Setelah kematian ayahnya, Renjana Seana terombang-ambing dalam kehidupan tak terarah, gadis yang baru menginjak umur 20 an tahun dihadapkan dengan kehidupan dunia yang sesungguhnya disaat ayahnya tidak meninggalkan pesan apapun. Dalam keputusasaan, Renjana memutuskan mengakhiri hidupnya dengan terjun ke derasnya air sungai. Namun takdir berkata lain saat Arjuna Mahatma menyelamatkannya dan berakhir di daratan tahun 1981. Petualangan panjang membawa Renjana dan Arjuna menemukan semua rahasia yang tersimpan di masa lalu, rahasia yang membuat mereka menyadari banyak hal mengenai kehidupan dan bagaimana menghargai setiap nyawa yang diijinkan menghirup udara.
by winter4ngel
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ela Safitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Putus asa
Terkadang perasaan tak berujung itu terasa sangat menyesakkan dan hampa, saat semuanya tidak berjalan sesuai harapan. Desakan dan tekanan terus terasa memabukkan, kapan skripsi selesai, kapan mendapatkan pekerjaan, kapan dan kapan. Sedangkan yang ditanya sibuk dengan pikirannya sendiri, sudah satu tahun sejak kematian Sadewa. Renjana baru saja mendapatkan gelar sarjananya sesuai dengan target yang dia inginkan, walaupun tanpa ayah. Tapi dunia tidak berhenti begitu saja, dunia tetap terus berjalan, hanya ayahnya yang berhenti. Namun, Renjana merasakan bahwa dirinya dan hidupnya juga berhenti seakan hanya berjalan di tempat. Mungkin Sendu tidak menginginkan banyak hal pada putrinya, tapi pandangan orang lain membuat Renjana terombang-ambing di lautan luas penuh dengan hiu ganas.
Semua orang yang pernah merasakan bagaimana sulitnya kehidupan, akan merasakan apa yang Renjana rasakan. Tapi bagi beberapa orang yang hidup di aliran sungai dengan arus tenang, berusaha terus menekan orang lain berjalan di jalan yang tidak diinginkan. Terkadang beberapa orang mencari celah orang lain untuk dijatuhkan hanya karena ingin berusaha lebih baik dari sebuah kesalahan yang ditutupi dengan apik.
Orang tua yang melindungi anaknya dari perilaku buruk dengan menjatuhkan anak lain yang tidak memiliki alat pembela, anak lain yang berusaha tetap waras di tengah langkahnya yang tidak terarah karena sendirian. Renjana merasakan bagaimana sulitnya hidup sendiri, sulitnya bertemu banyak orang. Saat Sadewa masih hidup, pria paruh baya itu selalu menjadi perisai kokohnya. Sekarang perisai itu telah hilang, Renjana terus ditusuk berkali-kali, ditembak berkali-kali, rasanya sakit tapi tidak berdarah.
Kadang pikiran untuk mengakhiri hidup itu datang menghampirinya, rasanya lebih baik mati dengan tenang, dia tidak peduli apakah orang lain mengkhawatirkannya atau tidak, dia tidak takut apapun. Jangankan untuk takut mati, Renjana lebih takut tidak jadi apapun dan tidak bisa melakukan apapun.
Saat melihat lautan, bayangan Renjana hanyalah tenggelam di dalamnya. Saat melihat jalanan, bayangan Renjana hanya tertabrak truk yang berjalan berlawanan arah dengannya. Kematian itu terasa tidak menyedihkan untuk Renjana, kematian itu adalah harapan besar untuk Renjana bisa di hampiri tanpa berusaha melakukan apapun.
“Kerja dimana sekarang? Udah lulus kan?.”
“Udah tante, masih proses nyari kerja.”
“Kalau nggak dapet kerja, nikah aja. Percuma kerja akhirnya juga jadi ibu rumah tangga, lagian kenapa juga sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya di dapur.” Ucap salah satu kerabat Renjana dari pihak ayah yang keluarganya bahkan tidak sempurna.
Hidup itu cara pandang dari ucapan orang, biasanya orang yang mengatakan hal buruk pada orang lain tandanya mereka lebih buruk dari itu sehingga berusaha mendapatkan teman untuk jatuh bersama. Sama halnya dengan kerabat Renjana, mereka tidak lebih baik dari Renjana, tapi berusaha memberikan saran yang sebenarnya menarik Renjana kedalam lubang yang sama.
Beruntung Renjana diajarkan bagaimana sopan santun pada orang yang lebih tua, dia tidak akan menjawab hal yang tidak perlu dijawab, dia hanya akan tersenyum untuk hal yang hanya pantas dijawab oleh senyuman. Hidup itu sebenarnya perkara mudah, tapi bagi Renjana tidak. Masa depan adalah perkara yang sangat sulit, lebih sulit dari bayangannya. Dia tidak pernah berpikir akan terjatuh sedalam ini hanya karena kehilangan ayahnya, dia ingin setidaknya kembali membawa Sadewa di sisinya atau dia yang ikut dengan Sadewa pergi.
Keluarga Renjana sekarang hanya ada Sendu, ibunya. Tapi bahkan sejak dulu Sendu lebih sayang kepada Rama, kakaknya. Tidak banyak yang bisa Renjana katakan mengenai Rama, sejak kecil mereka tidak dekat, mungkin karena jarak umurnya yang lumayan jauh sehingga tidak ada kesempatan untuk Renjana dan Rama dekat seperti adik kakak pada umumnya. Jika adik kakak yang lain akan bertengkar karena hal sepele, rebutan remot tv atau rebutan paha ayam, Renjana dan Rama saling canggung seakan mereka adalah orang asing yang diharuskan hidup untuk saling berinteraksi.
Tapi faktanya banyak ibu lebih sayang kepada anak laki-laki, sedangkan banyak ayah lebih sayang kepada anak perempuannya. Walaupun tidak bisa dipukul rata semua seperti itu, tapi kebetulan Renjana merasakan itu. Sayangnya Sadewa tipe ayah yang cuek dan keras dalam mendidik anak, sehingga Renjana tidak merasa bahwa Sadewa menyayanginya. Hingga saat pria paruh baya itu benar-benar meninggalkannya di dunia ini, Renjana baru menyadari bahwa semua yang Sadewa lakukan semata-mata untuk Renjana bisa hidup lebih baik dan menjadi orang yang lebih baik.
Ada beberapa hal yang sulit untuk diwujudkan, ada beberapa hal menekan seseorang untuk jatuh lebih dalam. Perasaan Renjana hancur berantakan, bukan karena patah hati, tapi karena frustasi. Kalimat semua orang yang menjatuhkannya lebih dalam saat dia terpuruk, bukannya mendapatkan ketenangan, Renjana malah mendapatkan hal sebaliknya. Dia tidak peduli kapan dia bisa bekerja setelah lulus kuliah, dia tidak peduli apakah membutuhkan satu tahun atau dua tahun untuk mendapatkan pekerjaan yang dia inginkan. Hanya saja semua orang menekannya seakan-akan dia sedang berada di fase menyusahkan.
Renjana pikir dapat atau tidaknya pekerjaan, tidak akan mengubah apapun untuk orang lain. Baik sekarang atau nanti, Renjana tidak akan memberikan kontribusi yang menguntungkan untuk orang lain yang sedang membicarakannya. Tapi semakin hari semua itu menekannya, bahkan Renjana takut untuk mendatangi rumah kerabat jauh hanya karena pertanyaan kenapa ga kerja, kapan kerja, kerja dimana, kapan nikah dan lain sebagainya. Renjana sangat muak dengan semua itu, dia sudah kesulitan saat ini, ditambah dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Semua orang tidak akan tahu berapa banyak dia mengajukan lamaran pekerjaan, berapa banyak dia melakukan tes kerja, dan berapa banyak dia bertemu untuk wawancara HRD. Renjana tahu bahwa dia tengah berproses, tapi semua orang tidak butuh proses, mereka hanya butuh hasilnya saja, sama seperti anak kecil yang harus mendapatkan peringkat pertama tanpa harus menjelaskan bagaimana prosesnya.
Angin menerpa rambut panjangnya, suara deburan ombak sama sekali tidak mengusik indra pendengarannya, kepalanya seakan kosong. Perlahan dinginnya air laut menyentuh kakinya, semakin tinggi dan terus menenggelamkan tubuhnya, tatapan Renjana masih kosong, pikirannya benar-benar melayang hingga nafasnya mulai tercekat. Perlahan air matanya jatuh membasahi pipi, air telah menenggelamkan hampir seluruh tubuhnya saat tiba-tiba hujan turun. Wanita itu mendongakkan kepala keatas, melihat langit yang sudah gelap, sedangkan air hujan mulai membasahi wajah melebur menjadi satu dengan air matanya.
Renjana memejamkan mata, dinginnya air lautan mulai menenggelamkan seluruh tubuhnya. Air yang semula hanya mengenai kulit, mulai masuk kedalam rongga, nafasnya tercekat. Sebuah sentuhan melingkar di pergelangan tangannya, mata Renjana yang semula terpejam, mulai terbuka. Dalam kegelapan dia sadar bahwa ada yang memegang pergelangan tangannya, walaupun tubuhnya semakin jauh masuk ke dalam air.
Rasa sesak itu mulai menghampirinya, Renjana tau bahwa hari ini dia akan mati. Harapan bahwa semuanya berakhir lebih baik setelah ini, dia berharap setidaknya semua orang akan melupakan kisahnya perlahan, seperti semua orang yang melupakan kisah Sadewa. Saat manusia mati, maka dunia akan terus berputar, kehidupan akan tetap berjalan. Sekarang Renjana lebih tenang walaupun dia tidak pernah merasakan bahagia di dunia, setidaknya sekarang semuanya telah berakhir. Padahal Renjana hanya ingin hidup mengejar impiannya, tapi semua orang berusaha mengejarnya seakan dia adalah buronan yang harus segera masuk kedalam penjara.
Kematian Renjana bukan salah siapapun, kematian itu adalah takdir, namun cara bagaimana dia menjumpai waktunya adalah sebuah pilihan dan Renjana memilihnya lebih cepat. Hanya perihal bahwa Renjana tidak ingin berlama-lama pada kisahnya yang tidak ingin dia kejar lagi, masalahnya sekarang sudah berakhir di dunia, dia hanya berusaha menghadapi yang tersisa yaitu akhir sebuah kehidupan yang sesungguhnya.