Elang Langit Perkasa, sifat yang dimiliki Elang sangat sesuai dengan namanya. Bebas, kuat dan juga pantang terkalahkan. Dan yang membuatnya semakin brutal karena terlahir di keluarga Mafia.
Dari sekian banyak wanita yang mendekatinya, hanya seseorang yang bisa mencuri hati Elang, Raysa Putri Ayu. Wanita yang dia temui di waktu yang salah, wanita yang menyelamatkan nyawanya. Tapi untuk mendapatkan Raysa tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh perjuangan ekstra dan juga air mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MJ.Rrn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maafkan Aku, Elang.
Gavin dan Nando menggelengkan kepala melihat kondisi mobil Elang dan juga Raysa, mobil Raysa hancur di bagian depan, sedangkan mobil Elang sangat parah.
“Kalian ngapain lagi sih? Kenapa bisa sehancur ini. Lang lu sadar tidak, tindakan lu bisa berakibat fatal kepada kalian berdua.” Omel Gavin.
“Berisik lu.” Balas Elang.
“Ayo pulang.” Ajak Elang menatap Raysa, Raysa menggelengkan kepala.
“Aku pulang naik taxi saja, kak Gavin besok aku ke bengkel ya.” Jawab Raysa menolak.
Elang tersenyum tipis, pria itu segera berdiri dan membuka pintu mobil Raysa. Elang mengambil tas Raysa dan kembali menutup pintu itu.
“Kamu pikir aku akan mendengarkan perkataanmu.” Ucap Elang, dia segera menggendong Raysa dan memasukkan ke dalam mobil Gavin.
“Kak, aku tidak mau.” Teriak Raysa memberontak, Elang mengabaikan dan segera menutup pintu mobil.
“Kalian urus kedua mobil itu.” Ucap Elang kepada Gavin dan Nando yang masih menatap heran kearahnya.
“Gila lu, gila.” Balas Nando, Elang tertawa lepas dan segera masuk kedalam mobil melaju pergi dari sana.
….
“Kalian ini apa-apaan sih, seperti anak kecil saja.” Omel Bastian ketika mengobati Elang.
Tadi di perjalanan menuju rumah Elang, Raysa mengirim pesan kepada Bastian dan meminta Bastian untuk datang ke alamat yang dia berikan. Raysa butuh bantuan seseorang untuk mengobati Elang karena kondisinya juga tidak baik-baik saja.
Elang membalas dengan senyuman nakalnya menatap kearah Raysa, sedangkan Raysa membalas dengan tatapan sinis.
“Salahkan Raysa.” Ucap Elang santai, Raysa melototkan mata terkejut mendengarnya.
“Seharusnya kamu beri Raysa waktu dan ruang untuk sendiri, bukannya mendesak terus.” Balas Bastian membela Raysa.
Bastian sudah mengetahui permasalahan yang sedang dialami oleh Raysa. Tadi selama di rumah sakit, Raysa banyak bermenung. Bastian yang penasaran akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, Raysa awalnya sempat ragu untuk bercerita tapi akhirnya Raysa menceritakan semuanya. Bastian berusaha untuk memahami dan mengerti, tapi Bastian tetap mengingatkan kalau tidak mudah berurusan dengan Elang. Elang memiliki sifat ambisius yang luar biasa, dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan yang dia inginkan.
“Tidak, memberi ruang untuk berpikir sama saja membiarkan dia pergi.” Ucap Elang tegas, Raysa menghela nafas mendengarnya.
“Lang sebaiknya kamu besok ke rumah sakit untuk melakukan check up lengkap, takutnya ada luka dalam.” Ujar Bastian setelah selesai mengobati Elang.
“Tidak perlu.”
“Harus.” Sela Raysa meninggikan suaranya seakan dia memerintah Elang.
“Aku baik-baik saja sayang.” Balas Elang tersenyum tipis.
“Terserah, kalau kamu tidak mengikuti perkataan dokter Bastian maka aku akan benar-benar pergi untuk selamanya.” Ancam Raysa, Bastian sampai tertawa geli mendengarnya.
“Oke..oke..tapi bersama kamu.” Ucap Elang.
“Kalian ini ribut terus, kapan sih akurnya. Saya capek mendengarnya, sebaik saya pulang. Oh..iya rumah kamu bagus ya Lang.” Sela Bastian sembari membereskan semua peralatannya.
“Bukan rumah gue.” Balas Elang.
“Lah, lalu ini rumah siapa?” Tanya Bastian heran.
“Rumah Raysa, rumah ini mahar gue untuk dia.” Jawab Elang santai, Raysa kembali terpana mendengarnya.
“Terserah kamu sajalah, saya pulang dulu.” Balas Bastian segera bangkit dan melangkahkan kakinya.
“Dokter, saya ikut dokter ya.” Pinta Raysa juga berdiri.
“Dimana hati nuranimu sebagai seorang dokter, apa kamu akan meninggalkan pasien kamus sendirian.” Sela Elang mencegah Raysa.
“Aku juga pasien disini bukan hanya kamu.” Bantah Raysa kesal.
“Ray kamu disini saja, saya malas berurusan dengan dia.” Ucap Bastian menengahi keduanya, Bastian kembali melanjutkan langkah pergi.
Elang tersenyum tipis beranjak dari sofa menuju kamar, pria itu ingin mengganti pakaiannya yang kotor dan berlumur darah. Sedangkan Raysa masih duduk di sofa dengan wajah manyun.
“Elang….aku mau pulang.” Teriak Raysa menggelegar seperti orang kesetanan, Elang tertawa lepas keluar dari dalam kamarnya bertelanjang dada.
“Coba saja kalau berani.” Balas Elang menatapnya.
“Kamu ini.” Teriak Raysa lagi, Raysa akhirnya juga masuk kedalam kamar untuk mengganti bajunya.
“Elang….aku lapar.” Raysa kembali berteriak dari dalam kamar mandi, Elang sampai terkejut.
Elang tersenyum menggelengkan kepala melihat tingkah Raysa, Elang segera mengambil ponsel dan meminta seorang anggotanya untuk membelikan makanan dan mengantarkan ke rumahnya.
Setelah makan malam bersama, Raysa kembali masuk kedalam kamar dan berbaring di ranjang. Sampai detik ini dia masih kesal dan marah kepada Elang, Raysa masih mendiamkan pria itu.
Elang juga diam, membiarkan Raysa melampiaskan kemarahannya. Tidak masalah bagi Elang, asalkan Raysa tetap di dekatnya dan bersamanya.
Elang dan Raysa sama-sama berbaring, Raysa sengaja menjadikan bantal guling sebagai pembatas. Elang berusaha memejamkan mata, walau dia terlihat kuat tapi dia tetap merasakan sakit disekujur tubuhnya. Elang tidak berniat untuk mengganggu Raysa, dia paham kalau mereka berdua butuh istirahat setelah melewati kejadian tadi sore.
Satu jam berlalu, dengkuran halus Elang terdengar oleh Raysa, Raysa kembali kesal karena Elang bisa dengan mudah terlelap sedangkan dia tidak. Raysapun kembali berteriak keras untuk meluapkan kekesalannya, Elang bahkan sampai terkejut dan segera membuka mata.
“Elang….kamu gila.” Teriak Raysa menggelegar.
“Astaga Raysa, kamu mau apa lagi sayang? Kamu kenapa teriak-teriak terus.” Tanya Elang heran.
“Aku marah sama kamu.” Jawab Raysa.
“Iya aku tahu, tapi kenapa teriak-teriak sayang.”
“Ya habisnya kamu bisa tidur, tapi aku tidak.” Balas Raysa menatap sinis kepadanya, Elang tertawa lepas dan segera memindahkan guling. Elang merentangkan tangannya dan mengangkat sedikit kepala Raysa.
“Bilang saja tidak bisa tidur karena mau dipeluk.” Ucap Elang.
“Tidak.” Bantah Raysa.
“Ray sebaiknya kita istirahat, badan aku sakit Ray.” Pinta Elang dengan wajah memelas.
“Bisa juga kamu merasakan sakit, katanya kebal.” Ejek Raysa.
“Aku juga manusia sayang, aku bukan robot.” Balas Elang menarik tubuh Raysa dan memeluknya, Raysa langsung terenyuh mendengar perkataan Elang.
“Sakitnya dimana?” Tanya Raysa pelan.
“Semuanya, tapi yang paling sakit disini.” Jawab Elang menunjuk kearah dadanya.
“Pasti karena terbentur.” Sambung Raysa, Elang menggelengkan kepala.
“Bukan.”
“Terus kenapa?”
“Karena kamu yang berusaha menghindari aku.” Jawab Elang, Raysa terdiam mendengarnya.
“Kamu tidak perlu menjelaskan apa-apa dulu sekarang, sebaiknya kita tidur.” Sambung Elang mengakhiri perkataannya, Elang kembali memejamkan mata.
Raysa masih terdiam menatap wajah Elang yang sejajar dengannya, terlihat jelas kekecewaan dari raut wajah Elang. Raysa merasa sangat bersalah, tapi dia juga dalam posisi yang bimbang. Di satu sisi Raysa tidak ingin mengecewakan keluarganya, tapi di sisi berbeda Raysa marah kepada dirinya karena telah membuat Elang sedih dan kecewa.
“Maafkan aku Elang.” Gumam Raysa didalam hati, Raysa menyentuh wajah Elang dengan jari jemarinya.
…..
Di sudut kota berbeda, di sebuah mobil berwarna hitam yang terparkir didepan sebuah Club malam, Heru terlihat fokus memperhatikan targetnya. Sudah dua jam lebih Heru disana dan sampai detik ini Angga belum juga keluar dari tempat itu. Heru sangat penasaran, tapi anggota yang masuk kedalam juga belum keluar.
“Kalau pria itu mendatangi tempat ini, sudah dipastikan kalau dia bukan pria baik-baik. Bukannya mereka sudah mau menikah, jadi untuk apa dia kesini. Mencari kesenangan sesaat, bangxxx itu sama saja lu bermain api. Selingkuh namanya.” Umpat Heru sembari tertawa licik.
Bersambung...