NovelToon NovelToon
The Great General'S Obsession

The Great General'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Obsesi / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sungoesdown

Wen Yuer dikirim sebagai alat barter politik, anak jenderal kekaisaran yang diserahkan untuk meredam amarah iblis perang. Tetapi Yuer bukan gadis biasa. Di balik sikap tenangnya, ia menyimpan luka, keberanian, harga diri, dan keteguhan yang perlahan menarik perhatian Qi Zeyan.

Tapi di balik dinginnya mata Zeyan, tersembunyi badai yang lambat laun tertarik pada kelembutan Yuer hingga berubah menjadi obsesi.

Ia memanggilnya ke kamarnya, memperlakukannya seolah miliknya, dan melindunginya dengan cara yang membuat Yuer bertanya-tanya. Ini cinta, atau hanya bentuk lain dari penguasaan?

Namun di balik dinding benteng yang dingin, musuh mengintai. Dan perlahan, Yuer menyadari bahwa ia bukan hanya kunci dalam hati seorang jenderal, tapi juga pion di medan perang kekuasaan.

Dia ingin lari. Tapi bagaimana jika yang ingin ia hindari adalah perasaannya sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sungoesdown, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jiwa Yang Bersih

Rencana awal Zeyan adalah pagi ini juga mereka meninggalkan Haeyun, tapi ia menundanya sesuai permintaan Jinhwa semalam. Namun, pagi ini Zeyan sempat berubah pikiran bahwa akan lebih baik bagi Yuer meninggalkan Haeyun lebih cepat setelah kejadian semalam. Tapi Jinhwa lebih dulu menemui Yuer pagi ini dan entah apa yang Jinhwa katakan, mungkin saja Jinhwa memanfaatkan kelembutan Yuer untuk menuruti permintaannya.

Saat Zeyan memasuki kamar, Yuer sudah terlihat jauh lebih tenang. Tatapannya jernih, tubuhnya tegak, seolah malam tadi tak pernah terjadi. Zeyan sempat menganggap gadis itu bodoh dan terlalu naif karena memintanya untuk menahan diri apapun yang akan terjadi di pengadilan Haeyun nanti, memintanya berjanji tak akan kehilangan kendali pada putra pemimpin Longbei.

Namun kata-kata Yuer selanjutnya membuatnya terdiam.

"Aku yang akan membunuhnya sendiri jika kesempatan itu datang."

Suaranya pelan dan dingin. Gadis itu memang lembut dan selalu memilih jalan damai jika bisa. Tapi bukan berarti ia menolak kekerasan apapun alasannya. Ia hanya ingin kekerasan itu menjadi pilihannya, bukan luapan emosi orang lain.

...

Ruang sidang dipenuhi tatapan tajam dan bisik-bisik. Zeyan duduk dengan tenang, dan di seberangnya, pemimpin dari Longbei yang tampak berusaha menjaga kehormatan keluarga sambil menutupi kegusarannya.

Li Yucheng, yang menjadi pusat dari masalah ini, berdiri setengah bersembunyi di belakang ayahnya. Meski tubuhnya tampak utuh, semua tahu siapa yang membuatnya berjalan terpincang hari ini.

"Dia menyerang tanpa dasar," kata pemimpin Longbei itu, suaranya terukur tapi menusuk. "Itu pelanggaran terhadap seorang bangsawan dan harus diberi hukuman."

Zeyan tidak menjawab, tetapi sorot matanya tidak teralihkan dari wajah Li Yucheng, dan hanya saat Jinhwa berdiri dari tempat duduknya, ruangan menjadi benar-benar hening.

"Apa yang dilakukan Zeyan memang tindakan kekerasan, dan tidak dibenarkan dalam hukum istana," ujar Jinhwa, suaranya lembut tapi tak ada satu pun yang berani menyela. "Namun, tindakan itu tidak lahir tanpa sebab dan Nona Wen sudah memberitahuku apa yang tak diketahui semua orang yang ada disini."

Tatapan semua orang beralih pada Yuer, yang duduk di samping salah satu pengawal istana, wajahnya tertunduk tapi tenang.

Jinhwa menoleh ke arah pemimpin Longbei.

"Aku tidak meminta kalian memaafkan, tapi aku menyarankan kalian tidak memperkeruh keadaan. Keluargamu akan kehilangan lebih banyak jika nama putramu terangkat sebagai pelaku cabul terhadap tamu istanaku. Tuan Qi tidak takut pada hukuman, tapi aku tidak bisa menjamin dia akan tetap setenang ini bila kau terus mendesaknya. Terutama ini menyangkut wanita-nya."

Pemimpin dari Longbei mengepalkan tangannya dan menoleh pada putranya, memberikan tatapan tajam. Tapi dia tidak menjawab. Jinhwa melanjutkan.

"Biarkan masalah ini diselesaikan di sini. Jika kau memilih untuk memperkarakannya untuk menghukum Tuan Qi, maka putramu juga akan mendapatkan hukuman sesuai hukum Haeyun. Dan aku rasa kau tahu betul bahwa itu akan membuat lebih dari sekadar reputasi putramu hancur."

Keheningan mengental. Akhirnya, pemimpin Longbei menarik napas tajam dan menundukkan kepala sedikit, pertanda mundur secara terhormat.

Tidak ada perayaan, tidak ada pengumuman. Tapi semua orang di ruangan tahu siapa yang menang hari itu.

Zeyan, meski tidak mengucap sepatah kata pun, menatap sekilas ke arah Yuer yang menurut Zeyan sangat berani untuk berdiri di ruangan yang sama dengan Li Yucheng setelah kejadian semalam.

Tak mau membuat Yuer berdiri di ruangan itu terlalu lama, Zeyan beranjak tanpa sepatah kata pun dan membawanya meninggalkan ruangan.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Zeyan setelah menggiringnya keluar.

Yuer mengangguk. "Hmm,"

Zeyan terdiam sejenak, menatap Yuer seolah tengah mempertimbangkan sesuatu. Gadis itu menaikkan alis, penasaran.

"Mau jalan-jalan sebentar?" tanyanya pelan. "Ini hari terakhir kita di sini."

Yuer terpaku, bibirnya sedikit terbuka karena terkejut. Itu bukan ajakan yang biasa ia dengar darinya. Bukan soal politik, bukan juga urusan dendamnya. Untuk pertama kalinya, Zeyan mengajaknya melakukan sesuatu yang sederhana dan pribadi.

...

Zeyan berjalan setengah langkah di depan Yuer, satu tangan di belakang punggungnya, tatapannya lurus ke depan seperti biasa.

"Kenapa kau jalan cepat sekali?" tanya Yuer, nada suaranya ringan.

Zeyan menoleh setengah. "Aku?"

"Kau tidak sadar saja, Zeyan, kau tidak sedang berjalan sendiri."

Ia tidak membantah, tetapi langkahnya melambat menunggu Yuer menyamai langkahnya.

Mereka melewati kios penjual kacang manis, dan aroma gula karamel memenuhi udara. Yuer menatap sebentar, lalu menunduk, melanjutkan langkah.

Untung saja, hari itu matahari tidak terlalu terik. Suara alat musik gesek mulai terdengar dari arah sebuah pelataran kecil. Seorang anak kecil duduk di samping seorang pemain musik tua, menggoyangkan kakinya mengikuti irama.

Yuer memperlambat langkahnya, menikmati pemandangan itu. Sementara Zeyan hanya mengamati Yuer. Bukan karena musiknya menarik, tapi karena Yuer bisa terlihat sebahagia itu hanya karena sesuatu yang sederhana.

"Kau sering datang ke tempat seperti ini?" tanyanya tiba-tiba.

Yuer menoleh sesaat dan menggeleng. "Tidak, pasienku banyak, aku ini tabib yang sibuk."

"Oh benar, kau kan gadis bangsawan dengan peran lain."

Yuer tidak tahu apakah itu sindiran atau cibiran atau apapun maksudnya, tetapi itu memang benar dan Yuer hanya mengangguk.

Sepasang mata Zeyan tidak tertuju pada pemusik jalanan, melainkan hanya pada Yuer. Yuer tersenyum, matanya mengikuti irama sejenak. Ia terlihat menikmatinya, matanya terlihat sangat hidup.

Tapi ketika ia menoleh ke sisi kirinya, ke arah Zeyan yang berdiri dengan tangan di belakang punggung dan tengah menatapnya, dan tak terbaca, Yuer tiba-tiba terdiam.

Mungkin pria itu bosan.

Mungkin ini bukan jenis suasana yang bisa ia nikmati.

Yuer pun mengalihkan pandangan dan mengatur nada suaranya seramah mungkin, menyembunyikan sedikit rasa sayangnya yang tidak terucap.

"Kalau kau tidak suka, kita bisa pergi dari sini," ucapnya ringan.

Zeyan menoleh, tampak sedikit terkejut oleh tawaran itu. Tapi Yuer sudah lebih dulu melangkah, pelan namun pasti, meninggalkan musik dan keramaian di belakang mereka.

"Kau tidak sedang tiba-tiba marah padaku, kan, Wen Yuer?" seru Zeyan, menyusul langkah cepat gadis itu.

Yuer menjawab tanpa menoleh ataupun melambat. "Tidak. Kau hanya tidak terlihat menikmatinya."

"Apa? Aku menikmati apa yang kulihat. Kalau kau mau, kita bisa kembali, Yuer."

"Tidak mau," katanya datar, namun ada nada menghindar di ujung suaranya. "Kakiku pegal berdiri terlalu lama."

Langkah Zeyan berhenti, lalu ia meraih lengan Yuer dengan satu gerakan ringan. "Kakimu sakit? Mau ku gendong?"

Yuer terdiam. Untuk sepersekian detik, otaknya berhenti memproses. Kata-kata itu bukan hal yang lazim keluar dari mulut Zeyan, apalagi dengan nada begitu serius tapi tidak mengejek.

Ia tidak terbiasa.

Dan itu membuat napasnya tersangkut di tenggorokan.

Jantungnya memukul rusuknya satu kali lebih keras dari biasanya. Ia bahkan tidak bisa memastikan apakah udara di Haeyun mendadak dua kali lebih hangat atau dadanya yang terlalu cepat menangkap makna dari satu kalimat sederhana itu.

Mau ku gendong?

Apa-apaan itu.

Yuer menahan senyum, membuang pandangannya ke arah lain sebelum pria itu bisa melihat rona halus yang pasti mulai naik ke pipinya. Ia menggeleng pelan.

"Tidak perlu. Kau terlalu tinggi. Dari atas bahumu pasti pemandangannya tidak nyaman."

Itu alasan paling konyol yang pernah ia buat, tapi entah kenapa terdengar sangat Yuer.

Zeyan mengerjapkan mata, lalu entah sadar atau tidak, ia tertawa kecil. Tidak ada nada menggoda atau mengejek di sana, hanya tawa ringan yang lepas begitu saja. Dan anehnya, justru karena itu, Yuer tidak bisa tidak menoleh sedikit.

Ada sesuatu tentang tawa Zeyan yang seperti itu—sangat jujur, dan entah kenapa membuat dadanya hangat.

Segera ia membalik badan dan mempercepat langkah, pura-pura tertarik pada kios manisan di seberang jalan. Tapi kenyataannya, ia hanya ingin menyembunyikan senyum yang mendadak muncul di wajahnya. Senyum yang terlalu sulit dikendalikan.

...

Malamnya, Jinhwa kembali mengajak Zeyan minum teh. Tentu saja itu bukan agenda utamanya. Itu adalah momen yang sudah mereka sepakati, bahwa Jinhwa akan memberinya jawaban.

"Kau tahu," kata Zeyan sambil menuang teh, suaranya tenang. "Aku masih bisa menunggu."

Jinhwa tersenyum pendek, tidak menjawab segera. Lalu ia bersandar ringan dan berkata pelan, "Tidak perlu. Aku sudah memutuskan."

Zeyan menatap ke arah lain, pandangannya tampak ingin segera menyudahi percakapan itu, seolah ada tempat lain yang lebih mendesak untuk ia datangi. Jinhwa memperhatikan itu dan tertawa kecil, nada suaranya penuh godaan ringan.

"Apa aku kebetulan menghalangimu menuju seseorang yang sedang kau pikirkan sekarang?"

Zeyan tetap menjaga nada suaranya tetap netral. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

"Kalau begitu, langsung saja." Jinhwa meletakkan cangkir tehnya dan menatap lurus padanya. "Aku tidak tertarik dan tidak akan terlibat lebih jauh dalam urusan kekaisaran. Bahkan jika kau terus menunggu, jawabanku tetap sama, yaitu tidak. Tapi…"

Jinhwa tersenyum samar. "Seseorang yang jiwanya begitu bersih telah terikat padamu. Dan aku merasa berutang kebaikan padanya. Jadi, jika keputusanku bisa melindunginya dalam pertempuran yang akan datang, maka aku akan mengerahkan pasukanku."

Zeyan mengernyit. "Seseorang?"

"Jangan pura-pura bodoh. Kau tahu siapa." Jinhwa menyandarkan dagunya pada tangannya. "Gadis yang terjebak dalam permainan kekuasaan yang busuk ini oleh orang-orang yang menyebut diri mereka keluarganya."

Ia lalu menambahkan, "Tapi, perjanjian ini akan batal, jika suatu hari dia tak lagi berada di bentengmu."

Reaksi Zeyan muncul seketika. Dingin, nyaris tajam. Matanya menyipit tipis.

"Memangnya kemana dia akan pergi?" suaranya datar tapi menekan. "Rumahnya sekarang adalah bentengku."

Jinhwa menatapnya lama, lalu berkata pelan, "Kau yakin dia juga menganggapnya begitu? Apa dia bahagia dan merasa nyaman di bentengmu sampai-sampai kau bisa begitu yakin mengatakan itu rumahnya?"

Pada momen itu Jinhwa menyadari bahwa seseorang seperti Zeyan tidak mengetahui definisi sebuah rumah. Mungkin baginya, itu hanya bangunan yang melindungi dari hujan dan panas, tempat untuk tidur. Tetapi, kehadiran Yuer sudah sedikit merubah Zeyan bahkan tanpa pria itu sadar.

Pagi tadi di pengadilan, duduk diam tanpa menghunus pedangnya pada leher Tuan Li bukan sesuatu yang biasa Zeyan lakukan. Entah sejauh mana Yuer memberi pengaruh positif padanya, Jinhwa memiliki sedikit harapan dan menunggu perubahan apalagi yang akan Yuer lakukan pada pria itu kedepannya.

Jinhwa tersenyum tipis, "Aku tidak tahu apa yang kalian miliki. Tapi kalau aku jadi kau, aku tidak akan melepaskannya."

Zeyan menatapnya diam-diam. Tidak ada tawa, tidak ada balasan sarkastik seperti biasanya. Hanya satu kalimat, pelan dan tegas.

"Aku juga tidak berniat melepaskannya."

Dia boleh tidak mengatakannya, tapi sejak awal, Zeyan telah menetapkan satu hal pasti, bahwa Yuer miliknya dan sejak langkah pertamanya di bentengnya, Zeyan tahu bahwa dia tidak akan melepaskannya.

1
lunaa
lucu!!
lunaa
he indirectly confessing to herr 😆🙈
lunaa
gak expect tebakan yang kupikir salah itu benar 😭
lunaa
yuerr lucu bangett
lunaa
damn zeyan, yuer juga terdiam dengarnya
Arix Zhufa
baca nya maraton kak
Arix Zhufa
semangat thor
Arix Zhufa
ehemmmm
lunaa
itu termasuk dirimu zeyan, jangann nyakitin yuerr
Arix Zhufa
mulai bucin nich
Arix Zhufa
cerita nya menarik
Arix Zhufa
Alur nya pelan tapi mudah dimengerti
susunan kata nya bagus
Sungoesdown: Makasih kak udah mampir🥰
total 1 replies
Arix Zhufa
mantab
Arix Zhufa
Thor aku mampir...semoga tidak hiatus. Cerita nya awal nya udah seru
Sungoesdown: Huhuuu aku usahain update setiap hari kak🥺
total 1 replies
lunaa
liat ibunya jinhwa, pasti yuer kangen sama ibunya 😓
lunaa
then say sorry to herr 😓
lunaa
suka banget chapter inii ✨🤍 semangat ya authorr 💪🏻
Sungoesdown: Makasih yaa🥰
total 1 replies
lunaa
yuer kamu mau emangnyaa 😭🤣
lunaa
dia mulai... jatuh cinta 🙈
lunaa
menunggu balasan cinta yuer? wkwk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!