NovelToon NovelToon
Dia Milikku

Dia Milikku

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Idola sekolah
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Caca99

Kisah perjalanan sepasang saudara kembar memiliki sifat yang berbeda, juga pewaris utama sebuah perusahaan besar dan rumah sakit ternama milik kedua orang tuanya dalam mencari cinta sejati yang mereka idamkan. Dilahirkan dari keluarga pebisnis dan sibuk tapi mereka tak merasakan yang namanya kekurangan kasih sayang.

Danial dan Deandra. Meski dilahirkan kembar, tapi keduanya memiliki sifat yang jauh berbeda. Danial yang memiliki sifat cuek dan dingin, sedangkan Deandra yang ceria dan humble.

Siapakah diantara dua saudara kembar itu yang lebih dulu mendapatkan cinta sejati mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 Kehilangan

Begitu kata 'sah' terucap, perlahan mata papa Hendra tertutup, layar monitor disamping kasur rawat papa Hendra pun menunjukkan detak jantung yang perlahan melemah. Semua yang ada didalam ruangan itu berubah menjadi panik. Papa Edgar segera memanggil dokter untuk menangani papa Hendra.

"Dok, dokter...." Papa Edgar berteriak.

Dokter segera masuk dan meminta semua yang ada didalam sana untuk menunggu diluar.

"Nggak, Meldy mau nemenin papa kak." Meldy menolak saat diajak Melvin keluar, dia ingin selalu ada disamping papa Hendra.

"Dek, biarin dokter periksa kondisi papa dulu."

"Kak papa."

"Iya sayang, kita tunggu diluar ya." bunda Kanaya ikut membujuk. Akhirnya Meldy mau menunggu diluar ruangan.

Raut wajah khawatir tak bisa disembunyikan oleh mereka semua, terlebih Meldy dan Melvin. Takut hal terburuk akan terjadi masih menghantui pikiran keduanya.

Pintu ruangan itu terbuka, mereka melihat tiga orang perawat mendorong hospital bed yang diatasnya ada seseorang yang seluruh tubuhnya sudah ditutupi kain.

"Papa....." Meldy dan Melvin langsung mendekati hospital bed itu, Melvin membuka kain penutup wajah jenazah itu, berharap kalau yang terbaring kaku itu bukan papa Hendra. Tapi harapan tinggal harapan, ruangan itu hanya ada satu pasien yaitu papa Hendra.

"Papa, jangan tinggalin kita pa." Melvin mengguncang-guncang tubuh papa Hendra. Tubuh yang terbujur kaku dan bibir serta wajah yang sudah pucat pasi.

Papa Edgar berjalan perlahan mendekati jenazah sahabat nya itu. "Hendra, kenapa kamu pergi secepat ini Hen. Kita baru aja bertemu kembali, bahkan anak kita baru aja menikah."

Meldy terus histeris, ketakutan dia betul-betul terjadi. Memeluk jenazah papa Hendra, dunia Meldy serasa berhenti berputar. Tak ada kata-kata yang terucap dari mulut Meldy maupun Melvin. Memohon agar papa mereka hidup kembali pun tidak akan bisa, semua sudah takdir Tuhan. Meratap pun tak ada gunanya.

Tak dapat lagi mengontrol diri, Meldy dan Melvin tumbang. Melvin terhempas ke lantai sedangkan Meldy berhasil ditangkap oleh Danial.

"Mel." Danial menepuk-nepuk pipi Meldy. Menggendong tubuh wanita yang baru saja menjadi istrinya itu, Danial langsung membawa Meldy untuk mendapatkan perawatan. Sedang Melvin dibantu oleh perawat yang dipanggil bunda Kanaya.

"Bunda temankan mereka, biar kepulangan Hendra papa yang urus." Ucap papa Edgar.

"Iya pa." Bunda Kanaya menyusul Danial dan Dea yang sudah lebih dulu mendampingi Meldy dan Danial.

°°°°

Kediaman keluarga Aldiwara sudah dipenuhi oleh pelayat yang berdatangan. Kabar duka itu benar-benar mengejutkan dunia bisnis. Siapa yang tak mengenal marga Aldiwara, perusahaan besar yang namanya disegani dikalangan para pebisnis. Karangan bunga pun memenuhi perkarangan rumah bahkan hingga ke jalan.

Meldy didampingi bunda Kanaya, Dea, dan Pijar hanya bisa menangis. Sesekali Meldy mencium wajah sang papa. Begitu juga dengan Melvin, walaupun tak dekat dengan Danial, tapi pria itu terus mendampingi Melvin. Kedua sahabat Danial pun ikut hadir disana. Alvi sama Deon juga sudah tau kalau Danial sudah menikah dengan Meldy.

Kini jenazah papa Hendra sudah akan dibawa ke pemakaman keluarga. Pemakaman khusus keluarga Aldiwara. Meldy dan Melvin ikut dimobil papa Edgar sedangkan Danial, Dea dan teman-teman mereka ikut di mobil Danial.

Tak banyak obrolan sepanjang perjalanan menuju pemakaman, suasana begitu hening yang terdengar hanyalah deru suara mobil dan sirine ambulance yang membawa jenazah papa Hendra.

Iring-iringan jenazah pun akhirnya sampai di pemakaman, keranda diturunkan dari mobil ambulance lalu jenazah perlahan dimasukkan kedalam liang lahat. Melvin juga ikut turun mengantarkan sang papa ketempat pembaringan terakhir nya. Tanah sedikit demi sedikit liang kuburan itu sudah tertutup, bersamaan dengan itu, Meldy kembali pingsan. Untung Danial berdiri disamping nya dan menangkap tubuh Meldy.

Danial menggendong tubuh Meldy ala bridal, lalu membawa istrinya itu pulang ke rumah kediaman Aldiwara. Membaringkan perlahan tubuh Meldy di bangku belakang mobil, mata bengkak dan bibir pucar, seperti itulah kondisi Meldy saat ini.

Sesampainya dikediaman, Danial yang tak tau dimana letak kamar Meldy bertanya kepada bibi.

"Bii, bibi."

Bibi yang sedang berkemas dan juga masih ada beberapa pelayat dirumah menghampiri Danial. "Non Meldy kenapa den?." Tanya bibi khawatir.

"Pingsan tadi di pemakaman bi, kamar Meldy dimana bi?." Tanya Danial.

Bibi mengantarkan Danial kekamar Meldy. "Baringkan aja dikasur den, bibi ambilkan minyak kayu putih sebentar ya."

"Iya bi." Lalu Danial ingat kalau Meldy belum makan dari kemaren. "Bi, sekalian sama nasi ya, Meldy dari kemaren belum makan."

Bibi mengangguk patuh. "Baik den."

Danial menatap dalam wajah sendu istrinya itu. "Om, walaupun saya nggak tau apa alasan om menitipkan Meldy kepada saya, tapi karena ini semua amanah saya akan berusaha menjaga Meldy. Tapi, pernikahan ini saya nggak yakin om." Batin Danial, berdiri mematung menatap Meldy. Rasa yang Danial miliki saat ini bukan rasa cinta, melainkan empati.

Bibi kembali dengan membawa minyak kayu putih dan nasi yang diminta Danial tadi. "Terimakasih bi, biar saya yang menemani Meldy." Ucap Danial setelah menerima piring dari bibi.

"Kalau non Meldy sudah sadar kasih tau bibi ya den."

"Iya bi. Bibi fokus aja sama pelayat dibawah."

"Baik den."

Danial mengusapkan sedikit minyak kayu putih itu kehidung Meldy. Ternyata cara itu cukup ampuh, perlahan Meldy mulai membuka matanya.

"Kok gue ada disini?." Tanya Meldy, dia tau sekarang dia ada dikamar nya.

"Tadi lo pingsan di pemakaman." Jawab Danial.

Meldy bangun. "Gue mau kepemakaman lagi." Ucap Meldy lalu ditahan oleh Danial.

"Lo harus istirahat dan setidaknya isi perut lo sedikit. Pemakaman usah selesai yang lain juga udah dalam perjalanan pulang."

"Gue nggak mau, gue mau kepemakaman papa." Meldy tetap ngeyel.

"Makan sedikit Meldy, dari kemaren lo belum makan. Kalau gini lo bisa sakit."

"Gue nggak mau, gue nggak lapar."

"Lo kesana sama siapa? Kalau lo pingsan lagi siapa yang nolongin lo." Danial tetap mencegah Meldy turun dari kasurnya.

"Gue nggak peduli, gue mau ketemu papa. Papa sendirian disana, kalau papa kedinginan gimana? Papa nggak suka dingin Danial."

"Oke oke, lo makan dulu, habis itu gue janji gue yang akan antar lo ke makam."

"Gue nggak lapar."

Danial meletakkan piring berisi nasi itu diatas meja nakas. "Terserah lo, kalau mau pergi, pergi sana sendiri." Danial pergi meninggalkan Meldy, dia keluar dari kamar itu.

"Meldy gimana Dan?." Tanya bunda Kanaya, mereka baru pulang dari pemakaman.

"Di kamar bun, dia ngotot pergi ke makam tapi Danial larang. Disuruh makan dia juga nggak mau."

"Ya sudah, kamu temankan Melvin aja sana, biar Meldy sama bunda." Bunda Kanaya menepuk bahu Danial lalu naik kelantai atas kekamar Meldy.

Tok

Tok

Tok

"Boleh bunda masuk nak?." Bunda Kanaya mengetuk pintu kamar Meldy.

"Boleh tan, masuk aja." Meldy masih belum membiasakan diri memanggil bunda Kanaya dengan sebutan bunda.

"Kata Danial Meldy nggak mau makan." Bunda Kanaya duduk disamping Meldy, menguap rambut menantu nya itu.

"Meldy nggak lapar tan."

"Dari kemaren belum makan loh, sedikit aja ya. Mau bunda suapin?." Meldy masih menggeleng.

"Bunda tau gimana perasaan Meldy. Meldy tau? dulu ayahnya bunda juga meninggal saat bunda seusia Meldy, bunda hanya ditinggal berdua aja dengan kakaknya bunda yaitu mamanya Pijar. Walaupun kita masih memiliki ibu, tapi ibu kita sudah hidup bahagia dengan keluarga barunya, dan dia sama sekali nggak pernah mengunjungi bunda sama kakak bunda."

"Trus apa yang tante lakuin?." Tanya Meldy.

"Bohong kalau bilang kita baik-baik saja setelah ditinggal orang yang tersayang. Rasanya dunia bunda saat itu begitu hancur. Hampir satu bulan lamanya bunda terpuruk dalam kesedihan. Makan nggak selera, sekolah pun bunda nggak pernah datang. Hari-hari bunda cuma dihabiskan didalam kamar, begitu juga dengan kakaknya bunda, kami sibuk dengan perasaan kami masing-masing. Sampai kami lupa kalau hidup harus terus berjalan. Kami memilih bangkit walaupun nggak gampang. Setiap sudut rumah pasti ingat sama ayah, bunda yakin pasti Meldy juga seperti itu."

"Kalau Meldy sedih nggak salah kan tan?."

Bunda Kanaya tersenyum. "Nggak salah sayang, itu wajar. Siapa pun pasti akan sedih dan menangis jika ditinggalkan orang yang mereka sayang. Meldy boleh sedih, tapi jangan berlarut-larut dan merugikan diri sendiri. Sekarang Meldy makan ya, bunda suapin. Nanti janji deh, bunda minta Danial yang mengantar kamu ke makan papa."

"Meldy nggak mau pergi sama kak Danial." Ucap Meldy.

"Ya sudah, kalau sama bunda Meldy mau kan?."

"Nggak ngerepotin tante?." Tanya Meldy ragu.

"Nggak dong sayang, sekarang makan ya." Meldy mengangguk, menerima suapan demi suapan yang diberikan bunda Kanaya.

Sementara itu, Melvin duduk sendiri di taman samping rumah. Danial menghampiri Melvin, dan duduk disamping kakak iparnya itu.

"Gimana Meldy?." Tanya Melvin.

"Sama bunda." Mereka tak sedekat itu hanya untuk sekedar saling basa basi. Tak banyak kalimat yang terucap, Danial dan Melvin hanya diam dengan pikiran mereka masing-masing.

"Setelah ini, apa lo akan bawa Meldy pergi?." Tanya Melvin, mengingat sekarang sang adik sudah menjadi istri orang.

"Gue nggak akan maksa Meldy, senyaman dia aja."

"Tapi lo suaminya."

"Meskipun gue suaminya, tapi pernikahan kita tak didasari oleh cinta, lo sendiri pasti tau lah. Gue nggak akan maksa Meldy harus tinggal sama gue, apalagi dengan situasi sekarang. Gue tau kalau dia pasti masih ingin selalu dekat sama kakaknya."

"Kasih gue beberapa hari untuk terus sama adik gue, setelah semuanya berangsur membaik, gue janji akan mengantarkan Meldy ke lo. Gimana pun, lo adalah suaminya. Suami sah dimata agama." Ucap Melvin. Berusaha bijak kalau saat ini Meldy sudah menjadi hak dan tanggung jawab Danial.

"Nggak usah mikirin itu dulu." Danial berdiri, menepuk bahu Melvin lalu pergi dari sana.

1
Ritsu-4
Keren thor, jangan berhenti menulis! ❤️
Eca99: terimakasih support nya🤗
total 1 replies
Alhida
Aduh, hatiku berdebar-debar pas baca cerita ini, author keren abis!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!