Angelo, yang selalu menyangkal kehamilannya, melarikan diri setelah mengetahui bahwa ia mengandung anak Maximilliam, hasil hubungan semalam mereka. Ia mencari tempat persembunyian terpencil, berharap dapat menghilang dan menghindari konsekuensi dari tindakannya. Kehamilan yang tak diinginkan ini menjadi titik balik dalam hidupnya, memaksanya untuk menghadapi kenyataan pahit dan melarikan diri dari masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jacob made a scandal.
Lampu lilin berkedip-kedip, menerangi wajah Theodore yang tampak kusut. Aroma anggur merah yang kuat tak mampu menutupi ketegangan yang memenuhi ruang makan mewah itu. Angelo, memperhatikan Pamannya dengan seksama. "Ada apa, Paman? Sepertinya ada yang mengganggu pikiranmu," tanyanya, suaranya lembut namun penuh perhatian.
Theodore mengaduk-aduk sup krimnya dengan sendok, matanya tak lepas dari lilin yang bergoyang. "Maaf, Angelo. Kekhawatiranku mungkin membuatmu tidak nyaman, tapi aku sangat mencemaskan Janet. Aku sudah menghubungi Arnold berkali-kali, namun dia selalu mengatakan bahwa Janet tidak bersamanya." Ia meletakkan sendoknya dengan pelan, suaranya terdengar berat.
Angelo terdiam sejenak, tatapannya tajam. "Paman, tentang Arnold… aku merasa dia bukan pria yang tepat untuk Janet."
Maximillian, yang selama ini diam, menoleh. Ekspresinya dingin, seperti es yang membeku. "Benarkah? Aku juga memiliki firasat yang sama. Namun Papa sangat keras kepala, tetap memaksakan pertunangan mereka." Ia menyesap anggurnya dengan tenang, namun rahangnya tampak menegang.
Theodore menghela napas panjang, kepalanya tertunduk. "Aku memang ragu padanya, tetapi aku tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk menuduhnya berselingkuh dari Janet."
Angelo mengangkat sebelah alisnya, suaranya tegas. "Apakah harus ada bukti perselingkuhan yang nyata di depan mata baru kalian akan mengakhiri pertunangan itu? Bukankah kecurigaan dan firasat buruk ini sudah cukup menjadi alasan untuk bertindak?" Ia menatap kedua pria itu dengan penuh harap, berharap mereka akan segera melakukan sesuatu.
Theodore menarik napas panjang, suaranya berat. "Sepertinya, firasatmu tidak pernah meleset, Angelo," ucapnya, tatapannya masih dipenuhi kekhawatiran.
Maximillian, dengan lembut, mengelus perut Angelo. "Kau beruntung memiliki ibu sepertinya. Dia akan selalu memastikan kau mendapatkan pasangan yang tepat kelak," katanya, senyum hangat terukir di wajahnya. Sentuhan Maximillian terasa menenangkan, menciptakan kehangatan di tengah ketegangan yang masih terasa.
Theodore merasa sedikit lega melihat interaksi manis keponakan dan anaknya. Ia berharap kebahagiaan akan selalu menyertai mereka berdua, dan diam-diam mendoakan agar Maximillian dan Angelo segera menikah.
Suasana mulai mencair. Mereka melanjutkan makan malam yang sempat tertunda, suasana kembali tenang, diiringi alunan musik klasik yang lembut. Namun ketenangan itu sirna seketika ketika Jacob dan Janet tiba-tiba memasuki ruang makan. Theodore, yang melihat Janet, akhirnya bisa bernapas lega. "Kemana saja kalian?" tanyanya, namun tatapannya tertuju pada Janet yang tampak menyembunyikan diri di balik tubuh Jacob, seolah menghindari tatapan Theodore.
Angelo memperhatikan kedua orang itu dengan curiga, merasakan ada sesuatu yang disembunyikan. Sementara itu, Maximillian tampak asyik mengelus perut Angelo, seakan tak menyadari ketegangan yang kembali meningkat.
Tiba-tiba, Jacob bersuara, suaranya tegas dan mengejutkan semua orang yang ada di ruangan itu. "Paman, aku akan menikahi Janet." Kalimat itu menggantung di udara, menciptakan keheningan yang mencekam, menggantikan alunan musik klasik yang sebelumnya terasa menenangkan. Lilin-lilin di atas meja seakan bergetar, menambah kesan dramatis pada pengumuman mengejutkan itu.
Theodore terkekeh kaku, suaranya terdengar dipaksakan. Ia menatap Jacob dengan tatapan tak percaya. "Tunggu… apa maksudmu ini?" Garpu di tangannya terjatuh, beradu dengan piring, menimbulkan bunyi nyaring yang memecah keheningan.
Jacob menatap Theodore dengan mata yang penuh penyesalan. "Aku telah tidur dengan Janet, dan aku akan menikahinya untuk mempertanggungjawabkan kesalahanku." Pengakuannya terlontar lugas, tanpa ragu-ragu, namun diiringi oleh beban yang berat.
Mendengar pengakuan itu, amarah Angelo meledak. Bukan karena ia tak merestui hubungan mereka, melainkan karena cara Jacob mendapatkan Janet—dengan menodainya. Dengan gerakan cepat dan penuh amarah, Angelo berdiri, kursi ditariknya hingga terjungkal. Ia menghampiri Jacob, wajahnya memerah menahan amarah. Lalu…
Bugh!
Sebuah pukulan keras mendarat di pipi Jacob. Janet menjerit panik, tubuhnya gemetar. Suara pukulan itu menggema di ruangan yang tiba-tiba sunyi senyap.
"Sejak kapan kau menjadi pria bajingan yang mengambil tunangan orang lain, Jacob?!" teriak Angelo, suaranya bergetar menahan amarah. Mata Angel berkaca-kaca, namun tatapannya tetap tajam dan penuh kebencian.
Jacob hanya terdiam, wajahnya memerah menahan sakit dan malu. Ia memang bersalah, sangat bersalah. Malam sebelumnya, setelah mengunjungi Angelo, ia dan Janet pergi ke sebuah klub malam yang remang-remang. Keduanya mabuk berat, lelah dengan hubungan mereka yang penuh pengkhianatan dan kebohongan, hingga akhirnya kejadian itu terjadi.
Namun, Jacob tak akan lari dari tanggung jawabnya. Ia akan menikahi Janet. Bagaimanapun juga, dialah yang telah mengambil keperawanan Janet, dan ia akan bertanggung jawab atas masa depan wanita itu.
Angel memegangi keningnya yang berdenyut-denyut, rasa malu dan kecewa bercampur aduk dalam dirinya. Ia merasa jijik dengan kelakuan Jacob, dan tindakannya sendiri yang telah memukul Jacob pun membuatnya merasa bersalah. Dengan langkah gontai, Angel meninggalkan ruang makan yang terasa pengap. Maximillian, yang melihat kekecewaan tergambar jelas di wajah Angel, segera menyusulnya. "Aku merestui mereka, aku akan berusaha membujuk Angel," bisik Maximillian, sebelum menyusul Angel keluar dari ruangan itu.
Theodore, masih mencerna semua yang terjadi, menghela napas panjang. Ia merasa lelah, kepala terasa pening. Tanpa sepatah kata pun, ia meninggalkan ruang makan, meninggalkan Janet yang memeluk Jacob erat-erat, seolah mencari perlindungan dari badai amarah yang baru saja melanda.
"Kau jangan khawatir," kata Jacob, suaranya lembut menenangkan Janet. "Aku akan berusaha mendapatkan restu dari Angel dan Theodore." Ia mengusap lembut rambut Janet, berusaha memberikan ketenangan di tengah kekacauan yang mereka hadapi.
. . .
Angel mengurung diri di kamarnya, mencoba menenangkan diri. Amarahnya masih membara, namun ia harus mengendalikannya. Bayinya masih terlalu kecil, dan amarah yang tak terkendali bisa membahayakan kandungannya. Perutnya terasa sedikit keram, mengingatkannya akan pentingnya menjaga ketenangan.
"Angel," panggil Maximillian, suaranya lembut. Namun Angel tak menjawab, hanya terisak pelan.
Maximillian duduk di tepi ranjang, memegang tangan Angel. "Aku tahu, kau pasti kecewa. Tapi, semua sudah terjadi," katanya, suaranya penuh empati.
Angel menghela napas panjang, air matanya masih mengalir. "Aku hanya malu pada kalian semua. Jacob mendapatkan Janet dengan cara yang tidak terhormat, apalagi Janet masih memiliki ikatan pertunangan dengan pria lain," ujarnya, suaranya terbata-bata.
Maximillian tersenyum tipis, menarik Angel ke dalam pelukannya. "Setidaknya, aku tidak perlu khawatir lagi jika Janet akhirnya menikah dengan Jacob, dan bukan dengan Arnold," katanya, suaranya penuh kelegaan. Ia tahu, Arnold bukanlah pria yang tepat untuk Janet.
"Jadi, apakah kau merestui mereka untuk menikah?" tanya Maximillian, suaranya lembut namun penuh harap. Ia menatap Angel dengan tatapan yang penuh makna, menunggu jawaban yang akan menentukan masa depan hubungan Jacob dan Janet.
Angel mengangguk pelan, kepalanya terasa berat. Meskipun masih ada rasa kecewa dan malu, ia tak bisa berbuat apa-apa lagi. Restu darinya sudah diberikan, mau tak mau. Namun, bayangan wajah Theodore terlintas di benaknya. Pria itu pasti akan sangat kecewa. Pikiran itu membuatnya semakin merasa bersalah.
Sementara itu, senyum licik mengembang di bibir Maximillian. Ia bergumam pelan, suaranya hanya bisa didengarnya sendiri. "Dengan Jacob menjadi adik iparku, akan lebih mudah untukku mendapatkan restu untuk menikah dengan Angel." Ambisi dan rencana liciknya terungkap dalam gumam hati itu, menunjukkan sisi lain dari kepribadian Maximillian yang selama ini tersembunyi di balik sikapnya yang tenang dan bijaksana. Ia telah memanfaatkan situasi ini untuk mencapai tujuannya sendiri.
Angelo mau jg nkah sm max.....aws aja kl max ky sng mntan yg bjingn....
Laahhh.....janet mlh ktmu mntan...bkln gelut ga y????🤔🤔🤔
tmbh lg trauma msa lalu,pst bkin dia mkin down....mga aja max bsa bkin dia lbh smngt.....
lgian,udh ada ank sndri knp mlah adopsi????sukur2 kl ga iri pas udh dwsa,kl iri kn mlah bhya....
jgn blng kl goerge d jbak skretarisnya pke ssuatu,trs dia tau dn nyri istrinya????
tp mmdingn gt sih,drpd jd skandal....
kl angelo nkah sm max,brrti janet jd adik ipar....tp kn janet bkln nkah sm jacob,pdhl jacob pmannya angelo....
🤔🤔🤔
ppet trs smp angelo brsdia buat nkah sm max.....