Setelah enam tahun menjalani hubungan jarak jauh, Raka dan Viola kembali dipertemukan. Namun cinta tak selalu berjalan mulus, mereka harus menghadapi tantangan dan rintangan yang menguji kekuatan cinta mereka.
Apakah cinta mereka akan tetap kuat dan bertahan, ataukah jarak akan kembali memisahkan mereka selamanya?
"Nggak ada yang berubah. Love only for you, Viola. Hanya kamu..." ~Raka.
🍁🍁🍁
Novel ini merupakan Sequel dari novel yang berjudul 'Sumpah, I Love You'. Selamat menyimak dan jangan lupa tinggalkan jejak. 😇😇😇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 : LOFY
Setelah beberapa menit mengendarai, Leo akhirnya tiba di rumah yang ditempati oleh mama dan adiknya. Dia memarkir mobilnya dengan keras, lalu keluar dari mobil dengan wajah yang masih memerah karena amarah.
Pikiran tentang pertengkaran dengan Alya masih membara di dalam hatinya, membuatnya semakin kesal dan marah. Dia sengaja memilih pergi karena ingin menjauh dari Alya untuk sementara.
Dengan langkah yang berat, dia memasuki rumah, mencari tempat untuk menenangkan diri dan meluapkan emosinya. Tamara yang sedang duduk santai menonton televisi segera bangun untuk melihat siapa yang datang berkunjung ke rumahnya.
"Leo, kamu kenapa, Nak? Kenapa wajah kamu kesal begitu?" Tanya Tamara khawatir.
"Ma." Leo memeluk mamanya, menumpahkan air matanya dipelukan wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. "Maafin Leo, Ma. Leo benar-benar minta maaf..."
Tamara mengusap-usap lembut punggung putranya, "Kenapa harus minta maaf, Sayang. Ayo cerita sama Mama, apa kamu bertengkar dengan Alya?"
Leo melepaskan pelukannya, menganggukkan kepalanya. Merasa hangat saat tangan mamanya menyentuh wajahnya dan mengusap air mata yang membasahi pipinya.
Sebelum melanjutkan obrolan, Tamara lebih dulu mengajak putranya duduk. Meminta mbak Asih untuk membawakan air putih supaya putranya sedikit lebih tenang.
"Leo, kalau ada masalah kenapa tidak kamu selesaikan baik-baik dulu sama istri kamu?" ucap Tamara setelah Leo meminum air putih itu hingga habis dan membiarkan putranya untuk tenang sejenak. "Jangan main pergi-pergi seperti ini sayang. Kasihan, Alya juga pasti sedang merasa sedih sekarang karena kamu pergi dari rumah."
"Tapi kali ini Alya sudah benar-benar keterlaluan, Ma. Dan aku sudah berada di ambang batas sabarku." Leo menoleh, suaranya terdengar sedikit lebih tenang meskipun kilatan amarah masih terpancar dikedua matanya.
Leo meraih tangan mamanya yang ada di atas pangkuan dan menggenggamnya erat. "Untuk sementara Leo tinggal disini dulu ya, Ma? Leo ingin menenangkan diri dulu,"
Tamara menarik napas dalam-dalam, perasaan campur aduk memenuhi hatinya. Dia tahu bahwa putranya sudah dewasa dan sudah memiliki tanggung jawab sendiri, yaitu tanggung jawab terhadap Alya, istrinya.
Namun, Tamara juga tidak bisa menolak keinginan putranya. Akhirnya wanita itu mengangguk menyetujui. Dia percaya putranya pasti dapat menangani tanggung jawabnya tersebut, mungkin sekarang Leo memang hanya butuh waktu dulu untuk sendiri.
"Ya sudah, Mama akan minta mbak Asih untuk siapin kamar buat kamu."
-
-
-
Setelah film selesai, Raka dan Viola keluar dari bioskop dan berjalan menuju food court yang terletak di lantai bawah bioskop. Memilih bangku kosong untuk mereka duduki dan memesan dua porsi nasi goreng seafood serta dua gelas es lemon tea saat seorang pelayan datang untuk menanyakan menu makanan yang akan mereka pesan.
"Tadi filmnya bagus ya?" tanya Viola disela-sela makan mereka. "Tapi sayang akhirnya harus sad ending. Padahal mereka udah pacaran lama, tapi kenapa harus dibuat akhirnya hidup bahagia dengan pasangan baru masing-masing sih."
"Itukan cuma film, suka-suka sutradara dan penulisnya lah mau dibuat bagaimana," jawab Raka dengan santainya.
"Ikh, kok kamu jawabnya gitu sih!" Viola memasang wajah masam, merasa tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Raka.
Raka terkekeh kecil, "Ya memang aku harus jawab gimana, Cantik? Apa aku harus nemuin sutradara dan penulisnya untuk merubah alur ceritanya? Tapikan filmnya udah ditayangkan dan udah banyak yang nonton juga,"
Raka menegakkan duduknya, menatap Viola yang duduk di hadapannya dengan wajah masam dan mulut sedang mengunyah nasi goreng. "Jangan bilang kamu lagi nyamain cerita di film tadi dengan cerita hidup kita ya?"
"Heuh," Viola mendongak, menghentikan kunyahan di mulutnya."Kok dia bisa tahu sih,"
"Kamu sekarang udah jadi paranormal ya?" tanya Viola.
Raka hanya tersenyum, meletakkan sendoknya di atas piring dan menopang dagunya dengan kedua tangan yang saling mengerat. "Bukan paranormal, tapi memang udah ketebak dari ekspresi wajah kamu, Sayang."
"Hem," Viola berusaha untuk menahan senyumnya, "Sok tau, ah." lanjutnya lalu menyendok nasi goreng lagi kedalam mulutnya.
...--------...
Waktu sudah menunjukkan pukul 21.15 ketika mereka sudah selesai makan. Raka langsung mengajak Viola pulang karena sudah malam dan besok kekasihnya itu juga harus pergi bekerja. Dia tidak ingin Viola sampai bangun kesiangan dan telat pergi ke kantor.
Raka menghentikan mobilnya tepat di depan pintu gerbang rumah Viola. "Aku antar kamu masuk sampai dalam, setelah itu aku langsung pulang ya?" tanyanya setelah mematikan mesin mobil.
Namun pandangan Viola kini tengah terkunci pada mobil berwarna silver yang terparkir di halaman rumahnya. Dia yang sejak dijalan tadi terus bercerita seperti burung beo yang tidak mau diem kini menutup mulutnya rapat-rapat.
"Hei, kenapa?" Raka mengusap rambut Viola, membuat gadis itu terkesiap dan menoleh cepat ke arahnya.
"Ka..." panggilnya pelan, matanya mulai berkaca-kaca. "Didalam sepertinya ada kak Leo."
Raka menatap sekilas ke arah mobil yang terparkir di halaman rumah, lalu kembali mengunci pandangannya pada wajah kekasihnya. "Lalu? Mungkin aja kakak kamu sengaja datang berkunjung untuk melihat keadaan kamu dan mama kamu."
Viola menggeleng pelan, "Ada sesuatu yang belum aku ceritain sama kamu. Sebenarnya... Awalnya kak Leo meminta aku dan mama untuk tinggal di rumahnya. Tapi hari itu, aku tidak sengaja mendengar pertengkaran kak Leo dan kak Alya didalam kamar. Kak Alya merasa keberatan kalau aku dan mama ikut tinggal sama mereka... Aku..."
Viola tak sanggup melanjutkan ucapannya saat air matanya berhasil lolos tanpa permisi, "Saat itu aku benar-benar merasa sendiri, apalagi saat papa kamu menemuiku dan memintaku untuk menjauhi kamu. Aku nggak bisa, Ka..." suaranya bergetar, air matanya terus menetes.
Raka membimbing kepala Viola untuk menyender di dadanya, membiarkan gadis itu menumpahkan tangisnya dalam dekapannya. "Mulai sekarang jadikan aku rumah pertama bagi kamu. Saat kamu sedih atau ada masalah, jadikan aku sebagai orang pertama yang kamu cari. Aku akan tetap ada disana, Viola. Untuk kamu, dan hanya untuk kamu."
Suasana hening sesaat sebelum Raka melanjutkan kembali ucapannya.
"Sekalipun papaku menentang hubungan kita. Aku akan terus berdiri disana dengan menggenggam tangan kamu, membiarkan kamu untuk tetap ada di sisiku." suaranya pelan namun tegas, penuh keyakinan.
Bibirnya dia daratkan di rambut Viola, mengecupnya cukup lama. "Sekarang aku antar kamu masuk ya? Besok pagi aku jemput lagi."
Viola mengangguk, menjauhkan tubuhnya dan merasa lebih tenang saat tangan Raka menyentuh wajahnya untuk menghapus air matanya. Membiarkan tatapan mata saling bertemu untuk beberapa detik.
"Udah, jangan nangis lagi. Nanti dikira Mama kamu aku ngapa-ngapain kamu lagi," ucap Raka mencoba untuk menghibur.
Viola tersipu, "Ish, udah romantis endingnya malah nggak enak."
Raka tertawa, mengusap-usap gemas rambut Viola. "Ya udah ayo turun, ini udah lewat dari jam sepuluh malam."
Mereka bergegas turun dari dalam mobil dan berjalan ke arah teras rumah. Suasana rumah sudah sangat sepi karena mungkin Tamara juga sudah tidur, hanya mbak Asih yang datang untuk membukakan pintu saat mendengar suara bel rumah berbunyi.
"Aku pulang ya," Raka mencium kening Viola sebelum pergi.
"Hati-hati, kalau udah sampai kabarin aku,"
Raka mengangguk, melangkahkan kakinya mundur beberapa langkah sebelum akhirnya berbalik dan naik ke dalam mobilnya kembali. Melajukannya mobilnya pergi meninggalkan area rumah tersebut.
"Cie-cie yang lagi diantar pulang sama yang beb," goda mbak Asih.
"Ikh, apaan sih Mbak." Viola tersipu malu. "Oya, Mama mana?" tanyanya sambil melangkah masuk ke dalam rumah dengan diikuti oleh mbak Asih dibelakangnya.
"Ibu ada dikamar, Non." jawab Mbak Asih. "Non Vio butuh sesuatu?"
Viola menggeleng cepat, berbalik menatap mbak Asih yang baru saja selesai mengunci pintu. "Nggak, aku mau langsung tidur aja, Mbak. Capek."
"Jangan lupa mimpiin ayang beb'nya ya, Non...!" teriak mba Asih saat melihat nona mudanya itu sudah melangkah menaiki tangga.
Viola mengangkat tinggi satu tangannya sebagai jawaban, senyum bahagia terus terpancar di wajahnya yang terlihat sudah sangat lelah. Malam ini dia merasa sangat bahagia karena telah menghabiskan malam romantis bersama dengan Raka.
-
-
-
"Raka, Papa ingin bicara sama kamu."
.
.
...🍁🍁🍁...
. ketika dia tergoda, ya lupa diri.. sama kyk si onoh yg tergoda menjadi bayi gula/Joyful//Joyful/
kasih banget ayahe vio
semoga Raka n Leo cepat mendapatkan bukti2 biar ketahuan biang keroknya
kamu nya salah,dari pertama main terima jodoh aja...
udah tau anakmu punya Viola...
ya udah la,kamu aja yang nikahi Tiara 😆
gak heran anaknya ulet bulu ,kan bapaknya iblis
orang baik akan selalu dikelilingi orang baik
mam to the pusss