa—nyaris kayak bukan dosen, tapi…” Selina mencondongkan badannya mendekat pada Baskara. Senyumnya gilang dari bibirnya, lalu dia tertawa sarkastik. “Mungkin cuma bapak yang tahu. Siapa… sosok di balik Baskara.”

Kata-kata itu keluar mulus, ambiguitasnya disengaja. Dia sudah terlanjur tercemplung ke kubangan kotor, lebih baik mengikutu alur di depan.

Baskara diam beberapa detik, menatap Selina lebih lama. “Jadi menurut kamu saya misterius?”

Selina mengangguk tanpa menurunkan pandangannya.

“Fine. Kamu bisa berpikir apapun tentang saya.” Baskara tertawa kecil, senyuman terlihat lebih berbahaya.

1
Acap Amir
Keren abis
Seraphina: terima kasih kak🥺
total 1 replies
Desi Natalia
Jalan ceritanya bikin penasaran
Seraphina: terima kasih❤️ pantentung terus ya kak🥺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!