Marina, wanita dewasa yang usianya menjelang 50 tahun. Telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarganya. Demi kesuksesan suami serta kedua anaknya, Marina rela mengorbankan impiannya menjadi penulis, dan fokus menjadi ibu rumah tangga selama 32 tahun pernikahannya dengan Johan.
Tapi ternyata, pengorbanannya tak cukup berarti di mata suami dan anak-anaknya. Marina hanya dianggap wanita tak berguna, karena ia tak pernah menjadi wanita karir.
Anak-anaknya hanya menganggap dirinya sebagai tempat untuk mendapatkan pertolongan secara cuma-cuma.
Suatu waktu, Marina tanpa sengaja memergoki Johan bersama seorang wanita di dalam mobilnya, belakangan Marina menyadari bahwa wanita itu bukanlah teman biasa, melainkan madunya sendiri!
Akankah Marina mempertahankan pernikahannya dengan Johan?
Ini adalah waktunya Marina untuk bangkit dan mengejar kembali mimpinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#11
#11
Pagi berbeda, karena Johan tak lagi pulang ke rumah yang ia tinggali bersama Marina, ia pulang ke rumah Sonia, rumah tersebut adalah peninggalan dari Almarhum suami Sonia.
Terbiasa bangun pagi dengan semua pelayanan istimewa dari Marina, membuat Johan tanpa sadar memanggil nama wanita yang sudah meminta berpisah darinya kemarin malam.
“MARINA!!” serunya dengan mata masih terpejam dan kesadaran belum sepenuhnya pulih.
“MARINA!! Mana air minumku?!” teriak Johan sekali lagi.
Lemparan bantal Johan dapatkan, karena Sonia merasa kesal mendengar suara teriakan Johan, apalagi Johan memanggil-manggil istri pertamanya.
“WANITA KURANG AJAR! BERANINYA KAMU MELEMPAR SUAMIMU … !” maki Johan, namun ketika ia menoleh barulah ia sadar jika saat ini sedang bermalam di rumah Sonia.
“Apa?! MARINA?! Mas bilang mencintaiku? Kenapa masih memanggil nama wanita kampungan itu?” raung Sonia dengan wajah penuh amarah.
“Maaf, maaf sayang, Aku tak sengaja, Aku kira … “
“Dasar plin-plan, kalau memang masih mencintainya, jangan pernah mengajakku menikah!” Sonia melempar apa saja yang ada di dekatnya.
“Tidak, sungguh, sudah lama perasaanku padanya musnah, kamu tahu beberapa tahun terakhir ini Aku hanya tertarik padamu.”
Johan terus merayu tanpa lelah, padahal jika Marina yang merajuk, Johan justru semakin kesal lalu pergi meninggalkannya begitu saja.
Setelah amarah Sonia reda, Johan berjalan ke ruang makan guna mengambil air minumnya sendiri. Jika di rumah, jangankan mengambil air, bahkan membuang sampah ke tempatnya saja, harus Marina yang melakukannya.
Kemudian Johan pun bersiap, seperti halnya Marina, Sonia pun menyiapkan pakaian untuk Johan, bahkan memasak, tapi masakan Sonia tak begitu cocok di lidah Johan. Karena itulah setiap pagi Johan selalu bangun di rumah Marina, meski malam sebelumnya ia melampiaskan kebutuhan batinnya pada Sonia.
Tapi hari ini terpaksa ia menelan bulat-bulat masakan Sonia, meski Sonia cantik dengan tubuh yang lebih terawat dari Marina, namun urusan memanjakan lidah tetap Marina pemenangnya.
•••
Pagi hari di apartemen Burhan dan Ina.
“Mas!! Aku pergi dulu ya?”
Pagi itu Ina ada pekerjaan di luar kota, ia tak menyiapkan sarapan bahkan membiarkan rumah berantakan tak terurus. “Kenapa Kamu tak membereskan rumah?” jawab Burhan.
“Nanti malam, Aku kerjakan!” Kembali Ina berkilah. Pekerjaan dan kuliah membuat waktu Ina banyak tersita di luar rumah.
“Lalu bagaimana Aku membereskan baju kotor ini?!” Karena Ina tak mau pakaian mereka di cuci di laundry.
“Biarkan saja dulu, weekend nanti Aku bereskan!”
“Tapi Aku sudah kehabisan pakaian kerja,” protes Burhan.
“Pakai saja yang ada dulu.”
Burhan memejamkan mata, ia mengacak rambutnya yang masih basah usai mandi, ia jengkel karena harus memakai pakaian lamanya yang sudah sempit, dan warnanya mulai kusam.
Padahal sejak kecil ia terbiasa dengan semua yang rapi dan tertata, sesuai kebutuhan. Jika dipikir-pikir lagi, Ina bahkan tak seperti mamanya yang selalu sigap urusan rumah. Hanya saja Burhan terlanjur jatuh cinta pada Ina, yang tak hanya terlihat cantik, tapi juga smart. Benar-benar wanita idaman Burhan.
“Da … Sayang, love You!” pamit Ina pada akhirnya.
Brak!
Haruskan hari ini ia meminta tolong pada sang mama? Ah mungkin itu juga bukan ide buruk, Burhan bisa sekalian minta di buatkan sarapan favoritnya.
•••
Sementara itu, pagi hari di rumah Diana.
Setelah Gwen keluar dari Rumah Sakit, Diana memutuskan membayar seorang pengasuh anak, karena suaminya bekerja di luar kota, maka pria itu hanya pulang satu minggu sekali.
“Mama … Aku mau sarapan pancake,” pinta Gwen malam sebelumnya, jadi pagi-pagi sekali Diana berjibaku di dapur demi pancake permintaan Gwen.
Pengasuh akan datang jam 7, dan kembali pulang jam 8 malam setelah Diana pulang kerja.
Dua hari ini semua berjalan sesuai keinginan Diana, karena itulah Diana mulai lupa bahwa pancake favorite Gwen adalah, pancake buatan neneknya.
“Ma … kurang manis.” Gwen mulai protes ketika suapan pertama masuk kemulutnya.
“Tidak baik jika terlalu banyak makan yang manis.”
“Tapi pancakenya juga keras, tidak lembut seperti buatan nenek.” Disini Gwen tak hanya protes, tapi ia mulai mengacak-acak pancake buatan Diana.
“Duuuhh … makan aja, dan jangan banyak membantah! Mama sudah buat susah payah, padahal harus kerja juga!” pekik Diana tak sabar manakala Gwen terus mengacak-acak pancake buatannya.
Mendengar kalimat keras Diana, Gwen mulai meringkuk ketakutan, “Aku mau pancake buatan Nenek. Kenapa Mama gak mengantarku ke rumah Nenek?”
“Nenek sibuk,” jawab Diana acuh.
“Nenek selalu bermain denganku, dia tak pernah sibuk seperti Mama,” balas Gwen dengan kepolosannya.
“Mama sibuk kerja buat Kamu, Sayang.” Diana coba melembutkan suaranya.
“Tapi … “
“Sudah, cepat habiskan sarapanmu, sebentar lagi pengasuh datang dan akan mengantarmu ke Sekolah.”
“Tapi Aku mau ke Sekolah bersama Om Yosh,” rengek Gwen.
Dan Diana hanya bisa menahan geram, padahal Gwen sama sekali tak mengamuk atau meminta hal yang aneh. Hanya saja tak sesuai dengan keinginan Diana, padahal Diana sudah merasa jika semua yang dia persiapkan sempurna. Tapi kenapa tak sesuai kehendaknya? Tak mampu menyerupai apa yang Gwen dapatkan setiap hari dari Marina.
•••
Rumah Sakit itu, bukanlah Rumah Sakit besar, namun memiliki fasilitas medis yang lengkap, dan semua yang bekerja di sana ramah tapi tetap profesional. Lebih mengherankan lagi, karena sejak semalam Marina tak mendengar seorang pun membicarakan biaya perawatannya, bahkan ketika Marina menolak menelepon keluarganya, Dokter dan para perawat di Rumah Sakit itu tak mempermasalahkannya.
Tempat itu berada di pegunungan pinggir kota, udaranya sejuk serta jauh dari polusi suara, serta polusi udara. Marina memanfaatkan pagi itu dengan berjalan-jalan di lingkungan sekitar Rumah Sakit.
Orang-orang yang berada di sana seperti sudah saling bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang nyaman. Marina juga melihat beberapa pasien dengan kondisi wajah yang pucat, ada pula yang bertubuh kurus, ada yang memakai topi karena tak ada lagi rambut di kepala, bahkan ada anak-anak yang terlihat ceria bermain bola padahal kondisi fisiknya tak baik-baik saja.
“Selamat pagi, Bu,” sapa seorang perawat yang hampir seusia Diana.
“Pagi, Suster.”
“Bagaimana keadaan Ibu? Apakah perut Ibu masih nyeri?”
“Masih sakit, tapi tak separah kemarin malam.”
“Syukurlah, silahkan jalan-jalan dan nikmati pemandangan di sekitar sini.” Perawat itu mempersilahkan Marina untuk berjalan-jalan dan menikmati waktu istirahatnya, sama sekali tak ada yang membicarakan biaya perawatan dan lain-lain.
Dari ujung jalan Marina melihat seorang pria tengah berusaha berdiri, ah pasti pria itu juga salah satu pasien di Rumah Sakit ini. Marina bergegas menghampiri, tapi ketika Marina berusaha membantu pria itu justru menepisnya dengan kasar.
“Siapa Kamu?!”
“Maaf, Aku hanya berusaha menolongmu.”
Pria itu mendongak, ia cukup terkejut mengetahui siapa wanita yang berusaha menolongnya.
“Kamu pikir aku cacat, dan butuh pertolongan?!”
bawang jahatna ya si Sonia
aku ngakak bukan cuma senyum2
itu bapak Gusman kira kira puber keberapa ya🤣🤣🤣
tp sayangnya aku malah dukung banget tuan Gusman sama Marina .. semangat tuan Gusman ..para pembaca mendukungmu