NovelToon NovelToon
ASI Untuk HOT CEO

ASI Untuk HOT CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Arran Lim

Alur cerita ringan...
Dan novel ini berisi beberapa cerita dengan karakter yang berbeda-beda.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arran Lim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Rumah Sakit – Ruang IGD

Suara sirine ambulans yang meraung di kejauhan masih terngiang di telinga keluarga Aditama. Begitu Anna dibawa masuk oleh para perawat, situasi mendadak kacau. Mami Tania menangis tersedu-sedu di pelukan Papi Aditama, sementara Jason berulang kali mengusap wajahnya, mencoba menahan panik.

Pintu IGD tertutup rapat, hanya menyisakan cahaya lampu merah bertuliskan Emergency yang membuat suasana semakin mencekam.

Beberapa saat kemudian, pintu IGD terbuka. Seorang dokter keluar dengan wajah serius. Semua mata langsung tertuju padanya, penuh harap sekaligus cemas.

“Dok, gimana keadaan adik saya?!” tanya Jason cepat.

Dokter menghela napas panjang. “Kondisi pasien kritis. Dia mengalami benturan keras di kepala, tulang rusuk patah, dan ada pendarahan di rongga perut. Kami akan lakukan tindakan operasi segera. Kami butuh persetujuan keluarga.”

Mami Tania langsung limbung, hampir pingsan, membuat Papi Aditama buru-buru menopang tubuhnya. Jason pun panik, tapi berusaha tegar. “Saya tanda tangan, Dok. Lakukan apa pun untuk selamatin Anna.”

“Tolong... apa pun yang dibutuhkan, lakukan. Saya mohon, selamatkan asik saya.” ujar Jason lirih.

Dokter mengangguk singkat lalu kembali masuk ke ruang IGD. Dan tak lama dokter kembali keluar dengan beberapa suster sembari membawa Anna menuju ruang operasi.

Jason dan kedua orangtuanya pun mengikuti.

*********

Nicholas akhirnya tiba di rumah sakit dengan napas terengah-engah. Keringat dingin membasahi pelipisnya karena ia memaksa langkahnya berlari menembus lorong demi lorong. Setibanya di lantai tiga, tepat di depan ruang operasi, pandangannya langsung menangkap sosok Jason yang terduduk pucat bersama kedua orangtuanya.

“Jason... Om, Tante...” panggil Nicholas terbata, suaranya terdengar sesak seiring dengan tarikan napas yang belum teratur.

Kedua orangtua Anna menoleh. Tatapan mereka sendu, penuh duka yang tidak bisa disembunyikan. Nicholas bisa merasakan betapa beratnya perasaan mereka saat itu. Ia segera mendekat dan menjatuhkan diri duduk di samping Jason.

“Jee...” suara Nicholas bergetar, hampir tak keluar. “Gimana ceritanya Anna bisa kecelakaan?”

Jason menghela napas panjang, seperti berusaha menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Anna tadi keluar, Nich... dia pengin beli dessert. Diantar sopir, soalnya gue sama bokap lagi sibuk di kantor. Mami juga nggak bisa bawa mobil, jadi dia pergi bareng sopir. Sekitar sejam dia di luar, kita tiba-tiba dapat kabar kalau Anna kecelakaan. Kondisi mobil parah banget. Keadaan Anna sama sopir juga kritis.” Suara Jason makin lirih, matanya berkaca-kaca. “Polisi masih nyelidikin penyebab pastinya.”

Nicholas spontan menjambak rambutnya sendiri, rasa frustrasi menyelubungi seluruh dirinya. Kepalanya menunduk, napasnya berat.

“Anna lagi ditangani di ruang operasi,” lanjut Jason pelan, suaranya nyaris hanya terdengar sebagai bisikan.

Nicholas mengatupkan kedua tangannya erat, berdoa di dalam hati. “Ya Tuhan... tolong selamatkan dia. Selamatkan calon istriku. Aku mohon”

Suasana di koridor itu penuh dengan kegelisahan. Tidak ada yang berani bersuara terlalu keras, hanya desah napas berat dan sesekali isakan tertahan dari mami Tania.

Tiba-tiba, langkah tegas terdengar menghampiri. Seorang pria berseragam polisi muncul, lengkap dengan map di tangannya. Ia menatap mereka satu per satu sebelum bertanya dengan nada formal.

“Keluarga atas nama nona Anna Aditama?”

“Iya, Pak. Saya ayahnya,” jawab Papi Aditama cepat, meski suaranya goyah.

Polisi itu menghela napas tipis lalu berkata, “Kami ingin menyampaikan hasil awal dari penyelidikan. Ada beberapa kerusakan pada mobil, terutama di bagian rem. Ditambah, dari rekaman CCTV yang kami dapat, kecelakaan ini tergolong kecelakaan tunggal. Tidak ada indikasi mobil melaju terlalu cepat atau melanggar jalur. Semuanya murni akibat kerusakan mobil.”

Jason spontan mengernyit. “Tapi Pak, mobil itu baru aja diservis beberapa hari lalu. Saya juga sering pakai mobil itu, dan selalu baik-baik aja. Remnya bagus, nggak pernah bermasalah.” Suaranya tegas antara heran dan tidak percaya.

“Dan orang rumah juga nggak ada yang pernah ngotak-ngatik mobil,” tambahnya lagi, masih bingung.

Nicholas yang sejak tadi menahan diri, akhirnya angkat bicara. Sorot matanya tajam penuh kecurigaan. “Jee, di toko mana Anna beli dessert?”

Jason menoleh, sedikit heran dengan pertanyaan itu. “Di toko langganan mama, di gang Mekar Sari.”

“Mekar Sari?” ulang Nicholas, alisnya bertaut.

“Iya, Nich. Gang yang pas di samping Bank Sejatehta. Jalannya nggak kecil kok, mobil bisa masuk.”

Nicholas mengangguk perlahan, lalu menatap serius ke arah polisi. “Pak, tolong periksa CCTV di sekitar gang itu. Bisa saja ada orang iseng yang sengaja merusak mobil calon istri saya.”

Polisi itu menunduk singkat sebagai tanda mengerti. “Baik, kalau begitu. Kami akan segera tindak lanjuti. Kami juga akan menghubungi pihak keluarga bila ada informasi tambahan.”

Setelah memberikan jaminan itu, sang polisi pun beranjak pergi meninggalkan mereka yang masih larut dalam kekhawatiran dan doa yang tak kunjung usai.

********

Satu jam kemudian.

Nicholas masih duduk di depan ruang operasi dengan wajah menegang, kedua tangannya tak henti meremas celana kerjanya. Jantungnya seakan berdentum keras setiap detik jarum jam di lorong rumah sakit itu berdetak. Bau obat-obatan yang menusuk hidung membuat kepalanya semakin berat, seolah setiap oksigen yang ia hirup hanyalah pengingat bahwa Anna sedang berjuang di balik pintu ruang operasi.

Jason menunduk, kedua tangannya terlipat di pangkuan, namun sesekali menutupi wajahnya yang memucat. Papi Aditama menggenggam erat tangan istrinya, berusaha menenangkan meski wajahnya sendiri jelas diliputi kecemasan.

Nicholas menatap pintu ruang operasi dengan tatapan kosong.

Tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka. Seorang dokter dengan pakaian operasi lengkap muncul, masker masih menutupi sebagian wajahnya. Semua orang sontak berdiri, tubuh mereka menegang menanti kabar yang bisa mengubah segalanya.

“Dok, gimana keadaan anak saya?” suara papi Aditama terdengar tercekat, penuh harap namun juga ketakutan.

Dokter itu menurunkan maskernya perlahan, wajahnya serius. “Kami sudah berusaha sebaik mungkin, luka yang dialami Nona Anna cukup parah. Ada benturan hebat di kepala, beberapa tulang patah, dan pendarahan internal. Saat ini pasien masih dalam kondisi kritis. Kami sudah berhasil menghentikan sebagian pendarahan, tapi ia butuh pengawasan intensif di ICU.”

Mami Tania langsung menangis, tubuhnya limbung hingga harus ditopang suaminya. Jason menutup wajahnya dengan kedua tangan, bahunya bergetar hebat.

Sementara Nicholas berdiri kaku, matanya berkaca-kaca. “D-dok... apa ada kemungkinan dia bisa sadar?” suaranya terdengar serak, hampir tidak keluar.

Dokter menatap Nicholas, kemudian menoleh pada keluarga lainnya. “Kesempatan selalu ada, tapi saat ini yang terpenting adalah kekuatan pasien. Kita harus menunggu respons tubuhnya dalam 48 jam ke depan. Itu masa-masa paling kritis.”

Nicholas menutup wajahnya dengan tangan. Tubuhnya bergetar hebat, seakan bumi runtuh tepat di bawah kakinya. Ia ingin berteriak, ingin meledak, tapi hanya bisa menahan segalanya di dalam dada.

“Anna, sayang... Bertahan ya, kamu pasti bisa sayang. Jangan tinggalin aku.” batin Nicholas lirih

Lorong rumah sakit kembali sunyi, hanya suara isak tangis mami Tania yang terdengar. Nicholas menatap pintu ruang operasi yang baru saja terbuka, melihat beberapa perawat mendorong ranjang dengan tubuh Anna yang penuh perban dan selang medis.

“Sayang... Baby...” batin Nicholas dengan air mata yang mulai mengalir.

Mereka pun mengikuti para suster yang mendorong ranjang hingga berhenti di depan ruang ICU. Derit roda ranjang yang beradu dengan lantai rumah sakit terdengar menusuk telinga, seakan menjadi irama mencekam yang menandai betapa seriusnya keadaan Anna.

Saat pintu ICU terbuka, para perawat segera mendorong Anna masuk. Aroma steril yang menyengat menyeruak dari balik ruangan itu. Nicholas, Jason, dan kedua orangtua Anna berhenti di depan pintu, menatap dengan hati yang hancur.

“Maaf Pak, Bu. Untuk sekarang anda semua tidak bisa masuk,” ucap salah satu perawat dengan suara lembut namun tegas. “Untuk sementara waktu ruang ICU hanya boleh dimasuki oleh tenaga medis. Silakan tunggu di luar, kami akan memberikan kabar jika ada perkembangan.”

Pintu itu kemudian tertutup rapat, meninggalkan mereka dengan rasa sesak yang semakin menekan.

Mami Tania langsung terduduk di kursi tunggu yang tersedia di depan ruang ICU. Air matanya jatuh tanpa henti, bahunya terguncang oleh tangis. “Tuhan... kenapa harus anakku? Tolong selamatkan Anna...” isaknya lirih.

Papi Aditama berusaha menahan air mata meski matanya juga memerah. Ia menggenggam erat tangan istrinya, mencoba memberikan kekuatan, padahal hatinya sendiri terasa remuk.

Jason berdiri mematung, tangannya mengepal kuat hingga buku-bukunya memutih. Ia menatap pintu ICU dengan pandangan kosong, seolah menahan rasa bersalah yang membakar dadanya.

Sementara itu, Nicholas tak beranjak sedikit pun dari depan pintu. Kedua tangannya menempel pada kaca kecil di pintu ICU, berusaha melihat sekilas sosok Anna di dalam sana. Tapi yang terlihat hanya bayangan samar para perawat yang sibuk bergerak cepat di sekitar tubuh lemah Anna.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!